Mohon tunggu...
Harry Darmawan Hamdie
Harry Darmawan Hamdie Mohon Tunggu... Relawan - PNS pada Satuan Polisi Pamong Praja Kab. Barito Utara, Inisiator Beras Berkah Muara Teweh Kalteng.

PNS pada Satuan Polisi Pamong Praja di Kab. Barito Utara Kalimantan Tengah. Inisiator Komunitas Beras Berkah di Muara Teweh Kalteng dan Ketua Yayasan Beras Berkah Muara Teweh.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Panem et Circenses Ketika Kepala Daerah Pamit

9 September 2023   13:45 Diperbarui: 9 September 2023   21:28 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak Zaman Romawi Kuno untuk merebut hati masyarakat Kaisar Romawi menggunakan "roti dan sirkus". Roti dan sirkus (Panem et circenses) Kaisar membagi makanan dan memberikan hiburan-hiburan agar masyarakat melupakan masalah-masalah besar dan penting yang dihadapinya. Ternyata pendekatan ini ditiru oleh banyak politikus di zaman sekarang.

Saat ini, kepala daerah pamit sibuk dengan "roti dan sirkus". Roti dan sirkus yang menjelma menjadi acara makan-makan gratis, syukuran perpisahan, bagi-bagi hadiah doorprize, lomba olahraga Kepala Daerah Cup, acara hiburan rakyat, konser musik gratis, dll.

Dengan acara keramaian tersebut Bupati, Walikota maupun Gubernur yang habis masa jabatannya ingin melenggangkan pengaruh politik dan kekuasaanya. Ada yang menginginkan kekuasaan periode kedua, atau bagi kepala daerah yang sudah 10 tahun ingin membangun dinasti dengan menjadikan anak, isteri atau kerabat lain melanjutkan kekuasaanya.

Berbagai acara yang disuguhkan dengan gratis tersebut selalu memobilisasi masyarakat dengan jumlah banyak, semacam memberi signal kepada lawan politik bahwa kepala daerah yang pamit masih memiliki massa pendukung yang perlu diperhitungkan.

Alih-alih mempersiapkan masyarakatnya menghadapi masa depan yang penuh tantangan setelah kerusakan sosial ekonomi masyarakat karena pandemi, Kepala daerah yang lengser dan kroninya sibuk dengan politik "roti dan sirkus" tadi.

Dari sisi politik, masyarakat tidak dipersiapkan untuk menghadapi suksesi yang lebih cerdas dan berkualitas. Tidak ada kampanye dari pemimpin untuk tidak menerima uang politik atau serangan fajar.

Tidak juga himbauan kepada partai untuk menjual programnya daripada sibuk mencari amunisi untuk bagi-bagi duit demi mendapatkan suara pada saat perhelatan politik dilaksanakan.

Masyarakat juga tidak disuguhi suksesor yang dilahirkan dari sistem suksesi yang memadai, yang mampu memberikan pilihan terbaik bagi masyarakatnya. Demi kepentingan membangun dinasti, yang terbaik ada anggota keluarga sendiri, mengesampingkan kebutuhan daerah untuk mendapatkan pemimpin yang berkualitas.

Dari sisi ekonomi, usaha kecil yang lebih mampu bertahan ketika pandemi malah mengalami keadaan yang menyedihkan, tumbang seiring dengan tumbuhnya usaha atau perusahaan dengan modal yang kuat pasca pandemi.

Meskipun terjadi pertumbuhan ekonomi namun kenaikan harga yang sulit dikendalikan membuat masyarakat bawah dan berpenghasilan tetap lebih menderita. Banyak kepala daerah yang buru-buru mengejar peningkatan pembangunan infrastruktur tanpa memperhatikan kerusakan ekonomi akibat Covid, belum semuanya telah dipulihkan.

Khusus untuk infrastruktur, masih ada kepala daerah yang ingin membangun Monumen keabadian, (meminjam istilah Mark Manson dalam buku Seni Untuk Bersikap Masa Bodoh), Kepala Daerah ingin dikenang selama mungkin dengan biaya berapapun tanpa kajian akademis yang memadai.

Reformasi birokrasi, dengan dalih tahun-tahun politik, penempatan pejabat diarahkan untuk mendukung keberhasilan keberlanjutan kekuasaan pasca lengser. Bukannya menempatkan pejabat yang kompeten yang akan membuat dinas/instansi menjadi lebih efektif dan efisien menjalankan tugas agar pemerintah daerah mencapai tujuannya yaitu kesejahteraan dan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat.

Dinas instansi daerah malah berubah menjadi alat kampanye terselubung dan "mendahului" kepala daerah. Kepala Dinas Berlomba-lomba larut dalam loyalitas, namun juga menjadi yang pertama melompat apabila pilihan yang didukung gagal. Tidak sedikit sumber daya dinas instansi yang teralihkan untuk membayar harga loyalitas tersebut. 

Tentu tidak semua daerah mengalami kegagapan dalam menghadapi pergantian kepemimpinan. Masih ada kepala daerah menunjukan jiwa kepemimpinannya dan meninggalkan warisan berupa kinerja pemerintahan yang baik tanpa "cawe cawe" dalam pengertian negatif terhadap suksesi yang akan terjadi.

Masih ada kepala daerah yang melakukan hal kebalikan dari sekedar membius masyarakat dengan roti dan sirkus tapi benar benar melakukan pembangunan yang berarti bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah.

Akhirnya, frasa "Roti dan Sirkus" seperti yang dijelaskan di wikipedia, dalam konteks politik, frasa tersebut berarti menghasilkan persetujuan publik, bukan dengan keunggulan dalam pelayanan publik atau kebijakan publik, namun dengan pengalihan perhatian, yaitu dengan memenuhi kebutuhan masyarakat yang paling mendasar dengan menawarkan solusi paliatif : makanan atau hiburan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun