Kegiatan penertiban belum dimulai, seorang ibu tiba-tiba datang dan berkata "Pak Harry dagangan ulun (saya-bahasa banjar) jangan diangkatlah, ulun hari ni ja jualan di situ (di atas trotoar) besok kada lagi, ulun yang dulu suah menelpon pian gara-gara kada dapat lapak di pasar".
Setahun yang lalu beliau memang pernah menelpon, di telpon beliau menangis dengan tersedu-sedu mengungkapkan "kasus"nya. Masalah yang diluar kewenangan saya untuk memberikan solusi, saya menganjurkan beliau dan teman-temannya senasib untuk mendatangi anggota DPRD atau langsung ke Bupati.
Hari itu, 16 Agustus 2023, seperti biasa kami melakukan pengawasan pelanggaran peraturan daerah (Perda), sebelum berangkat anggota sudah saya arahkan untuk mentarget empat buah toko elekronik yang menggelar dagangannya sampai ke trotoar bahkan ke badan jalan.
Ketika tiba di lokasi, toko- toko yang kami target masih ternyata masih tutup. Kedatangan kami membuat kepanikan pedagang Kaki lima (PKL) di sekitar toko terutama pedagang buah musiman yang menggelar lapaknya di trotoar.
Selama 2 tahun lebih bekerja di lapangan dengan banyak orang terutama pedagang kecil dan PKL, saya semakin maklum kenapa sering sekali mendengar pejabat di pusat memberi arahan kita untuk selalu persuasif dan humanis dalam melakukan kegiatan.
Sebagai satuan yang bertugas menegakan peraturan daerah (Perda) dan peraturan Bupati (Perbup), tentu Satpol PP diberi banyak kewenangan termasuk melakukan penindakan, penindakan non justisia maupun penindakan justisia.Â
Penindakan justisia adalah penindakan yang dapat membawa pelanggar ke pengadilan dan mendapatkan sanksi pidana, penindakan ini adalah alat kekuasaan untuk menciptakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.
Namun harus diingat prinsip Ultimum remedium, suatu masalah dapat diselesaikan dengan jalur kekeluargaan, mediasi, perdata atau hukum administratif hendaklah jalur tersebut yang didahulukan, artinya pendekatan hukum pidana/sanksi pidana adalah pilihan paling akhir.
Selain itu, perda atau perbup adalah hukum administratif yang memuat sanksi pidana. Dengan kata lain perda bukanlah hukum  pidana asli, pengenaan sanksi pidana hanyalah pemberat atau alat pemaksa akhir kepada pelanggar yang memang 'ngeyel" sulit ditertibkan.
Sebagian besar Perda dibuat oleh Dinas atau instansi demi menjalankan tugas pokok dan fungsi dinas/instansi dalam rangka melayani masyarakat dan untuk menjalankan pemerintahan di daerah.
Penegakan perda terlebih dahulu harus dilakukan oleh dinas instansi terkait melalui sanksi administratif (memberi teguran sampai mencabut izin usaha). Pemberian sanksi administratif cukup efektif dalam upaya penegakan perda. Sementara Satpol PP adalah penegak perda lapis akhir, namun dengan kewenangan melakukan penindakan.
Pak Supian adalah pekerja serabutan, Kaki beliau patah sehingga harus berjalan pincang dengan tongkat. Untuk memenuhi kehidupan sehari-harinya beliau berjualan buah di pinggir jalan. Bila tidak ada pemilik buah yang menitipkan buah untuk dijual beliau beralih profesi sebagai pengemis.
Seperti kebanyakan pelanggar perda lain beliau tidak mengerti hukum. Dan seperti kebanyakan masyarakat kecil, beliau juga tidak bisa membedakan perda dengan Undang-undang, yang beliau tahu adalah menyambung hidup hari demi hari.
Meskipun salah satu asas hukum, presumption iures de iure, ketika suatu peraturan perundang-undangan telah diundangkan maka pada saat itu setiap orang dianggap tahu. Menganggap semua orang tahu tentang perda yang kita tegakkan sungguh mengundang resistensi dan pelawanan fisik.Â
Kami juga sering menghindari melaksanakan kegiatan pengawasan atau penertiban pada akhir bulan, dua pihak biasanya sama-sama dalam kondisi keuangan yang kritis, sering terjadi "sengketa" yang tidak perlu. Perlu diketahui 70% anggota Satpol PP adalah tenaga honorer dengan penghasilan pas-pasan atau bahkan kurang.
Kami bahkan pernah ditantang menggunakan kekerasan bukan sekedar dicaci maki, untunglah sebagian besar tim saat itu bisa menahan diri meskipun di dalam hati saya menggumam seandainya kami layani, dengan anggota yang banyak dapat diduga siapa yang akan  babak belur, untungnya anggota tampaknya memahami kondisi psikologis dan ekonomis PKL yang marah-marah tersebut.
Di tempat lain, Abah rusna, seorang kakek, PKL pedagang celana pendek yang berjualan di atas trotoar depan kuburan muslimin Muara Teweh. Mengaku kehilangan lapaknya di pasar, setelah pasar direhab pasca kebakaran.
Kegagalan pemerintah daerah dalam menyediakan tempat berusaha bagi masyarakat lemah tentu saja menjadi salah satu pertimbangan dalam menggunakan hukum pada penertiban pelanggaran perda.
Sebagian besar pelanggaran yang dilakukan PKL, pedagang kecil merujuk pada perda pembinaan dan pengawasan PKL kebanyakan adalah kasus tipiring - tindak pidana ringan, yang ancaman kurungannya maksimal 3 bulan.
Karena tipiring, acara pemeriksaan cepat, tidak memakan waktu yang panjang atau berlarut larut. Namun beban psikologis masyarakat bila dihadapkan ke pengadilan apalagi masyarakat kecil, bisa jadi tidak sepadan dengan kesalahan yang dilakukan.
Tindak pidana ringan dapat juga dikenakan denda namun dan bagi Kabupaten dengan kondisi geografis yang luas, terhadap pelanggar di luar ibu kota Kabupaten tentu memakan biaya dan tenaga.Â
Diskresi aparat penegak perda untuk menghindari penegakan justisia pasti sering terjadi pendekatan non justisia selain lebih murah juga lebih ramah bagi pelanggar perda.
Beberapa daerah yang memiliki sumber daya yang cukup dapat menyediakan Polisi Pamong Praja di kecamatan, sehingga proses penegakan perda dan pelayanan ketertiban umum dapat lebih efektif dan efisien. Sayangnya daerah itu bukan di Kabupaten Barito Utara.
Kebanyakan pelanggar perda memang adalah PKL, namun bila dikaji lebih obyektif mereka juga lebih mudah untuk ditertibkan. Jumlah PKL yang melakukan pelanggaran berulang-ulang tidaklah banyak.Â
Sebagai PNS yang mengabdi di tempat dimana saya dilahirkan, saya bersyukur dapat memilah pelanggaran yang dipaksa oleh keadaan, dan pelanggaran yang memang ingin selalu diuntungkan dengan pelanggaran yang dilakukannya.
Nama-nama dalam tulisan ini fiktif namun pelakunya nyata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H