Mohon tunggu...
Harry Ramdhani
Harry Ramdhani Mohon Tunggu... Teknisi - Immaterial Worker

sedang berusaha agar namanya di (((kata pengantar))) skripsi orang lain. | think globally act comedy | @_HarRam

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Peang dan Kesukaannya pada Kata

18 April 2017   04:52 Diperbarui: 8 Agustus 2017   08:46 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1/ 

Senang rasanya bisa memberi apa yang dibutuhkan Peang untuk belajar. Dulu, setiap Peang main ke Perpustakaan Teras Baca, ia senang sekali mengambil Majalah Bobo. Edisi lama, sih, tapi tidak mengapa toh cerita anak tidak lekang oleh waktu.

Ada banyak Majalah Bobo (edisi lama), Peang sudah membaca semua. Namun, lambat-laun, saya tidak melihat ketertarikannya. Ia membaca karena di Perpus yang saya lakukan hanya membaca buku dan kadang, jika ingin, saya menulis. Untuk menyibukkan diri, mungkin, Peang ikut membaca.

Barangkali Peang tidak suka. Makanya saya ajak Peang ke mall, ke toko buku agar supaya ia mencari sendiri buku yang ia suka. Diambilnya novel The Jungle Book [Petualangan Mowgli si Anak Rimba]. Ia menghabiskannya dalam satu bulan. Setiap selesai membaca, pada bagian halaman, ia memberi tanda supaya tidak lupa. Reaksinya: biasa saja. Tidak ada yang membuatnya kembali ingin membaca buku cerita lainnya. Saya akui, mungkin saya keliru.

2/ 

Ada satu hal paling tidak jika kalian googling atau apalah, tentang cara-cara mengajarkan anak, yang kalian dapati biasanya ini: mengajarkan lewat cerita. Walau alasannya beragam, namun intinya tetap sama supaya melatih kecerdasan anak dan tidak menghambat kreatifitasnya sedari kecil. Baru belakangan saya sadari, ternyata hal semacam itu tidak cocok untuk Peang. Saya akui, saya keliru.

3/ 

Dari pertunjukan spesial Pandji Pragiwaksono, Messake Bangsaku, ia melemparkan premis yang menurut saya menarik: bahwa usia lima tahun adalah usia di mana anak-anak bisa menerima pemahaman dengan baik; dari apa yang ia lihat, ia dengar dan/atau ia pelajari sendiri.

Pada tahun-tahun itulah Peang menemukan sendiri minatnya. Ia tahu kelak ia ingin jadi apa. Ia tahu untuk bisa sampai pada apa yang ia inginkan, ia mesti melakukan apa. Sialnya, pada masa-masa itu, saya tidak benar memberi pemahaman atau referensi yang Peang butuhkan. Saya akui, saya keliru.

4/

Saya ingat betul ketika Peang hampir berumur 3 tahun dan ia sudah bisa memahami kata. Sekadar memahami, karena saat itu ia sama sekali belum mengenal huruf alphabet. A – Z. Maksudnya begini. Dulu kami punya setumpuk kepingan vcd bajakan, semuanya film. Dari film Nemo,Teletubis sampai Power Rangers dalam banyak versi.

Setelah bangun tidur, ada dua hal yang selalu Peang lakukan: merengek minta dibuatkan susu dan menonton (bahkan ia menyalakan sendiri tv dan vcd-nya) film-film itu. Sekali lagi saya ulang, saat itu umurnya (baru) hampir 3 tahun. Dan Peang sudah tahu kepingan vcd ini film apa. Karena jika kalian beli kepingan vcd bajakan, yang tertera di kepingan itu hanya tulisan, bukan gambar. Jika pagi itu Peang ingin menonton Power Rangers versi Megaforce, ia ambil dan ia nyalakan sendiri.

Pernah sekali waktu saya menguji Peang. Karena jujur, waktu itu saya penasaran. Saya awur kepingan vcd di lantai, saya minta Peang untuk mencari kepingan vcd yang saya sebutkan. Ia berhasil. Tidak ada yang meleset dari pilihannya waktu itu. Kemudian saya menduga: cara Peang memahami kata-kata yang ada di kepingan vcd itu adalah memahami bentuk kata dan/atau kalimat yang ada. Bisa saja saya keliru, toh saya tidak menanyakan padanya mengapa ia bisa. Biarkan saja ia memahami sendiri dengan caranya. Karena belajar yang baik itu, lagi-lagi saya dapati ini dari pertunjukan Messake Bangsaku, paham konsepnya dan tahu cara mengaplikasikannya.

Peang barangkali tahu konsep kata-kata dari bentuknya dan Peang tahu bagaimana mengaplikasikannya. Yha, tanpa perlu tahu kalau huruf P, O, W, E dan R jika disatukan menjadi kata: POWER. Mulai saat itulah saya mengajarkan Peang membaca. Saya ajarkan huruf-huruf lengkap dengan mengejanya. Setelah ia bisa, ia minta sekolah.

Peang masuk sekolah setelah ia bisa baca-hitung-tulis. Buat saya, sekolah tidak mengajarkan apa-apa. Selain disiplin, tentu saja – dan teman memiliki teman sebaya.

5/

"Karena awal mula cerita adalah induk kalimat dan anak kalimat. Namun, jauh sebelum kalimat itu ada, ia hanya kata-kata. Tak berinduk, tak beranak." -- Unknown.


6/

Lain waktu, pernah saya ajak Peang ke Toko Buku Bekas. Saya tentu mencari buku murah. Saya biarkan Peang mencari buku yang sekiranya ia suka. Ia mengambil satu buku: Kamus Bahasa Inggris. Ia bilang, banyak gambar binatangnya. Baru saya ingat kalau Peang ingin sekali jadi Dokter Hewan kalau sudah besar.

7/

Setiap hari, selepas pulang sekolah, sebelum Peang ganti baju, pasti ia sering mengganggu saya nonton NBA. Di rumah adalah waktunya dia menonton Nat Geo Wild. Cara dia menonton buat saya unik: jadi sambil mendengar dan membaca sub-title tayangan Nat Geo Wild, Peang akan menggenggam kamus. Bila bahasannya tentang nama binatang yang aneh, ia akan mencarinya di kamus. Begitu terus. Sekarang pembendaharaan katanya perihal binatang sudah lumayan, melebiihi saya.

8/

Ada kamus baru yang saya beli untuk Peang dengan harga yang lumayan. 250ribu, harganya. Itu tidak sengaja, tapi Peang sangat suka. Untung sedang diskon. Untung gengsi menyelamatkan. Nama kamus itu: First Dictionary – Learn with Words.

tangkapan layar dari twitter
tangkapan layar dari twitter
9/

Bulan lalu ketika saya baru pulang lewat tengah malam, Peang bangun. Ia cerita kalau di sekolah baru saja dibagikan nilai ulangan harian. Semua nilai ia sebutkan. Bagus-bagus, tidak ada yang nilainya di bawah 80. Kemudian ia berdiri, mengambil sesuatu di meja belajarnya. Selembar kertas ulangan. Lampu saya nyalakan. Lembar kertas bahasa inggris, nilainya 100.

Yang saya tanyakan tentu saja apakah ia nyontek? Tidak, jawabnya. Dikasih tahu guru jawabannya? Mana mungkin ulangan dikasih tahu guru jawabannya? Malah Peang yang berbalik tanya. Yha, saya akui, saya keliru.

Lampu saya matikan, kami pergi tidur.

10/

Jika sedang malas belajar dan selesai mengerjakan PR, yang Peang lakukan adalah mengambil bantal, tiduran di depan pintu, membaca kamus. Tadi siang, setelah kami gagal nonton film, kami pergi makan siang. Saat sedang asyik makan, Peang menanyakan  ini: coba tebak udah sampai mana baca kamusnya? Saya jawab, M. Bukan, katanya. O?

“Yang bener, ‘U’,”

11/

Saya akui, saya keliru selama ini.

Perpustakaan Teras Baca, 18 April 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun