“Kita akan kembali bertemu di Malam Puisi,” tidak ada kalimat selanjutnya sambil penyair ini pergi. Bahkan kopi pesannya tidak sempat dicicipi dan ia juga lupa membayarnya. Semua orang bisa mengubah keadaan, tapi tidak dengan kebiasaan.
Senja bergelantung di antara gedung-gedung pencakar langit di Kota Puisi. Penyair ini tengah bersiap pergi ke Malam Puisi. Pakaian terbaik ia kenakan. Kesedihan paling sakit telah ia siapkan. Biar bagaimanapun, penyair ini memang lebih pantas dikasihani.
Salah seorang penduduk Kota Puisi telah memulai dengan puisi milik M. Aan Mansyur: “Jendela Perpustakaan” dan “Jalan yang Berkali-kali Kau Tempuh”.
Penyair ini tengah bersiap maju ke depan. Membacakan puisinya. Duduk tiga meja dari pintu keluar, kekasih lamanya tengah menyimak.
Penyair ini bunuh diri di panggung Malam Puisi. Kota Puisi perlahan terlihat pudar. Kata-kata menjelma burung-burung di antara dua gunung pada lukisan anak-anak. Kekasih lamanya pergi meninggalkan trauma.
Perpustakaan Teras Baca, 24 Mei 2016
Semua larik diambil dari buku kumpulan puisi M. Aan Mansyur: Melihat Api Bekerja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H