Mohon tunggu...
Harry Ramdhani
Harry Ramdhani Mohon Tunggu... Teknisi - Immaterial Worker

sedang berusaha agar namanya di (((kata pengantar))) skripsi orang lain. | think globally act comedy | @_HarRam

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Buku Puisi

10 September 2017   15:23 Diperbarui: 10 September 2017   15:46 1338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru aku ingin mengucapkan terimakasih, kamu lalu melanjutkan ucapanmu, "tapi, andai kamu dijual di toko buku, mungkin iya."

Kita tertawa. Lepas sekali. Dan kamu sering merangkulku dari samping. Sudah tentu aku senang. Aku suka aroma rambutmu yang wangi itu. Seperti ada pabrik parfum di kepalamu.

Ada penyair baru yang kini tengah banyak diperbincangkan. Bukan kritik terhadap karya, melainkan puja-puji terhadap dirinya. Penyair ini muncul secara tiba-tiba di kesusastraan dengan gaya dan pembaca yang jumlahnya melebihi kata-kata dalam buku puisinya. Kamu satu di antaranya. Dan siang itu, kamu datang ke perpustakaan dengan riang. Buku puisimu ada tanda tangan si penyair itu. Katamu, buku ini baru sampai tadi malam. Buki itu kamu pinjamkan untukku. Tidak sampai 11 menit, buku iti sudah kamu ambil lagi. Takut rusak, katanya.

Ya. Aku hanya penjaga perpustakaan umum. Buku-buku bisa saja rusak di tanganku karena tidak terawat. Aku sadar. Dan sudah banyak juga buku-buku yang jadi korban. Maklum, kerja sosial. "Semoga aku bisa merawat buku puisi itu," kataku.

"Tidak, kamu tidak perlu merawatnya. Buku ini tidak akan bernasib seperti buku-buku lainnya di sini. Buku ini biar aku sendiri yang rawat."

"Maksudnya?" tanyaku heran.

"Buku ini tidak akan aku taruh di sini." jawabmu singkat.

***

Aku coba dengan sangat kepada penyair itu untuk datang ke perpustakaan umum ini. Hitung-hitung promosi buku puisi barunya. Sedari awal ia tolak. Banyak undangan yang mesti ia hadiri, dari jumpa penggemar sampai seminar. Tapi aku tidak menyerah. Aku bilang, ada seorang yang sangat mengagumi karyamu, yang kebetulan ulang tahun saat itu. "Tidakkah ingin kau hadiahi orang itu?" namun, jawabannya masih sama: menolak. Aku tutup percakapan itu dengan memberi alamat perpustakaan ini. Datang atau tidak, aku tidak peduli lagi.

***

Ada yang mengirim buku. Entah siapa. Pak pos itu tidak tahu. Aku terima dan aku buka bungkusnya. Ada dua buku puisi penyair itu. Satu di antaranya buku puisi barunya. Hebat, kataku dalam hati, belum sampai setahun sudah keluar buku barunya. Seresah itukah hidupnya? Tanyaku sendiri dan lalu senyum-senyum sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun