Pagi yang cerah. Aku sedang duduk, berjemur, memejamkan mata barang sebentar dari layar laptop. Segelas kopi yang baru jadi dan sebatang rokok belum terbakar di sela jari.
Pagi yang cerah meski sedikit bising suara tembakan. Aku sedang tidak di daerah konflik, tetapi tidak jauh dari tempatku duduk, setiap hari ada saja orang latihan menembak. Awalnya terganggu karena tidak biasa, hanya saja ada satu ketakutanku: mengganggu secara psikis maupun mental.
Man... suara tembakan itu jelas sekali. I just control what i can control. For real.
Sebenarnya aku tidak sendiri di sana, ada masnya cleaning servis sedang mengepel lantai tempatku duduk-duduk itu. Sebagaimana biasa, kami hanya saling diam dengan kesibukan masing-masing: masnya beberes, aku rokoan.
Namun, tidak dengan pagi itu. Masih dengan latar suara tembakan yang makin nyaring dan sering, masnya cleaning servis membuka obrolan, "Mas, itu latihan tembakan buat berburu babi gak, sih?"
"Ah, kayak engga, Mas, itu sih mereka hanya latihan saja walau tidak tahu latihan untuk apa, ya," kataku.
"Kirain gitu buat berburu babi di hutan,"
"Kalau berburu babi di hutan gak perlu latihan, Mas, itu mah udah bawaan lahirian kita, misalnya, agar bisa bertahan hidup,"Â
"Mereka juga kalau di hutan, misalnya, terus ketemu babi sambil bawa senpi, kira-kira latihannya kepake gak, ya?"
Aku tertawa. Kopi di sebelah kiriku sudah sedikit adem, enak buat disesap. Kubakar rokok, lalu meluruskan kaki, memejamkan mata.
Sisaan air pel di embar masnya cleaning servis diletakan di ujung balkon, sedangkan masnya membersihkan meja dan merapikan bangku.
Pagi yang cerah. Sudah sebatang rokok habis. Kopi sedang enak-enaknya. Suara tembakan makin nyaring.
Tidak lama setelah itu, masnya cleaning servis membuang sisaan air ke pot-pot besar di balkon. Sedikit demi sedikit sampai airnya habis.
Tadinya aku hanya fokus pada pohon di pot tersebut, apa baik-baik saja jika disiram dengan sisaan air pel yang kotor? Jika ini bukan yang pertama, berarti entah sudah berapa kali pagi pot-pot besar itu disirami sisaan air pel dan pohonnya masih tumbuh.
Lama kuperhatikan pohon-pohon itu. Lama-lama kubayangkan bagaimana nanti kalau pohon itu tumbuh besar dan tak sanggup lagi ditempatkan di pot?
Masnya cleaning servis meninggalku sendirian di sana. Masnya masuk lewat pintu samping untuk menyimpan barang-barangnya; ember, pel, dan sapu.
Tidak lama setelah itu, tidak sampai 10 menit bahkan, keluar air dari pot-pot besar itu. Hitam-kecoklatan warnanya.
Cepat juga air itu turun, pedahal tanah-tanah di pot tersebut padat.
Jika kalian berpikiran sama denganku, pantas saja sekarang banjir kerap terjadi di mana-mana. Pun, dalam bayanganku, kalau hujan sedang deras-derasnya, tidak perlu takut lagi karena, ya, memang air akan terserap dengan cepat ke tanah. Mungkin akan mengendap cukup lama sampai nanti bila terjadi musim kemarau semestinya kita tidak lagi kekurangan air.
Akan tetapi, aku baru menyadari satu hal: ternyata pot itu bagian bawahnya bolong~
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H