"Kakak? Kakak? Mari sini." Mama memanggilku dengan terburu-buru. Dengan cepat lansung kudapati mama di depan rumah.
Baru saja aku muncul, mama lansung memelukku dengan erat. Kulihat air matanya membasahi pipi. Ada apa gerangan? Apakah wanita tadi melakukan hal yang tidak menyenangkan? Tenunan milik mama juga tidak terlihat lagi.
"Ada apa mama? Mama kenapa?" Tanyaku sambil mengusap pundak mama.
"Lia, ini. Kamu sekarang sudah bisa daftar kuliah. Terima kasih Tuhan." Mama menunjukan uang yang sedang ia pegang. Barulah ku tahu bahwa wanita yang bertamu tadi adalah pemesan tenun dari mama.
Tak ada satupun kata yang terucap. Air mataku juga ikut menetes. Doaku setiap malam akhirnya terjawab. Masih kuingat bahwa saban hari, aku masih menyalahkan keadaanku sebagai anak petani miskin. Aku bahkan merasa iri hati dengan teman-temanku yang sudah berkuliah.
Beberapa waktu lalu aku hendak mengubur mimpiku untuk berkuliah. Bapakku sedang sakit, sedang kondisi ekonomi tidak memungkinkan. Namun, Tuhan memang sayang padaku. Benarlah,Tuhan akan memberikan yang terbaik bagi yang selalu berharap padanya.
"Kakak Lia, Kenapa kamu diam?" Mama kembali menyadarkanku dari lamunanku. Yah, ini bukan mimpi. Aku bisa melanjutkan pendidikan yang kuimpikan. Terima kasih mamaku.
***
"Selamat yah Ibu Lia, semua busananya sangat indah. Tenunan dari NTT memang sangat bagus." Ucap salah satu kenalanku yang hadir dalam pameran busana yang sedang kuadakan. Kata-katanya menyadarkanku dari lamunan saat aku melihat para model berjalan dipanggung dan memamerkan semua busana yang ku buat sendiri.
"Terima kasih." Balasku tersenyum. Pameran busana yang kuimpikan semenjak mulai berkuliah akhirnya menjadi kenyataan. Hal pertama yang kuingat saat ini adalah mama.
"Semua proses yang panjang, usaha yang keras dan kesabaran pasti akan beri kita hasil yang baik." Kalimat dari mama tersebut selalu menjadi pegangan hidupku hingga sekarang. Terima kasih mamaku sayang. Aku sangat mencintaimu. Apakah kau melihatku dari atas sana?