Sebagai anak yang lulus dari sekolah menengah kejuruan negeri di Bogor dan kelas pilihan, saya tahu apa yang Rahmet Ababil rasakan.
Kali pertama saya bertemu Rahmet Ababil itu, seingat saya, di hari pertama audisi stand-up comedy untuk pelajar: Tarung Komika Pelajar yang diselenggarakan oleh Komunitas Stand-up Bogor dan Indosat.
Dua atau tiga tahun lalu, mungkin. Rahmet datang bersama teman seperjuangannya, Ucup Bengsin ke SMAN 2 Cibinong. Siang-siang. Berduaan.
Waktu itu Rahmet sedang merapihkan seragamnya yang kucel karena datang ke lokasi dengan motor. Rahmet bersiap masuk ruang audisi yang di dalamnya tidak hanya juri, melainkan penonton. “Langsung dari sekolah?” tanya saya.
“Iya dari Cibubur…”
Hah!? Cukup lumayan, pikir saya.
Hanya beberapa yang terlewat sehingga Rahmet tidak lolos audisi.
Seperti kisah heroik pada umumnya, sang tokoh utama mesti mengalami nasib sial agar terlihat dramatis pada akhir cerita.
Rahmet tidak lolos di audisi yang pertama, tapi oleh juri ketika itu diberi kesempatan untuk tampil kembali di babak play-off untuk bisa tampil pada babak semi-final.
Ini bukan soal perjuangan, tapi Rahmet tahu apa yang semestinya dilakukan untuk lolos. Sekadar itu.
Materi pun seada-adanya. Intinya lolos ke babak final! Sebab itu yang saya tahu ketika Rahmet mendapat coaching clinic dari para sepuhnya Stand-up Bogor.
Materi yang ia bawa amat datar -karena, biar bagaimanapun juga, awal mula menguji suatu materi itu lucu atau tidak, dari naskah yang akan dibawakannya.
Beruntung sekali Rahmet diberi kemampuan lebih oleh Tuhan sebagai pencerita yang baik dan lucu. Sebab, materi yang ditulisnya itu memang biasa, jadi sangat membantunya.
Komedi lahir dari fakta, bukan dari sesuatu yang mengada-ada. Maka Tuhan punya caranya sendiri untuk bercanda, Ia selalu bersama orang-orang yang berusaha di atas rata-rata dirinya. Rahmet Ababil lolos ke final kompetisi #TKPisatBGR, bersama ketujuh lainnya.
Saya pikir, untuk bisa mendapatkan hal demikian, hanya bisa didapat dari latihan di panggung Open Mic.
Rahmet terpilih pada peringkat kedua di Tarung Komika Pelajar. Selain mendapat beberapa uang yang cukup untuk seusianya, ia juga tampain di perhelatan sakral setiap komunitas: Stand-up Nite.
Bersama para juara Tarung Komika Pelajar, ia pun diberi kesempatan satu panggung dengan Kemal Pahlevi.
Coba saja ingat Komika siapa saja yang sering menjadi headliner di SUCI 5? Rahmet!
Ya, dia. Tapi itu baru sekadar mitos. Boleh percaya atau tidak. Seperti mitos internet masuk Ciatayem. Bagi saya itu masih mitos. Bagaimana mungkin internet bisa masuk ke suatu daerah bernama Citayem yang jauhnya di luar... logika.
Itu mitos, karena kalau mau tahu juara SUCI 5, #CariDiKompasTV!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H