Bahwa kekuasaan (tahta) adalah piranti untuk mengayomi, melayani kawula (rakyat) . "Tahta Untuk Rakyat" adalah pernyataan (klaim) hakikat. Klaim yang sama sekali bukan untuk menarik pengakuan, namun klaim itu adalah seruan dan  keteladanan. Agar  Pemimpin (Raja) sepanjang usia kekuasaaan bahkan sepanjang hidupnya untuk berbagi melayani kepada rakyat (kawula), demi terwujudnya kesejahteraan.
Kepemimpinan dalam berbagai level dan lokus selalu dalam relasi dengan rakyat (kawula).  Sri Sultan Hamengku Buwono IX, seakan jauh hari sebelum hari ini mengingatkan makna dan hakikat tahta (kekuasaan). Memaknai hubungan antara pemimpin dan pengikut (yang dipimpin) maka relasi kepemimpinan ditengarai  dengan kalimat mutiara  "Manunggaling Kawula Gusti".Â
Kawula yang adalah rakyat, dan Gusti yang adalah Pemimpin (Raja) hendaknya manunggal dalam perjalanan pergulatan hidup bernegara maupun berkerajaan demi tercapainya Visi (gegayuhan) yaitu "Hamemayu Hayuning Bawono"
Terhadap tiga kalimat mutiara yaitu Hamemayu Hayuning Bawono, Manunggaling Kawula Gusti dan Tahta Untuk Rakyat sebagai "Trilogi Esensi Kerajaan "  itulah yang menandai hakikat "keistimewaan" Yogyakarta. Makna Keistimewaan Yogyakarta, dari sisi arti keutamaan (nilai) bukanlah isu eksklusif  bagi Daerah Istimewa Yogyakarta saja.
Keutamaan itu bersifat inklusif bagi seluruh rakyat Indonesia dalam dinamika berbangsa. Oleh karenanya Trilogi Esensi Kerajaan, dapat dijadikan pengungkit  refleksi bagi para "klaimator"  kekuasaan, termasuk klaim-klaim Kerajaan yang lagi ramai saat ini.
KLAIM LAHIRNYA KERAJAAN KINI
Sejak Proklamasi kemerdekaan RI sampai hari ini sudah puluhan kali adanya klaim atas Kerajaan Baru atau yang akan datang. Kisah Klaim para orator obsesionis begitu marak dengan tingkat keseringan yang tinggi di Indonesia. Mereka  mengaku sebagai Raja Baru atau setidaknya bidan Kerjaaan baru  yang beraromakan  mesianistis (Keratuadilan).
Sebut saja mulai dari Kisah Sawito Kartowibowo, pada jaman rezim orde baru, Â hingga Kerajaan Agung Sejagad kini. Â Ada puluhan kali yang hampir semuanya berakhir di tangan pihak yang berwajib. Â Pertanyaan kita, Â mengapa Obsesionis begitu subur lahir di Indonesia.
Ada beberapa faktor bumi Nusantara ini menjadi media yang subur bagi lahirnya Obsesionis antara lain :
1. Khas pola berbangsa  kita memang lebih dekat dengan model  Kerajaan. Dalam pengertian positif adalah ketika perilaku mencerminkan paham nilai Manunggaling Kawula Gusti. Dari sejarah memang pola monarki kerajaan telah mendahului ada sebelum pola konstitusional Republik.
2. Cara pandang masyarakat  tentang masa depan (the future) lebih cenderung berorientasi ke hal hal yang beraroma  Mesianistik sebuah format pembebasan diri yang cepat yang datang dari kekuatan Kosmologis.