Mohon tunggu...
Harrys Simanungkalit
Harrys Simanungkalit Mohon Tunggu... Freelancer - Hotelier

Manusia Biasa Yang Sering Overthinking

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Artis Cilik, Dulu & Sekarang

29 September 2023   10:30 Diperbarui: 29 September 2023   10:30 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya ingat sekali masa kecil saya dulu benar-benar berada di era ke-emas-an masa kanak-kanak yang sebenarnya. Dan saya yakin jika anda bertumbuh di era sekitar tahun 80-an sampai 90-an, anda akan setuju dengan saya.

Era 80 dan 90-an memiliki segudang acara televisi khusus anak-anak khas nusantara, seperti film boneka Si Unyil. Sebuah cerita puppet show yang setting lokasi bukan sebuah kotak seperti pertunjukan boneka pada umumnya, tetapi miniatur sebuah desa. Latar belakang kisahnya tentang kehidupan di desa Sukamaju, dengan warga yang majemuk baik suku dan agama serta karakter. 

Konflik yang terjadi antara anak-anak dan warga justru bukan sesuatu yang berhubungan  dengan SARA, tetapi karena salah paham dalam pertemanan. Unyil dan teman-temannya memberi gambaran bahwa konflik akan selalu ada, tinggal bagaimana kita menyikapinya yang penyampaiannya sangat khas anak-anak.

Lalu untuk musik, ada Panggung Hiburan Anak-Anak di TVRI. Format acaranya mirip Aneka Ria Safari lengkap dengan panggung nan gemerlap dan pembawa acara yang komunikatif. Bedanya, pengisi acara dan pendukung acaranya semuanya adalah anak-anak. Kalau pun sesekali menggunakan orang dewasa sebagai figuran, sosoknya adalah yang akrab dengan dunia anak-anak, seperti misalnya Pak Raden, Pak Ogah, Paman Dolit, Puput Novel dan lain-lain. Adalah Papa T. Bob, Mamo Agil, Ririn S., dkk yang tergolong sangat produktif menciptakan lagu khusus untuk anak-anak dengan tempo yang dinamis dengan tema dan lirik yang mengusung keharian anak-anak.

Di penghujung tahun 80-an berjubel nama-nama yang menjadi idola anak-anak dan ditunggu penampilannya di layar televisi. Seperti misalnya Puput Melati, Errin & Karlina, Tiga Anak Manis, Bayu Bersaudara, Abiem Ngesti, Bondan Prakoso, Eza Yayang.

Mendekati awal sampai pertengahan tahun 90-an ada nama Enno Lerian, Agnes Monica (sekarang menjadi penyanyi dewasa dengan nama Agnez Mo), Trio Kwek-Kwek, Cindy Cenora, Maissy, Tina Toon, Tasya, Chikita Meidy, Joshua, sampai artis cilik multitalenta dengan musikalitas di atas rata-rata, yaitu Sherina.

Mereka semua tampil dengan kepercayaan diri, kostum dan karakter yang khas anak-anak. Bukan artis cilik yang didandani seperti orang dewasa serta menyanyikan lagu orang dewasa.

Tak hanya di jalur musik, jalur seni peran juga tak ketinggalan memberi wadah untuk konsumsi anak-anak. TVRI selalu rutin menayangkan sepekan sinetron anak-anak setiap musim liburan sekolah. Selama satu minggu di jam tayang yang tidak terlalu malam dengan durasi satu jam tanpa iklan, 7 sinetron yang berbeda ditayangan setiap hari dengan sutradara yang memang mumpuni pada saat itu seperti Ali Shahab, Irwinsyah, Remi Silado dan lain-lain. Dari jalur akting mencuat nama Yogi Jose Rizal dan  Sheren Regina Dau (yang juga sukses di jalur musik anak-anak).

Sekarang industri hiburan anak-anak tak lagi sesemarak dulu. Naura Ayu (anak perempuan Nola 'AB Three') atau Widuri (anak perempuan Widi 'AB Three'), dua dari segelintir artis anak-anak yang sempat menjadi idola dengan bakat yang cukup menjanjikan, kini sudah tumbuh remaja. Sebelumnya Aurel Hermansyah yang sebenarnya memiliki peluang karena memiliki orangtua dengan nama besar di industri music tanah air malah sepertinya tidak mewarisi bakat besar Krisdayanti atau Anang. Aurel lebih dikenal sebagai anak pasangan artis.

Artis anak-anak sekarang justru seperti tidak atau belum layak dijadikan idola atau panutan. Nama-nama seperti Rafathar, Gempi, Arsy, Kiano justru terkenal karena terlalu sering ditampilkan bersama dengan orangtuanya yang kebetulan selebriti, bukan karena memiliki bakat seni. Rafathar dikenal karena anak pasangan Raffi Ahmad dan Nagita. Gempi mendapat simpati karena perceraian Gading Martin dan Gisel. Arsi pernah mencuri perhatian mengikuti kontes menyanyi di Amerika dengan menyanyikan lagu dangdut dewasa yang diunggah Anang di media sosialnya. Kiano dianggap menggemaskan setelah dipertontonkan Baim Wong dengan segala tetek bengek dan remeh temehnya. Bisa disebut hanya sekedar menjual popularitas orangtua dan wajah imut semata. 

Sang orangtua juga terkesan tidak ingin mengarahkan anak-anaknya pada bakat tertentu, hanya menunjukkan keseharian saat bermain atau tantrum di media sosial. Lucunya, konten tanpa nilai berita seperti ini banyak penikmatnya. Mungkin disebabkan mentalitas yang selalu ingin tahu urusan orang lain, khususnya artis. Dan yang ini peluang yang dimanfaatkan beberapa selebriti tanah air dengan cara menjual privasi, daripada harus repot-repot berkarya.

Tak heran jika saat ini anak-anak lebih banyak menghabiskan waktu dengan game online. Mereka tidak lagi melihat musik atau akting sebagai profesi yang keren karena tidak adanya role model yang bisa memotivasi atau panutan. Kalau pun ada minat terhadap musik atau akting, referensinya adalah artis dewasa. Semua ingin menjadi Selebgram, Tiktokers atau apapun yang viral di media sosial, yang bisa membuat terkenal dan mendapat uang walau tanpa adanya substansi konten, bakat atau usaha.

Orangtua juga menjadi cenderung 'mengkesploitasi' anak di media sosial demi mendapat viewers dan followers. Tidak lagi diarahkan untuk mengasah dan menampilkan bakat tertentu, karena mengasah bakat dianggap buang-buang waktu sebab membutuhkan proses panjang. Semua ingin menjadi terkenal tanpa usaha dan bakat. Semua menjadi serba instan hanya karena popularitas dan uang. Bahkan selebriti sendiri pun menginginkan anak-anaknya mengikuti jejaknya menjadi selebriti walaupun tidak memiliki bakat apa-apa. 

Trend ini kemudian semakin berkembang ibarat lingkaran setan, karena beberapa produsen produk menggunakan jasa para selebriti tanpa karya ini menjadi media promosi produk. Produsen tak lagi selektif memilih duta produk mereka, yang penting terkenal. Biarpun terkenal karena sensasi, bukan prestasi.

Dan fenomena artis tanpa bakat ini memang sesuatu yang lumrah di Indonesia yang membuat industri hiburan Indonesia pada saat ini seperti sedang berada pada titik terendahnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun