Bila kita melintasi Jalan Pramuka Muara Teweh, Barito Utara, terasa sekali aura semrawutnya. Jalan yang awalnya indah dan rapi, sekarang sepanjang bahu jalan diisi dengan lapak-lapak buah dan Pedagang Kaki Lima (PKL).
Pembeli berdiri di pinggir jalan tanpa peduli keselamatannya, Motor dan mobil pembeli berhenti di badan jalan mengganggu arus lalu lintas, bahkan kadang pedagang melakukan bongkar muat di jalan, memakan jalan semaunya.
Jalan Pramuka memang diniatkan sebagai jalur hijau. Oleh pemerintah daerah sepanjang jalan ditanam Pohon-Pohon palem, trotoar hanya di beberapa bagian jalan sementara lainya tanah rumput yang ramah lingkungan. Selain itu pemda juga memberi ornamen-ornamen lampu hias yang nampak berwarna warni ceria terutama di malam hari.
Kesemrawutan di Jalan Pramuka harusnya tidak terjadi seandainya peraturan daerah ditegakkan dengan semestinya. Masih jelas diingatan anggota Satpol PP Barito Utara ketika melakukan penertiban pedagang buah Durian yang memancing reaksi penolakan dari masyarakat. Padahal yang sedang dilakukan Satpol PP saat itu adalah memperjuangkan kepentingan masyarakat Barito Utara pada umumnya, yang sedang berhadapan-hadapan dengan kepentingan pedagang Buah Durian.Â
Selain penertiban, dari sisi hukum daerah, Penegakan peraturan daerah dapat dilakukan oleh Satpol PP bersama dengan dinas/instansi terkait untuk mengembalikan keadaan Jalan Pramuka seperti seharusnya.
Paling tidak ada 6 Perda yang perlu dilakukan penegakan kepada pelanggar di Jalan Pramuka Muara Teweh. Pertama, Perda Nomor 6 Tahun 2017 Tentang Pengelolaan Pasar Rakyat, Pasar Modern, Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima (PKL). PKL berdagang di atas trotoar atau ruang pejalan kaki, tanpa izin dan tidak terdaftar di Dinas pembina PKL atau UMKM.
Kedua, Perda Nomor 13 Tahun 2015 tentang Pengaturan Lalu Lintas. Pembeli yang berhenti atau parkir di badan jalan menghambat lalu lintas dan tanpa disadari membahayakan diri sendiri.
Ketiga, Perda Nomor 3 Tahun 2016 tentang Bangunan Gedung. Banyak toko-toko yang membangun melampaui tanah pemerintah sehingga menutupi pohon Palem dan menutupi trotoar. Kesadaran penyewa toko untuk tidak menambah bangunan yang disewa bersamaan dengan kesadaran pemilik bangunan untuk mengingatkan penyewa bahwa pelanggaran aturan memiliki konsekwensi hukum.
Keempat, Perda Nomor 7 Tahun 2022 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah, Pohon pohon yang rusak dipaku karena perluasan warung atau sekedar memasang pamflet/leaflet pada dasarnya merusak aset daerah. Begitu pula dengan yang merusak rumput atau trotoar mengganggu dan merusak barang milik daerah yang artinya merusak barang milik masyarakat banyak.
Kelima, Perda 3 Tahun 2019 Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kab. Barito Utara. Jalan pramuka memang tidak dibuat untuk kawasan perdagangan atau pasar. Ornamen dan pohon hias (Palem) yang ditanam jelas menunjukan Jalan Pramuka merupakan jalur hijau yang harus dilindungi fungsinya. Penataan PKL harus selaras dengan fungsi ruang dari Jalan Pramuka. Jalur hijau dibuat dengan fungsi peneduh, peredam kebisingan, perlindungan bagi pejalan kaki, menjaga suhu udara dan menambah keindahan kota.
Keenam, Perda Nomor 14 Tahun 2015 tentang Izin Angkutan Barang dan Pengoperasian Alat Berat. Mobil pick up atau mobil muatan barang sering bongkar muat di badan jalan Pramuka. Tentu saja mengganggu aktivitas dan lalu lintas masyarakat. Seandainya terjadi kecelakaan karena jalur lalu lintas yang sempit tentu pedagang tidak mau bertanggungjawab atas perbuatannya berdagang di tempat yang tidak diizinkan.
Khusus untuk bongkar muat di Kab. Barito Utara sudah diatur melalui Peraturan Bupati Nomor 25 Tahun 2018 tentang Kawasan Bongkar Muat Barang Dalam Kota Muara Teweh.
Dari keenam Perda tersebut, pelanggaran yang paling ringan pidananya adalah Perda Nomor 6 Tahun 2017 Tentang Pengelolaan Pasar Rakyat, Pasar Modern, Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima dengan ancaman pidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda paling banyak 50 juta, pelanggaran perda ini termasuk dalam Tindak Pidana Ringan (Tipiring).
Pada tanggal 12 Juli 2023 Bidang Penegakan Perundangan-Undangan Daerah melakukan koordinasi ke Polres Barito Utara, Kejaksaan Negeri Muara Teweh dan Pengadilan Negeri Muara Teweh dalam hal penegakan perda terutama dalam kaitannya dengan penanganan pelanggaran perda, tentu pelanggaran perda yang memiliki sanksi pidana, baik pidana ringan maupun biasa.
Pelanggaran perda di Jalan Pramuka sebagian besar adalah pelanggaran terhadap Perda Nomor 6 Tahun 2017 terutama terkait PKL, penanganan atas pelanggarannya di pengadilan hanya dengan mekanisme Tindak Pidana Ringan. Karena ancaman pidananya ringan. Pengaturan hukum tentang tindak pidana ringan pada dasarnya telah diatur dalam Pasal 205 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, termasuk prosedur penyelesaian perkara tindak pidana ringan melalui acara pemeriksaan cepat yang tertuang dalam Pasal 205-210 KUHAP.
Meskipun Perda adalah salah satu sumber hukum pidana, namun berbeda dengan KUHP, Perda bukanlah peraturan atau hukum pidana asli namun merupakan hukum administratif yang memuat ketentuan pidana. Artinya sanksi administratif haruslah dikedepankan, ancaman pidana sebagai jalan terakhir dalam upaya menegakkan peraturan daerah (Ultimum remedium).
Sejak tahun 2018Â Satpol PP Barito Utara telah melakukan penertiban di Jalan Pramuka Muara Teweh sampai terakhir penertiban dilakukan pada bulan Januari 2023 yang mengundang banyak reaksi netizen.Â
Pelanggaran yang berulang bisa jadi membatalkan tindak pidana ringan menjadi tindak pidana biasa yang proses hukumnya tidak sederhana seperti Tipiring. Namun sampai saat ini Pemerintah Daerah melalui Satpol PP masih melakukan pendekatan humanis persuasif terhadap pelanggaran di Jalan Pramuka.
Beberapa jalan dapat dikategorikan jalan dengan penanganan khusus karena "ramai" pelanggaran perda, baik kuantitas maupun kualitas pelanggarannya. Selain Jalan Pramuka jalan-jalan berikut dapat masuk kategori tersebut sebut saja Jalan Sudirman, Jalan Pendreh Jalan Mangkusari, Jalan Sengaji, Jalan Panglima Batur, Jalan Durian dan Jalan Rambutan.
Memperhatikan carut marut keadaan di Jalan Pramuka dan jadwal sidang tipiring dilaksanakan setiap Kamis di Pengadilan Negeri Muara Teweh, barangkali pendekatan hukum (Justisial) perlu sesekali dilakukan, bukankah salah satu tujuan adanya hukuman pidana adalah memberikan efek jera kepada pelanggar? Sebuah pendekatan yang mungkin tidak populer apalagi memasuki tahun politik di 2024.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H