Sejak Indonesia kalah dari Jepang pada babak 8 besar Asian Cup 2017, saya jadi tahu: jika ingin menang, tidak bisa hanya bermodal semangat. Gara-gara pertandingan itu yang akhirnya bisa membuat saya mengganti saluran tivi dan menonton yang lain. Pedahal saya sudah menunggunya sedari siang.
Bisa saja jelaskan walau tidak detil. Begini. Sampai pada set kedua, pemain Jepang bisa leluasa melakukan serangan. Bisa leluasa itu maksudnya pemain Indonesia minim --jika ingin tidak dikatakan membiarkan-- melakukan pertahanan. 3 pemain depan seakan tidak mampu membaca pola serangan jepang. Hasilnya, seperti yang tadi saya katakan: pemain Jepang bisa leluasa melakukan serangan.
Poin demi poin bertambah untuk jepang. Pemain libero Indonesia jadi kualahan. Menerima dan menahan serangan jepang seorang diri. Nasibnya tak ayal jomblo di malam minggu: messake.
***
Lapangan voli selalu punya arti, setidaknya bagi saya sendiri. Apalagi setiap ada pertandingan voli, khusus untuk yang tinggal di komplek dan tidak punya lapangan sepakbola yang memadai, adalah magnet tersendiri. Orang-orang dengan sendirinya berkumpul. Kenal atau tidak. Ada yang sekadar datang menonton, ada yang malu-malu ingin diajak main sampai beberapa pedagang memarkir gerobaknya.
Perlu diketahui, komplek saya dihimpit oleh kampung dan perumahan abri. Jadi mereka-mereka inilah tamu-tamu tak diundang yang sering datang. Saya sendiri belajar banyak dari mereka cara bermain voli. Belajar yang baik memang mesti langsung dipraktikan.
Oia, entah kenapa ABRI pada jago maen voli. Setidaknya ketika nyemes dan nyerpen keras sekali. Terlintas dipikiran: kenapa timnas voli (putra) Indonesia tidak pakai jasa mereka? Mungpung ABRI sibuknya hanya tiap jumat pagi; bersih-bersih pekarangan kantor mereka.
***
Namun ada juga yang level memalukannya setara dengan "dikolongin" dalam sepakbola: ketika seseorang gagal menerima smash dan mengenai kepalanya. Itu malunya masyaallah banget. Muka jadi berlipat merah: karena malu dan terkena cemesan.
Atawa, ada lagi yang lain yang menarik. Peran libero itu setidaknya tidak begitu penting-penting amat di voli tarkam. Libero itu saya anggap penting, jika menonton pertandingan voli profesional. Ia adalah awal mula serangan. Jika libero bisa menahan lawan yang nyerpen, maka variasi serangan bisa dilakukan. Contoh: timnas Jepang saat mengalahkan Indonesia. Dan itu, akan berbanding terbalik dengan voli tarkam.
Peran libero dalam voli tarkam biasa sahaja. Kalau bisa menahan bola pertama, yha syukur; jika tidak, yha lima pemain lain akan memburu bola pertama itu. Sedangkan setter (atawa yang akrab disebut tosser) jadi penting. Biasanya dalam satu tim voli tarkam ada satu setter. Dia ini yang membuat pertandingan voli tarkam tidak mirip-mirip banget dengan segerombolan siswa belajar di sekolah. Paling tidak dengan adanya setter, bisa ada yang nyemes.
Saya termasuk setter. Badan yang kadung menonjol pada bagian perut menasbihkan saya untuk itu. Peran karena keadaan. By design. Untuk level tarkam, bisalah saya bangga. Selain dianggap penting, pasti selalu diajak main.
Posisi setter pun biasanya ada di tengah bagian depan. Kalau posisinya sedang di belakang, maka dia akan dengan sendirinya pindah posisi kala ingin melakukan serangan. Di manapun posisinya.
Entah ini berlaku juga atawa tidak pada level profesional. Setiap serangan, voli tarkam hanya punya 3 pola: A, B dan C. Serangan pola a, itu di mana setter memberi umpan kepada smasher sedikit menjauhkan pada net. Serangan pola B, di mana setter memberi umpan tidak jauh dari posisi smasher dan bolanya mesti dekat dengan net. Untuk bisa melakukan pola serangan ini, smasher mesti siap dan sigap menyambar bola itu, karena cepat. Sedangkan serangan pola C, seorang setter memberi umpan ke ujung net, lebih mengarah dekat tiang, untuk kemudian bola itu disambar smasher.
Kami, yang biasa main voli tarkam, pun memberi kode itu secara terang-terangan. Saat bola sudah melewati net dan siap diambil oleh libero, maka smasher sudah rekwes dengan sedikit teriak, "A, a, a...," atawa "B, nih, B," maka setter sudah siap-siap memberi umpan by rekwes itu.
***
Malam itu rumah saya didatangi pemuda Karang Hawu (sebutan untuk karang taruna di komplek saya). Mereka memberikan dua lembar formulir pendaftaran voli untuk pertandingan antar-RT. Maklum, agustus kan romansanya 17an.
Gopah terima dua formulir itu. Membacanya sebentar, menimah lembar formulir itu di tangan, "kayaknya RT 12 gak ikut, deh," kata gopah. "liat, tuh," sambil tangannya menunjuk ke arah piala-piala yang RT saya terima tahun lalu, "ini aja ditaronya di sini, yang di perpus udah penuh sama piala-piala tahun-tahun lalu."
Pemuda Karang Hawu diam saja. Pemuda sekarang mentalnya lemah memang, baru digituin diem. Tapi formulir itu tetap Gopah terima.
"Yaudah ini disimpen dulu aja di sini, siapa tahu mau ikut ngeramein juga. Ikut-ikutan aja, gak nyari juara. Udah kebanyakan piala."
Perpustakaan Teras Baca, 13 Agustus 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H