Privacy is a power. Because people can't ruin what they don't know.
(Hal-hal yang sifatnya pribadi adalah kekuatan. Karena orang lain tidak bisa menyerang apa yang mereka tidak ketahui)
Demikian sebuah ungkapan bijak, yang sebagian besar manusia justu mengabaikannya. Zaman media sosial seperti sekarang ini, orang-orang seperti berlomba untuk mempertontonkan hal-hal yang sifatnya pribadi untuk dilihat banyak orang demi mencari perhatian, viral, popularitas dan uang.
Saat menghadapi masalah di keluarga atau di dunia pekerjaan, orang-orang lebih memilih curhat di media sosial daripada menyelesaikannya di dunia nyata. Alih-alih menemukan solusi, justru menjadi tontonan, bahan gunjingan yang berpotensi semakin memperkeruh suasana, karena orang-orang yang tidak berkepentingan dan tidak kompeten justru malah menjadi kompor yang semakin menyulut konflik. Masalah pribadinya yang tadinya hanya perlu diketahui keluarga, kemudian menjadi masalah yang diketahui orang-orang satu negara.
Artis-artis tanah air tergolong yang paling buruk dalam hal menjunjung tinggi privasi, khususnya privasi kehidupan pribadi, dalam hal ini proteksi terhadap privasi anak.
Dalam hingar-bingar dunia selebriti Indonesia, sudah seperti sebuah budaya buruk & kewajiban untuk selalu mengeksploitasi anak yang baru lahir menjadi konsumsi publik. Bahkan mulai dari proses pernikahan, kelahiran, hingga entah sampai kapan akan berhenti disorot. Untuk mendapatkan uang, popularitas, atau ego semata karena merasa  memiliki kuasa penuh atas hidup si anak, para orangtua ini tega mengekspos kehidupan si anak. Seperti memanfaatkan ketidak-berdayaan si anak yang mumpung belum bisa membuat atau mengkomunikasikan sendiri keputusannya apakah dia setuju kehidupannya menjadi konsumsi publik.
Anak seharusnya diarahkan untuk memiliki kehidupan normal, jauh dari sorotan kamera atau perhatian pihak-pihak yang tidak berkepentingan. Kecuali pada saat proses tumbuh kembangnya si anak menunjukkan bakat tertentu, pada saat itulah orangtua harusnya bisa mengambil langkah, apakah si anak perlu mendapat sorotan atau perhatian untuk membantu si anak meraih keinginannya.
Bagaimana jika si anak ternyata ingin menjadi orang dengan kehidupan yang normal dengan privasi yang terjaga & terlindungi, tetapi setiap gerak-geriknya selalu menjadi perhatian orang-orang? Bisa jadi situasi tersebut justru akan membuat si anak stres dan depresi. Sebuah orientasi ke depan tentang kehidupan yang luput dari perhatian orangtua yang mengaku sayang anak tetapi justru paling getol mengeksplotasi si buah hati untuk menjadi milik publik.
Seperti kejadian yang beberapa waktu yang lalu, saat seorang figure publik perempuan terlibat kasus video asusila. Sebelumnya si artis sudah sering menampilkan wajah si anak (yang belum ketahuan apa bakatnya) di media elektronik, media cetak, media sosialnya, hingga wajah dan nama si anak sudah dihafal betul oleh masyarakat. Â
Entah bagaimana si anak menghadapi teman-temannya di sekolah atau tempat tinggalnya akibat kasus memalukan yang melibatkan sang ibu. Padahal mungkin jika tadinya masyarakat tidak begitu kenal wajah si anak, mereka tentu tidak akan menyadari bahwa si anak adalah anak si artis yang terlibat skandal. Si anak pun relatif aman dari penghakiman masyarakat.
Atau kejadian yang baru-baru ini menjasi isu yang receh di media sosial saat pasangan selebritis yang dulu pernikahannya menjadi gunjingan media dan netizen, yang juga ikut-ikutan trend mempertontonkan wajah si anak yang baru lahir ke media.
Setiap orangtua pasti menganggap bayinya menggemaskan, tetapi tidak dengan anggapan netizen, khususnya netizen Indonesia yang terkenal bermulut durjana. Bayangkan bayi tidak berdosa menjadi bulan-bulanan komentar tidak sedap dari netizen karena beberapa dari mereka tidak menganggapnya menggemaskan.
Tentu saja komentar netizen tersebut tidak bisa dibenarkan, tetapi komentar itu muncul karena ada pemicunya. Kita hanya bisa mengendalikan respon kita sendiri terhadap perlakuan orang lain, tetapi kita tidak bisa mengendalikan perlakuan orang lain terhadap kita. Jika si orangtua tidak pernah mengekspos wajah si anak, netizen tidak punya celah untuk menghakiminya.
Jejak digital bisa jadi abadi selama teknologi masih eksis. Bagaimana jika si anak menjadi objek bully di masa depan karena potret atau video yang mungkin kurang elok, yang dipertontonkan orangtuanya di waktu lampau? Sesuatu yang dianggap keren pada saat ini bisa jadi menjadi sesuatu yang memalukan pada sepuluh tahun mendatang. Para orang-orang yang sekarang ini terserang demam joget konyol di Tiktok kelak akan membuktikannya.
Sayangnya, ada juga kasus eksploitasi anak yang justru tidak dilakukan oleh orangtua. Seperti kasus pasangan selebriti yang meninggal karena sebuah kecelakaan, meninggalkan seorang anak batita. Alhasil pengasuhan si anak berada di tangan orang-orang yang walaupun masih tergolong pihak keluarga tetapi juga tidak luput dari trend buruk mengeksploitasi anak.Â
Saat si anak dengan wajah luka & lebam akibat kecelakaan yang menewaskan kedua orangtuanya, seharusnya mendapat pengobatan yang fokus, terapi dan jauh dari hiruk-pikuk dangkalnya pemberitaan dunia media sosial, justru diekspos habis-habisan untuk mendapat simpati netizen, dengan dalih alasan 'mulia': mendapatkan dana untuk biaya pengobatan & hidup si anak kelak.Â
Bahkan juga sempat menjadi target seorang crazy rich man yang kebetulan memiliki uang (namun tidak memiliki popularitas) untuk mendapat ketenaran, yang kemudian mundur setelah mendapat kritikan dari seorang pesohor muda tanah air yang terkenal kritis. Ya, semua memang akhirnya berakhir pada tujuan untuk mendapatkan uang dan ketenaran, sama seperti artis-artis lain dengan status orang tua yang gemar mengeksploitasi anak.
Beberapa selebriti tanah air memang ada juga yang aware dengan hal ini. Entah karena pola pikirnya lebih maju, atau memang sangat paham dalam usaha proteksi anak. Sebut saja nama-nama seperti Raisa, Dian Sastro, Anggun C. Sasmi, Nadya Hutagalung, Yoshi Soedarso, Ario Bayu dan beberapa nama lain yang dikenal tidak mau mengumbar foto atau video anak di media.
Nadya Hutagalung terlihat concern dengan tumbuh kembang sang anak. Sejak bayi hingga tumbuh besar, Nadya tidak pernah mengungkap wajah si anak di media, termasuk di media sosial pribadinya. Tetapi begitu si anak sudah mulai besar dan mulai menunjukkan minat dalam dunia entertainmen, baru lah Nadya pelan-pelan memperkenalkan wajah si anak sebagai bagian dari proses belajar menghadapi media dan netizen sebelum kelak dia benar-benar terjun ke dunia entertainmen.
Hal yang berbeda dilakukan oleh Widi, personil group vokal terbaik Indonesia: AB Three. Widi termasuk rajin mengekspos ketiga anaknya karena memang sudah menunjukkan bakat musikalitas yang baik sejak dini. Jelas ini bukan termasuk eksploitasi, karena bakat-bakat bagus seperti itu perlu dipertontonkan untuk menjadi sumber inspirasi. Dan ketiga anak tersebut terlihat jelas nyaman-nyaman saja saat disorot kamera saat menunjukkan bakatnya.
Memang seperti itulah seharusnya, peka terhadap tumbuh kembang anak. Apakah anak terlihat nyaman saat mendapat sorotan atau tidak. Â Tidak mutlak semua anak ingin mengikuti jejak orangtuanya yang memiliki keharusan untuk selalu setor tampang di media & media sosial dengan atau tanpa value. Sudah seharusnya orangtua memproteksi si anak sejak awal. Beri anak kehidupan normal sampai dia bisa memutuskan sendiri apakah dia mau menjadi orang biasa, selebriti tanpa bakat atau selebriti dengan bakat.
Kita sering mengkritisi pengemis di jalanan atau lampu merah yang menggendong bayi atau membawa anak untuk mendapatkan simpati. Secara mentalitas, mereka jelas sama dengan selebriti tanah air yang memanfaatkan anak-anaknya demi viewers, endorse dan adsense yang semuanya bermuara pada tujuan yang serupa tetapi tak sama: mengemis. Hanya tempat, media dan status sosialnya saja yang berbeda. Apakah kita juga berani mengkritisi mereka?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI