Mohon tunggu...
Harry Dethan
Harry Dethan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Health Promoter

Email: harrydethan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Siap Kapten!

21 Juni 2019   16:01 Diperbarui: 21 Juni 2019   16:18 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: bestlifeonline.com

Hatinya mulai dingin. Kekecewaan mulai merasuk sampai ke dalam setiap sudut ruang hati. Janji bahwa ia akan mengantar dan menemani tidak dapat dipenuhi. Sudah dihubungi berulang kalipun tak direspon.

Wati sudah mendapatkan panggilan dari pihak bandara. Penerbangan sepertinya akan segera berlangsung. Sudah tak ada lagi waktu untuknya bertatap muka dengan Frans, sahabat sejak masa kecilnya yang berharga, sebelum berangkat ke Australia.

Sahabat yang dalam 10 tahun terakhir ini hilang bagai ditelan bumi dan baru bertemu kembali pada beberapa hari yang lalu. Pertemuan singkat tersebut berakhir dengan tatap muka yang singkat dan perjanjian untuk menemaninya di bandara nanti.

"Aku akan ada di sana. Mulai sekarang kita akan sering bertemu kembali." Ingatan Wati pada janji tersebut malah membuatnya sedih lantaran ia merasa diberi harapan palsu oleh sahabatnya tersebut.

"Sudahlah. Pasti dia sudah melupakanku. Belum sempat lagi ku melepas rindu padanya. Aku sudah dilupakannya sekarang. Tinggal dimana dia? Kerja dimana dia sekarang? Ah. Dia mungkin saja sudah tak menghiraukanku lagi." Wati menggerutu terhadap diri sendiri yang memang sedang sangat rindu pada Frans.

Dengan hati yang kecewa, ia memulai penerbangan. Penerbangan yang akan membawanya pada kehidupan yang baru. Memulai pekerjaan yang baru di negeri orang, sambil melupakan semua kenangan bersama Frans sejak masa kecil.

"Toh sudah 10 tahun tidak pernah bersua. Mungkin saja hanya aku yang selalu mengingatnya. Malah dia tidak. Mungkin saja aku sudah tak ada dalam pikirannya." Entah sudah berapa 'mungkin' yang jadi tanya dalam kegusarannya sedari tadi.

Perjalanan lalu dimulai. Waktu di atas pesawat berlalu sangat lambat. Mungkin saja karena kegelisahan hati yang sedang melanda.

"Sudahlah Wati. Ayo berjanji. Saat turun pesawat nanti, kamu sudah harus melupakannya!" Wati dalam hati.

Pesawatpun mendarat. Negara ini seperti menyambut dengan wajah yang cukup muram, semuram hati Wati.

Kaki melangkah secara perlahan di bandara dengan pikiran yang mulai diarahkan. "Aku harus fokus!" ucapnya.

Langkah digerakkan menuju ke luar bandara. Seseorang lalu memegang pundaknya dari belakang. Pria tersebut memakai pakaian seperti seorang pilot. Yah, ia memang pilot.

"Bagaimana penerbangannya?" ucap pria tersebut sambil tersenyum.

Wati kaget dan diam terpaku menatap pilot yang sedang berada di hadapannya sekarang. Semua perasaan gelisah berganti menjadi bingung.

"Selamat untuk penerbangan perdananya, kapten Frans." Beberapa awak dan staf bandara bergantian mengucap saat lewat di sebelahnya. Pilot tersebut ternyata adalah Frans, sahabat dan orang yang membuatnya gusar sedari tadi.

"Wati, kenapa diam?" Tanya sang kapten yang baru saja melakukan penerbangan perdananya.

"Tidak apa-apa, Frans." Jawab Wati yang masih belum percaya bahwa sahabat yang juga menyukainya sejak dulu tersebut, berdiri di hadapannya sekarang sebagai seorang pilot.

Masih lekat dalam ingatan Wati saat teman-temannya menertawakan ketika Frans berkata bahwa ia ingin menjadi seorang pilot saat SMA. Yah, seorang anak penjual sayur menjadi seorang pilot? Hal yang meragukan bagi banyak orang.

Hanya Wati seorang yang tak pernah menertawakan mimpi dari Frans tersebut. Penguatan dari Wati membuat tekad yang sempat luntur kembali membara.

"Wati? Hei?." Ucap Frans sambil melambaikan tangannya di wajah Wati yang masih termenung.

"10 tahun menghilang dan kembali muncul seperti ini,  kau membuatku hampir jantungan. Belum lagi ku minta penjelasanmu beberapa hari lalu, kau hanya memberikan janji bertemu di bandara dan lansung pergi. Dasar!" Wati dengan nada jengkel.

"Maafkan anak penjual sayur ini, Wati. Terima kasih atas segalanya." Frans kembali mengingat bahwa saat harapannya telah pudar, Wati ada di sana untuk memberikan semangat.

Wati tidak berucap sepatah katapun. Hanya air mata yang berbicara. Segala rasa rindu yang tertampung bertahun-tahun di hati, seketika tumpah lewat tangisan.

"Wati, maaf membuatmu menunggu lama. Banyak yang harus kuusahakan sebelum bisa berdiri di hadapanmu sekarang dan menunjukkan hasil dari doa kita bertahun-tahun lalu." Sambung Frans dihadapan sahabat, sekaligus wanita yang sudah disukainya sejak lama tersebut.

"Terima kasih Tuhan." Ucap Wati tiba-tiba sambil tersenyum melihat pilot di hadapannya.

Rasa bersalah Frans pun sedikit berkurang melihat respon dari Wati tersebut. Namun tetap saja, ia masih takut bila Wati sudah melupakannya.

"Wati, masih ingat tawaranku waktu lalu? Sekarang aku akan menawarkannya lagi padamu." Frans sambil menatap harap.

"Tawaran apa, Frans?" Wati terlihat berpikir untuk mengingat.

"Sudah siap keliling dunia bersama?" Frans mengingatkan.

"Hahahaha. Ia aku baru ingat. Pertanyaan tersering yang kau ucapkan sejak masa kecil saat melihat peta dunia." Ucap Wati. Anggukan dari Wati mengikuti dan menunjukkan bahwa ia masih menyimpan ruang khusus di hatinya bagi Frans.

"Tapi, sebelum berkeliling dunia, ayo jelaskan semuanya." Ucap Wati yang meminta penjelasan tentang Frans yang tidak pernah mengabarinya bertahun-tahun.

"Ia. Pasti ku jelaskan. Ayo, aku antar." Frans sambil mengajak Wati bergegas.

"Siap Kapten!"

Entah apa yang membuat mereka berdua tetap saling menjaga, meski lamanya kabar tak menghampiri. Mungkin saja karena doa selalu saling bertukar dalam ruang yang disebut rindu.

 

Kupang, 21 Juni 2019

Harry Dethan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun