4/Â
Aku kaget. Set-list yang Awel bawakan ternyata persis seperti apa yang aku lihat setahun yang lalu ketika nonton dia open mic.
asyiiiiik... aweelll... dagh lama ndak nongton... pic.twitter.com/0WV2e0RARr— Kangmas Harry (@_HarRam) November 23, 2018
Bedanya: kali ini lebih rapih. Lucu. Dan yang terpenting, rasa-rasanya, butuh waktu yang panjang dan melewati banyak open mic agar supaya set-list itu fix!!
Oia, selain ada urusan, alasanku ingin datang ke Bogor (Hujan) Tawa adalah menonton Awel. Setelah menontonnya kini aku tinggal bersabar: Awel yang bertumbuh menjadi komika profesional pada umumnya.
5/
Awel menggugat: bahwa sampai saat ini masih ada pekerja --apapun bidangnya-- mendapat bayaran yang tidak setimpal. Mungkin karena Awel sendiri adalah seorang buruh pabrik, maka lewat profesi tersebut ia utarakan.
6/
Dany Beler ini sialan betul. Malam itu ia tampil amat lucu. Mendengar bagaimana setiap bit yang ia sampaikan sambil aku membayangkan: andai ia tampil seperti ini ketika masih di SUCI-7, barangkali, Ridwan Remin punya saingan berat pada laga final. Yang artinya: All Bogor Final.
Beler menjelaskan karena media sosial --serta perangkat yang menyertakannya-- anak-anak jadi tampak jauh lebih dewasa dari umurnya; orangtua tampak jauh menyerupai anak-anak yang punya mainan baru.
Meski premisnya sangat amat umum perihal pahala yang didapat seorang anak ketika sabar mengajarkan orangtua media sosial, tapi setiap kasusnya punya nilai tersendiri. Sampai satu waktu, ketika kita benar-benar jengkel, ada orangtua yang dulu dengan sabar mengajarkan kita hal-hal yang jauh lebih remeh dari itu.
7/
Keresahan yang dirasakan Jui Purwoto, barangkali, adalah fenomena sosial yang tengah menjangkit di tengah masyarakat kita: gampang memberi label apapun atas apa yang mereka kehendaki sendiri.