Juventus, Napoli dan AS. Roma dari Italia. Tentu harapan saya besar pada Napoli. Secara, materi pemain dan kedalaman tim kiranya sudah cukup mengantarkan mereka lolos fase grup. Selebihnya mungkin mesti diselingi doa yang tulus nan-ehlas. Dan jika Juventus berani memangkucadangkan Buffon, sepertinya ada setitik cerah untuk mereka kembali berlaga di final Liga Champions. Tidak tega rasanya melihat Buffon melulu mengambil bola dari gawangnya.
Apa lagi? Bayern Munchen dan Dortmund dari Jerman? Haduuuuh..., kedua tim penguasa itu sedang dalam krisis yang membingungkan. Satu sisi, timnas Jerman tampil perkasa hampir di setiap gelaran kejuaran; sedangkan tim-tim perwakilan Jerman malah perlahan redup. Sebuah paradoks memang, tapi begitulah sepakbola. Sepertinya dari kedua tim penguasa Bundes Liga itu sudah mulai mengurangi porsi pemain mereka yang asli Jerman. Atau, bisa jadi ini bukan paradoks, melainkan kualat! Eh, negara-negara maju percaya hal-hal yang klenik, kah?
Selebihnya, yha, tanpa sedikitpun mengurangi rasa hormat, mereka akan menjadi pelengkap yang (semoga) membuat Liga Champions ini tetap kompetitif. Seperti sewaktu ada Arsenal di Liga Champions.
***
Hanya tim sekelas Arsenal yang sudah susah payah musim lalu menghindari posisi kedua pada fase grup agar supaya bertemu tim-yang-itu-itu-melulu (baca: Munchen dan Barcelona dan sekali-kali bertemu Dortmund; itu juga kalau tidak satu grup), tapi takdir yang akhirnya menetukan. Lolos ke fase grup sebagai juara, sedang dari grup sebelah, ternyata hanya di posisi dua. Arsenal kembali bertemu dan kembali kalah.
Hanya tim sekelas Arsenal yang dua musim lalu hampir tidak lolos di fase grup, tapi mampu melakukan come-back is real kala bisa mengalahkan Bayern Munchen. Setelah lolos, bertemu Barcelona. Gugur lagi.
Hanya tim sekelas Arsenal yang mampu konsisten lolos masuk Liga Champions dan itu prestasi. Sedangkan kalau gugur di babak kedua, boleh lha menuduh itu ulah para mafia judi. Atau, jika berlebihan, anggaplah Arsenal itu tokoh favorit produser dalam sebuah film berjudul "Liga Champions". Kehadirannya diperlukan guna menggaet sponsor dan penonton.
***
Sudahlah. Selamat menikmati Liga Champions yang hambar tanpa Arsenal. Jika yang belum terbiasa bangun rabu dan kamis dini hari tidak perlu dipaksakan. Kasihan badan. Apalagi jika terbiasa bangun malam jumat. Ikuti saja. Seperti saya yang akan memulai membiasakan diri menonton Arsenal di sana.
Pada akhirnya hidup memang seperti puisi: harapan adalah keinginan yang tidak mungkin.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI