Namun setiap ada rezeki akan aku upayakan merayakannya dengan buku atau karya-karya penulis kesukaanku. Setidaknya itu yang pasti.
4/
JokPin dan Sapardi. Keduanya penyair kesukaan. Jika diibaratkan, Sapardi itu legenda (hidup) sedangkan JokPin itu rockstar.
Oleh karena itulah aku penasaran sekali, lewat buku Srimenanti, bagaimana seorang rockstar bermain (atau memainkan, atau mempermainkan) legendanya sendiri.
Seperti ada ego besar yang memecut diri seorang rockstar: bahwa penyair idolanya sudah membuat (beberapa) novel, sedangkan tak satupun dalam karir kepenyairannya seorang rockstar ini wemenulis novel sama sekali.
Itu dugaanku saja. Karanganku.
Namun lembar pertama Srimenanti, paling tidak, sedikit menjelaskan bagaimana buku ini dan penulisnya begitu memiliki hubungan bathil terhadap Sapardi dan puisinya.
JokPin menulis ini: Terima kasih kepada Sapardi Djoko Damono yang puisinya "Pada Suatu Pagi Hari" telah menyebabkan saya melahirkan buku cerita ini.
5/
Sampai pada bagian di mana perempuan dalam puisi Sapardi --Pada Suatu Pagi Hari-- bertemu dengan penyair kawakan Beni Satryo, barulah aku sedikit menyadari: apakah bagian ini sebuah interptetasi JokPin atas puisi Sapardi?
Sungguh menyebalkan berarti.
Perhatikan bagaimana JokPin menuliskannya: "Mengapa pagi itu Nona kelihatan sembab? Nona tampak berduka."
Pertanyaan itu JokPin tanyakan karena perempuan dalam puisi Sapardi memang tampak berduka, padahal masih pagi.