Ia sudah mati dan sedang menunggu kuburannya digali.*
"Yha. Ia sudah mati dan sedang menunggu kuburannya digali," kata Arra. Selalu begitu. Apapun yang saya tanya atau utarakan, Arra kerap menimpalinya dengan kalimat itu. Kalimat yang ia temukan di novel Lelaki Harimau yang dianggit Eka Kurniawan. Mungkin seperti ada yang mengganjal dalam pikirannya ketika membaca itu, novel yang baru saya hadiahkan di ulangtahunnya ke-20, kemarin lusa, dan Arra langsung menyelesaikan dalam sekali duduk.
Namun yang membuat saya bingung adalah kenapa hanya kalimat itu: Ia sudah mati dan sedang menunggu kuburannya digali.
Awalnya biasa saja. Bahkan saya tidak peduli, tapi lama-lama malah jadi jengkel sendiri. Kalimat itu bisa ia ucapkan saat saya tidak mengajaknya bicara. Semacam mantra yang sedang ia hapal. Semacam doa yang kapanpun ia bisa rapal.
Yang saya bisa lakukan adalah menyalahkan diri sendiri karena telah menghadiahi novel itu. Tapi siapa bisa mengubah nasib?
Satu waktu ketika sedang membuka linimasa Twitter, di sebuah akun yang menjual buku-buku, saya lihat akun tersebut baru mengunggah buku tersebut, Lelaki Harimau. Sekilas saya jadi ingat macan yang lucu itu. Macan yang sedang meraung tapi malah terlihat lucu. Dengan segera saya pesan saja. Hitung-hitung kado. Sebab saya sendiri bingung ingin menghadiahi apa. Percayalah, itu adalah beban yang secara tidak langsung perempuan berikan: hadiah ulangtahun.
Pada hari ulangtahunnya, kami bertemu di beer house tempat kami pertama kenal. Ada satu meja kesukaan kami. Jika sore hampir habis, dari meja itu, terlihat jelas senja yang murung seakan jatuh dihadapan.
"Kamu tahu, harimau tidak hanya ada di kebun binatang atau hutan atau di depan sebuah kantor militer. Harimau juga ada yang bisa hidup di tubuh manusia. Bacalah. Selamat merayakan kelahiranmu," saya serahkan buku itu. Arra membolak-baliknya. Kemudian satu ciuman hangat mendarat tepat di bibir. Saat itu kami tidak pedulikan pelayan yang datang dan menbawa dua botol beer yang kami pesan.
Seperti ciuman penghabisan. Biar saja pelayan dan senja yang murung itu cemburu.
***
"Betapa menyedihkan bila mati masih diminta menunggu," ujar Arra.