Dan ini, penjaga pintu kereta. Bukan petugas resmi, maksudnya. Bagi yang sering naik kereta pasti tahu: orang-orang yang berdiri di pintu kereta itu bukan sekadar berdiri dan menyandarkan badannya, tapi merekalah yang dengan suka rela menahan pintu bila kereta sudah ingin berangkat lalu masih ada penumpang lain yang ingin naik.
Pernah bayangkan ketika sudah lari sekuat tenaga mengejar kereta, tapi saat ingin masuk malah pintu kereta menutup dan kereta pergi meninggalkan? Itu seperti seorang yang memperjuangkan cintanya, namun mesti kandas karena tak dapat restu orangtua --sebab berbeda keyakinan.
Tidak usah mengharap lebih pada petugas resmi. Sebab apa yang mereka lakukan sesuai prosedur. Kereta mesti berangkat tepat waktu, tanp peduli ada atau tidak orang yang ingin naik kereta juga. Walau di satu kesempatan, kereta juga sering mengalami gangguan dan mereka membuang-buang waktu penumpang.Â
Penjaga pintu kereta adalah mereka, penumpang biasa, yang sama-sama tahu rasanya sering ditinggalkan kereta. Sering bahkan saya lihat jari mereka hampir terjepit, kaki mereka sakit menahan pintu, sampai telapak tangannya perih karena memukul-mukul pintu karena ada penumpang lain yang entah tas atau jaketnya tersangkut.
Dan saya membayangkan hadir di puisi JokPin: Misalkan Aku datang ke rumahmu / dan kau sedang khusus berdoa / akankah kau keluar dari doamu / dan membukakan pintu untukKu.
Commuterline Tanah Abang - Bogor, 11 Juli 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H