Of Mice and Men. Tikus dan Manusia, jika diterjemahkan. Itu adalah novel yang dianggit John Steinbeck pada tahun 1937. Namun, dengan semangat mencerdaskan kehidupan bangsa dan menumbuhkan minat baca, Penerbit Gramedia mengalihbahasakannya tahun ini.
Ini adalah novel tipis kedua kesukaan saya. Hanya 144 halaman. Sebelumnya ada novel Mimpi-mimpi Einstein karya Alan Lightman dan baru-baru ini Nayla karya Djenar Maesa Ayu.Â
Saya membaca novel Of Mice and Men sekali habis dalam sebuah perjalanan pulang dengan kereta dari Palmerah sampai Bogor. Novel ini bisa jadi teman baik ketika kamu sedang sendirian dalam sebuah perjalanan. Percayalah. Sebab novel Of Mice and Men juga bercerita tentang perjalanan (atau, pelarian?).
Ini merupakan bocoran berharga untuk khalayak sekalian yang tidak suka membaca novel yang bertele-tele yang menggambarkan dengan detil sebuah tempat. Saya, termasuk di dalamnya.Â
Meski dibuka dengan sedikit membosankan, novel ini langsung menegaskan bahwa isi cerita ini adalah tentang dua orang yang sedang menyambangi tempat untuk pertama kali. Rasa saling mewaspadai antara satu dan lainnya amat kentara walau sekedar meminum air langsung dari sungai.
Dua orang itu: seorang bertubuh kecil, George namanya; dan satunya lagi kebalikkannya, bertubuh besar, Lennie namanya.Â
Keduanya laki-laki. Mereka adalah pasangan yang sebagaimana pasangan yang kontras: Geoger berwajah muram dan terliehat dewasa, sedangkan Lennie selalu cerita dan pikirannya seperti anak kecil. Secara garis besar, novel Of Mice and Men bercerita kehidupan para buruh di sebuah peternakan.Â
Pada masa itu, tahun tepat novel ini ditulis mungkin, kehidupan para buruh peternakan amat naas: tidak memiliki kesibukkan selain mengolah peternakan.Â
Berbeda dengan George dan Lennie yang datang bersama mimpinya. Ini mimpi mereka setelah mendapat uang yang cukup sebagai buruh: pergi sejauh mungkin, mempunyai sepetak lahan tanah, membangun rumah, menanami banyak tanaman yang bisa diolah dan –tentu saja –memelihara kelinci, seperti yang diinginkan Lennie. Disitulah masalahnya.
Seketika saya jadi teringat sepasang penumpang kereta ini. Entah dari mana mereka. Yang jelas mereka selalu ada di gerbong ketiga, sedang tertidur pulas, ketika saya naik dari Tanah Abang menuju Bogor.Â
Kamu pun bisa menemuinya. Mereka selalu ada, setiap hari, pada jadwal pemberangkatan pertama menuju Bogor – jika kalian dari Stasiun Tanah Abang, pukul 05:55 kalau tepat waktu.
Dua orang itu, yha, persis Geogre dan Lennie. Pernah satu waktu mereka bertengkar ketika kereta masuk Stasiun Tanjung Barat. Seorang yang bertubuh besar itu tidak ingin memasukkan uang ke dalam tasnya dan selalu menggenggamnya bersamaan dengan kartu kereta.Â
Sudah diberitahu oleh yang bertubuh kecil, tapi tetap saja. Malah sampai menampar pipi yang bertubuh besar supaya menurut. Inginnya sekadar memasukkan uang dan kartu kereta supaya tidak hilang.
Atau, pernah juga ketika kedua orang itu tertidur pulas, tiba-tiba yang bertubuh besar mendengkur. Kamu pasti paham bagaimana suara mendengkur orang-orang seperti itu: keras dan menyakitkan di telinga bagi yang mendengar.Â
Merasa terganggu atau malu, barangkali, laki-laki yang bertubuh kecil ketika itu sedang membawa payung ukuran besar dan mementungkan ujung payung tersebut ke kepala laki-laki bertubuh besar dan membangunkannya dan memberitahu agar supaya tidak mendengkur terlalu keras.
Tidak sekalipun, sepenglihatan saya, ketika mereka sedang bertengkar di kereta akan hal-hal sepele tersebut ada wajah kesal dari laki-laki yang bertubuh besar.Â
Ia benar-benar seperti anak kecil yang diberi oleh Tuhan tubuh yang besar. Dan, tidak pernah sekalipun juga laki-laki yang bertubuh kecil itu merasa bosan oleh tingkah polah remeh yang dilakukan temannya.Â
Cobalah kalian temui kedua orang itu. Saya tidak bohong. Kereta pemberangkatan pertama dari Stasiun Tanah Abang menuju Bogor, gerbong tiga. Cirri-cirinya: tertidur sambil memeluk tas dengan tapi berwarna ungu.
Kembali ke novel Of Mice and Men. Disitulah masalahnya, mimpi mereka, hingga akhirnya nasib berkata lain. Of Mice and Men, adalah semacam alegori tentang kehidupan manusia dan tikus – yang barangkali akan selalu mengganggu.Â
Jika kamu selesai membaca novel ini, kamu akan tahu: siapa yang menjadi tikus dan siapa yang menjadi manusia. Namun percayalah, setiap ada masalah yang dibuat akan selalu ada orang lain yang membela, atau menyelesaikan masalah itu. Bagaimana pun caranya.
Sudah dulu. Sebentar lagi Arsenal akan bertanding. Ini penting!
Perpustakaan Teras Baca, 11 April 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H