Mohon tunggu...
Harry Ramdhani
Harry Ramdhani Mohon Tunggu... Teknisi - Immaterial Worker

sedang berusaha agar namanya di (((kata pengantar))) skripsi orang lain. | think globally act comedy | @_HarRam

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Yang (Sulit) Dipelajari dari Montella dan AC Milan

6 Desember 2017   09:48 Diperbarui: 28 Mei 2019   22:48 2508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari sanalah pijakan berpikir Gus Dur dikemukan dengan mengajak seluruh aspek masyarakat, merangkulnya, untuk menuju kepada amanat reformasi itu sendiri. Laiknya strategi total football a la Belanda.

"Jadi, dengan demikian, menjadi jelas bagi kita bahwa strategi Total Football mesti diterapkan secara kreatif dalam kehidupan kita sebagai bangsa. Dalam satu hal, kita menggunakan strategi catenaccio, sedang dalam lain hal hit and run. Bahkan, kadang kita menggunakan strategi total football dan siapa tahu kita juga memeragakan bola Samba keseblasan Brasil," tulis Gus Dur. Itulah suka dukanya kehidupan berdemokrasi, lanjutnya.

*** 

Seperti halnya Montella, nasib Gus Dur pun demikian adanya: diberhentikan. Harapan-harapan yang selalu disematkan itu, barangkali, terlalu dibumbui ekspetasi yang terlalu tinggi. Hingga pada akhirnya, percepatan dijadikan alasan --bahkan tujuan.

 Tidak mungkin dengan "kekayaan" yang ada dan berikan, tidak mampu menunjang keberhasilan; Gus Dur dengan kekayaan sumber daya manusianya, sedangkan Montella dengan kekayaan investornya.

Jika boleh meminjam istilah filsuf Slovenia, Slavoj Zizek, setiap krisis sosial politik mengandung kekuatan magis. Kekuatan magis itu laiknya solidaritas sosial-universal, yang memersatukan manusia untuk menetang penindasan. 

Hasilnya: bagaimana kita bisa percaya kalau suatu hari nanti Soeharto akan lengser atas kekuasaannya selama 32 tahun? Dan hal itu juga, barangkali, yang membuat Montella --juga Gus Dur--- mesti tumbang atas kekuatan magis tersebut.

Dan sebagaimana penyakit laten kekuasaan, ia selalu tidak ingin tergantikan. Seperti halnya Gatusso, alih-alih melakukan evaluasi saat gagal mencuri poin dari tim sekelas Benavento, dalam konfrensi press selepas pertandingan ia malah mengatakan ingin melatih AC Milan lebih lama lagi. Andai Gattuso membaca roman klasik Buya Hamka, ia akan tahu: "... rupa-rupanya kedukaan dan cobaan mesti diturunkan kepada manusia secukup-cukupnya dan sepuas-puasnya."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun