Lalu bagaimana Indonesia?Â
Saat ini befisit transaksi berjalan di Indonesia mencapai 1,65% dari pendapatan domestik bruto (PDB) dengan cadangan devisa negara USD 127 miliar. Mungkin bila cadangan devisa tersebut dipakai untuk perang, bila AS pada 1991 bisa berperang hingga 42 hari, Indonesia hanya bisa bertahan seminggu atau mungkin kurang.
Cadangan devisa Indonesia ini diklaim Bank Indonesia cukup untuk membiayai hingga maksimal sembilan bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Sehingga setelah sembilan bulan, Indonesia harus kembali berupaya mencari tambahan devisa lagi untuk mempertahankan kelangsungan hidup negara ini. Dan mungkin ini pula yang menyebabkan Indonesia kerap kali harus mengalah bila dilecehkan negara tetangga.
Indonesia harus memiliki banyak cara untuk bisa mendapat keuntungan dari dunia. Bila dulu AS pasca Perang Teluk mendapat keuntungan dari hegemoni di kawasan raja minyak Timur Tengah dan juga dari berakhirnya perang dingin dengan Uni Sovyet, melalui pesatnya perkembangan dunia informasi, maka Indonesia harus punya keuntungan yang sama. Setidaknya yang bisa memberi negara ini pemasukan besar dan konsisten hingga beberapa dekade. Tapi keuntungan dalam bentuk apa?
CSR dan Syariah
Mungkin yang paling utama dapat dijadikan senjata ekonomi adalah sektor UMKM atau usaha kecil yang riil perputaran ekonominya. UMKM, seperti sudah diketahui secara umum, menjadi penolong pasca krisis moneter Indonesia 1998. Bahkan negara maju sendiri, menolong negaranya yang krisis dengan utang karena sektor riil mereka sangat lemah.
Namun konsep pengelolaan UMKM yang radikal pulalah yang harus dilakukan Indonesia agar mampu memasok kehidupan baru bagi negara. Beberapa konsep radikal pengelolaan UMKM yang dapat dilakukan saat ini, setidaknya, adalah melalui peran revolusi CSR (Corporate Social Responsibility) serta pengembangan keuangan syariah, dalam hal ini perluasan fungsi zakat, infaq, sedekah, dan wakaf (ZISWAF).
Bahkan mengedepankan aspek governance dengan menjalankan proses survey dan penilaian kelayakan sebelum dijalankannya program CSR. Dengan kata lain, CSR saat ini sudah mampu dijadikan sistem untuk mengelola UMKM hingga tuntas. Mulai dari kualitas produk, pengembangan produk dan sumber daya manusia, hingga metode pemasarannya. UMKM pun bisa berputar lebih kencang dan berkesinambungan dengan suntikan modal dan pengawasan serta penyuluhan menyeluruh.
Cara lainnya, yakni dukungan perekonomian syariah. Pemerintah belakangan telah mengeksekusi pengembangan lembaga keuangan mikro berbasis syariah, dalam metode bantuan pendanaan yang digulirkan langsung secara tepat guna. Perguliran dana berbasis syariah secara tepat guna ini yang kerap diistilahkan sebagai pemberdayaan ekonomi umat. Yakni melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) dan pembinaan dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah.
Menurut Direktur Operations & Sharia Banking Bank Danamon Herry Hykmanto bila bank syariah mau besar, caranya bukan lagi bersaing dengan sesama perbankan syariah melainkan dengan konvensional. Dan optimalisasi ZISWAF merupakan potensi besar dalam mendorong usaha mikro rakyat.