KEDUA ANAK PEREMPUANNYA menikah hampir di waktu yang bersamaan. Hanya diselingi satu minggu. Tepatnya: sebelas tahun lalu.
Pernikahan itu pun bukan tanpa alasan. Kedua anaknya jengah dengan perilaku ayahnya, Pak Badrun itu, yang kerap bertingkah aneh kala Ibu meninggal. Kadang selama satu minggu ia kuat tidak makan. Namun setelahnya ia akan sakit-sakitan. Kadang juga tidak pulang. Kalau ini bisa hampir satu bulan. Entah ke mana dan dengan siapa. Sama sekali tidak ada kabar beritanya. Pernah kedua anaknya mencari sembari tanya sana-sini. Yang didapati hanya jawaban kosong. Tidak jelas batang hidungnya.
Barulah ketika kedua anaknya menikah Pak Badrun sedikit berubah. Paling tidak ia jadi sering di rumah dan makannya tidak susah. Itu pun saat kedua anaknya pergi meninggalkan rumah. Pak Badrun amat menikmati kesepiannya.
Selama sebelas tahun itu kedua anaknya tidak sekalipun datang menjenguk. Atau untuk hal paling remeh sekalipun: menengoknya. Pak Badrun hanya tahu kedua anaknya telah punya anak. Masing-masing satu. Ya, bahkan cucunya saja tidak tahu kalau mereka masih punya kakek. Kata 'Kakek' seakan kata asing yang jarang mereka dengarkan di setiap obrolan dengan orang tua masing-masing.
Meraka tidak ingin tahu --atau, memberi tahu lebih tepatnya-- kalau sosok Kakeknya punya kepribadian aneh. Takut anak-anak mereka malu.
DI ATAS MEJA sudah tersaji hidangan yang amat lengkap. Nasi yang masih mengepul hangat, ayam goreng, sayur sop, tempe dan tahu goreng, sambal terasi, lalapan dan tidak lupa kerupuk. Pak Badrun sedikit bingung, siapa yang menyajikan semua itu?
Diletakkan tas berisi bunga Puteri Malu itu di pojok ruang tamu. Langkahnya pelan, menuju meja makan. Dari kamar mandi, keluar anak sulungnya, sembari menggandeng seorang bocah lelaki tanpa mengenakan celana. Sedangkan dari kamar, anak bontotnya yang baru saja memberi ASI ke anaknya. Anak itu terlelap di kamar Pak Badrun. Ketiga saling pandang.
"Ayah," kata si Sulung.
"Ayah," kata si Bontot.
Keduanya menghampiri Pak Badrun. Memeluknya erat. Anak Si Sulung ikut mendekat ke Mamaknya. "Ini Kakekmu, Nak," ujar si Sulung sembari meneteskan airmata.
Tangan Pak Badrun disentuh anak itu, cucunya, dan ada getar di tubuhnya yang kentara. Matanya terpejam.