"Karena kita tidak saling kenal. Sesederhana itu," jawabku.
"Begitukah cara laki-laki?"
"Semua orang akan seperti itu menurutku."
Ia berhenti menangis. Aku pergi meninggalkannya.
6/Â
"Percuma hidup seperti daun gugur yang jatuh ke sungai, berjalanlah seperti pengembara yang sedang mengejar tujuan puncak gunung. Hidupmu pasti lebih menantang."
Kalimat itu tertulis di bagian belakang kaos seorang laki-laki. Cukup besar, karena dari jarak yang sedikit jauh aku bisa jelas membacanya.
Aku ulangi sekali lagi kalimat dari baju seseorang tadi dalam hati. Sambil menahan tawa, tentu saja.
7/Â
Perlahan langit terang dengan sendirinya, bulan semakin pucat warnanya, tapi keretamu belum juga tiba. Suara orang mengaji mulai bersautan dari satu masjid dengan masjid lainnya.
Kembali aku mengingat, kapan terakhir kali aku merasakan suasana seperti itu?
Aku pejamkan mata. Merasakan suara orang mengaji itu perlahan masuk ke telinga. Udara yang dingin. Perasaan cemas atas sesuatu yang tidak mungkin.
Kapan? Aku coba terus mengingat. Dalam gelap penglihatanku mulai tergambar sebuah jalan. Lurus. Tidak ada kendaraan lalu-lalang. Terdengar suara langkah kaki. Semakin dekat dan jelas. Sepi. Hanya langkah-langkah kaki, tapi tetap tidak ada apa-apa dan siapapun di sana. Gelap.