Selanjutnya hasil analisis yang saya bikin itu, akan membantu Mas Nop untuk bikin press release berkala tentang isu terkini partainya, yang menjabarkan tentang banyak hal. Diantaranya menjabarkan tentang progress kinerja partainya, citra partainya di masyarakat, tone atau kecenderungan nilai berita tentang partainya, dan sebagainya, yang kemudian dirangkai dalam kalimat jurnalisme untuk press release. Di situlah kemudian saya belajar tentang dua hal, yakni brand impact dan sentiment analysis.
Brand image yang tidak lain adalah citra sepak terjang partai yang selama ini dilihat publik. Pencitraan ini tertuang dalam berita-berita politik karya para wartawan, yang biasanya dibikin lewat talking news method. Talking news ialah dimana wartawan akan melakukan wawancara ke pengamat politik tentang sepak terjang partai politik A, B, atau C. Kemudian mereka berkoordinasi dengan jurnalis yang nge-post di DPR, untuk juga mewawancara kader-kader partai berkaitan dengan isu dari hasil wawancara tersebut.
Dari situlah tampak gambaran sentiment analysis dimana tone-nya akan memperlihatkan kemana arah nilainya. Apakah negatif atau positif. Bila negatif, maka yang akan muncul di pemberitaan adalah ungkapan-ungkapan tentang ketidakpuasan, tanggapan-tanggapan dari isu miring, serta berbagai pernyataan reponsif atau issue counter (sebagai tanggapan alias bela diri).Â
Sebaliknya, bila positif maka yang berita yang sering muncul adalah apresiasi publik, rencana program-program masa depan partai, bahkan out of the box programs. Juga berita tentang informasi koordinatif, seperti kolaborasi dengan pemerintah, lembaga, instansi, CSR swasta dan lainnya, karena nilai-nilai positif yang muncul di persepsi publik.
Tone dari brand image dan sentiment analysis tersebut kemudian akan mengundang media coverage. Nah, disinilah yang patut diwaspadai. Karena hal ini: "Good news is a bad news"Â bisa menjadi serangan balik dari persoalan reach tadi.Â
Tone negatif bisa menjadi sesuatu yang sangat dicari media massa (ketimbang tone positif), sebagai bahan bakar pemberitaan. Bahasa sederhananya begini, "Berita positif kita tampung, tapi yang negatif lebih gede daya tampungnya." Kecuali tone positif tersebut memiliki nilai tersendiri bagi kepentingan media massa yang menerbitkan berita itu. Misalnya besar impact-nya bagi CEO media massa, bisa mengundang iklan atau kerjasama tertentu, dan sebagainya.
Maka di situlah inti dari tujuan Mas Nop meminta bantuan saya. Mas Nop ternyata ingin agar semua yang saya pelajari di atas, dieksekusi. Intinya pekerjaan yang dia berikan ke saya, harus bisa membantu dia mengantisipasi Crisis Communications.Â
Karena menurutnya, crisis communication bukanlah hal yang harus diatasi setelah terjadi (is way too late when shit happen), melainkan hal yang harus diantisipasi. Maka Mas Nop pun melakukan monitoring dan pengukuran rutin indikator kehumasan, untuk menjaga reputasi partainya, dengan unsur-unsur (salah satunya) yang saya bantu ungkap.
Saya pun sangat bersyukur dari kesempatan yang diberikan Mas Nop. Karena dari situ, saya dengan kaca mata jurnalisme, telah diperkaya oleh beberapa unsur pengukuran kehumasan (PR metrics). Setidaknya ada empat hal keuntungan yang saya dapat:
1. Mengetahui tentang reach atau jangkauan media. Dari hal ini saya bisa mengasah cara menulis yang pantas untuk setiap peristiwa dan isu.
2. Memahami brand impact dari informasi yang beredar ke publik. Sebagai jurnalis, mengetahui brand impact akan sangat membantu dalam membuat tulisan bermanfaat dan antisipatif.
3. Membuat sentiment analysis yang didapat dari kumpulan informasi yang telah terbit atau beredar. Inilah pelajaran penting bagi jurnalis, yakni banyak mencari tahu.
4. Tahu tentang crisis communication, yang bagi para PR akan dipakai untuk mengantisipasi serangan. Tapi untuk jurnalis, ini bermanfaat untuk membuat kita senantiasa berpikir ke depan bahkan out of the box.
Semoga bermanfaat.