Peang diam saja ketika saya beritahu itu. Kalau menyontek saja dibiarkan, buat apa berlama-lama di sekolah?
Seperti biasa, kami buat perjanjian sebagai solusinya. Hampir selalu seperti itu apapun masalahnya. Begini isi perjanjiannya:
Saya tidak mau lagi menjemputnya ke sekolah kalau kamu masih ngasih contekkan ke teman kelas. Sebagai gantinya, saya akan memberi uang lebih untuk dicelengkan kalau dalam sehari tidak memberi contekan.
Kami sepakat. Setiap hari saya memjemputnya ke sekolah dan memberinya uang lebih untuk peang celengkan. Tentu kalau saya bisa dan tidak sedang bekerja.
***
Jika sekarang saja banyak yang membela plagiarisme, bagaimana di kemudian hari jadinya? Saya tidak ingin ketika peang sudah besar masih ikut dalam "ombak" tersebut.
***
Sejak kecil saya tidak pernah menghalagi peang main komputer. Internetan. Silakan saja selama tidak terlalu lama. Kalaupun lama juga tidak apa-apa buat saya. Ada hal-hal yang bisa ia dapat sendiri tanpa ada yang mengajari. Internet memudahkannya. Tapi alasan yang lebih masuk akal: hanya dengan begitu, peang asyik dengan komputernya, saya bisa leha-leha. Tidak perlu munafik. Akui sahaja. Benar, kan?
Dulu memang pernah saya belikan peang tablet. Dua kali, malah. Keduanya rusak; satu oleh saya dan satunya rusak olehnya.
Entah ada angin apa, tiba-tiba peang minta dibelikan tablet. Tablet atau PSP. Di antara itu saja, katanya. Dan entah mengapa peang sendiri yang memulai untuk membuat perjanjian. Kalau nanti nilai rapot lebih tinggi dari semester lalu, pokoknya beliin tablet atau psp. Ia bilang itu kepada saya saat peang tahu saya beli hengpon baru.
Mungkin ia iri, entahlah.