Mohon tunggu...
Harry Dethan
Harry Dethan Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Health Promoter

Master of Public Health Universitas Gadjah Mada | Perilaku dan Promosi Kesehatan | Menulis dan membuat konten kesehatan, lingkungan, dan sastra | Email: harrydethan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bagi Orang Rote, Pesta Tanpa Unsur Kesenian Ini Belumlah Lengkap

11 Oktober 2021   15:22 Diperbarui: 12 Oktober 2021   14:02 1207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi musik gong (Sumber: cyberspaceandtime.com)

Sore itu, upacara penguburan salah seorang keluarga kami baru saja selesai dilakukan. Seperti biasanya, acara perkabungan yang telah dilaksanakan perlu dilanjutkan dengan pengucapan syukur dan penghiburan. 

Tentu saja, tujuannya untuk mengganti suasana "tenda duka" menjadi "tenda sukacita". Mempercayai bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah rencana Tuhan yang terbaik dan patut disyukuri.

Bagi orang Rote, dalam setiap perhelatan upacara, pesta, atau acara apapun, seperti pernikahan, pemberkatan rumah baru, penyambutan tamu, termasuk kematian, unsur seni wajib selalu ada. Salah satu kesenian yang hampir selalu dipertunjukan adalah gong Rote. 

Kebanyakan orang dari suku Rote (termasuk yang saya rasakan) menganggap bahwa acara tanpa musik ini belumlah lengkap.

Mungkin saja bagi orang-orang di generasi sekarang, permainan alat musik atau tarian adat mungkin tidak terlalu diminati lagi penampakannya. Sudah cukup jarang kesenian daerah ditampilkan pada acara-acara keluarga yang mulai terisi dengan budaya modern. Alhasil, kebanyakan unsur seni kebudayaan hanya dapat kita nikmati pada pementasan atau festival di momen-momen tertentu saja.

Saya cukup beruntung karena hidup di tengah keluarga yang masih menyukai pertunjukan kesenian adat pada acara-acara keluarga. 

Salah satu kesenian yang selalu dimainkan sebagai hiburan atau penjalin tali persaudaraan adalah musik gong, sasando, hingga tarian seperti te'o renda dan foti.

Ilustrasi musik gong (Sumber: cyberspaceandtime.com)
Ilustrasi musik gong (Sumber: cyberspaceandtime.com)

Secara pribadi, yang menjadi favorit saya adalah alunan musik gong dan tarian foti. Alasannya karena setiap kali melihat dan mendengar keduanya, rasa semangat dan gembira selalu muncul dari dalam hati. 

Biasanya di keluarga saya, beberapa to'o (arti: sebutan khusus orang Rote untuk paman) sangat pandai mempertunjukan kesenian tersebut.

Sebagai orang yang lahir dari keluarga suku Rote, saya pun sebenarnya tidak terlalu memahami setiap makna dari kesenian yang ada. 

Biasanya tipe orang seperti saya sering disebut sebagai "Rote tempelan", karena kurangnya pengetahuan terhadap adat dan budaya suku sendiri. Saya menyukainya karena musik dan tarian tersebut sangat bagus dan unik.

Setelah sedikit bertanya dan membaca, saya mendapatkan secuil pemahaman tentang musik gong Rote dan tarian foti. Alat musik gong terdiri dari beberapa susunan yang dimainkan. Setiap susunan memiliki arti tersendiri yang menggambarkan keluarga. 

Dalam bahasa Rote, gong disebut sebagai meko. Ada bilah gong yang melambangkan ibu, ayah, anak-anak, hingga keluarga lainnya. Penjelasan lengkapnya bisa dilihat di sini.


Gaya permainan gong Rote menggunakan teknik pentatonik yang dimainkan oleh beberapa orang. Karena itu, selain terdapat fungsi sosial, ada juga fungsi edukatifnya. 

Dengan berlatih atau memainkan musik gong, pemainnya akan menjadi lebih saling menghormati, tidak egois, serta meningkatkan kemampuan koordinasi.

Dari yang saya perhatikan, dalam memainkan gong Rote, menjaga tempo permainan adalah kuncinya. Jika salah seorang pemain salah memukul gongnya, temponya akan terganggu dan merusak permainan orang lain. Karena itu, kerja sama dan chemistry adalah hal yang utama.

Selanjutnya, tarian foti juga menjadi kesenian yang terkenal dan banyak disukai orang Rote. Foti berarti cepat. Mengutamakan kecepatan kaki yang dihentakan ke tanah hingga abu dan debu mengepul membuat orang-orang yang menontonnya akan terbawa suasana semangat.

Tarian foti biasanya dilakukan oleh penari pria. Ada yang melakukannya sebagai hiburan, ada juga yang menyebutnya sebagai tarian kemenangan perang.

Menurut saya, kesenian ini merupakan identitas dan kebanggaan yang patut dilestarikan. Meski arus globalisasi terus menerpa dan membuat kebudayaan negara lain sepertinya lebih menarik, kita tetap perlu mempelajari kebudayaan daerah kita sendiri.

Mungkin saja kita tidak terlalu merasa tertarik karena belum terlalu mengenal budaya daerah kita. Tapi setelah mengetahui makna dan filosofinya, ternyata kesenian daerah yang ada bisa membuat kita lebih mencintainya. 

Lalu, setelah kita lebih mencintai kesenian tersebut, rasanya tidak akan lengkap jika kesenian itu tidak dipertunjukan dalam suatu perhelatan atau acara.

Semoga kita semua bisa lebih memahami dan membanggakan kesenian dan kebudayaan asli negara kita. 

Salam hangat dari seorang "suku Rote tempelan" yang juga masih belajar untuk mencintai kesenian dan kebudayaan daerah asalnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun