Sudah barang tentu setiap orang ingin mengalami perkembangan atau  kemajuan. Baik kemajuan dalam bidang pengetahuan, kecerdasan, intelektualisasi, bidang  ekonomi maupun rohani.Â
Salah satu istilah yang dipakai dalam ukuran pencapaian itu adalah KOGNITIF. Secara makna, kognitif merupakan semua kegiatan mental yang membuat suatu individu mampu menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan suatu peristiwa, sebagai akibatnya individu tersebut menerima pengetahuan yang maksimal.
Kognitif selalu erat kaitannya dengan tingkat kecerdasan yang dimiliki oleh seseorang. Contoh dari kognitif dapat ditunjukan oleh seorang individu ketika sedang belajar, memecahkan masalah hingga membangun suatu ide.
Dari pengertian mengenai kognitif, dapat ditarik kesimpulan mengenai pengertian perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif dapat dimaknai sebagai tingkat kemampuan seorang individu dalam berpikir yang meliputi proses pemecahan masalah, mengingat, serta mengambil keputusan.
Secara garis besar perkembangan kecerdasan kognitif dibagi menjadi tiga level, yaitu sebagai berikut;
1. Level Mengingat dan Memahami
Level ini menunjukkan tingkat kemampuan yang paling rendah karena hanya menuntut pengetahuan dan pemahaman peserta didik. Jika mengacu pada taksonomi Bloom, soal level 1 ini mencakup soal C1 (mengingat) dan C2 (memahami).
2. Level Mengaplikasikan
Pada level ini, tingkat kemampuannya tentu lebih tinggi daripada level 1 karena menuntut peserta didik untuk mampu menerapkan. Jika mengacu pada taksonomi Bloom, soal level 2 mencakup soal C3 (mengaplikasikan).
3. Level Menganalisis, Mengevaluasi dan Mencipta
Tingkat kemampuan soal pada level 3 ini paling tinggi di antara dua level sebelumnya karena menuntut peserta didik untuk bisa menganalisis, menyintesis, dan mengevaluasi. Jika mengacu pada taksonomi Bloom, soal level 3 ini mencakup soal C4 (menganalisis), C5 (mengevaluasi), dan C6 (mencipta).
Bila kita tilik dari sudut pandang agama kristen menurut Tex Yang Wisdom ada 5 level pemahaman kognitif manusia.Â
Yang pertama level unn level dasar ini adalah level ketidak tahuan. Ia hanya memikirkan dirinya sendiri, maka sifat sifat negatif cenderung mendominasi hidupnya, misalnya egois, malas, serakah, mudah marah dan paling parahnya di level ini. Dia tidak mengerti dirinya sendiri, apalagi disuruh memperbaiki diri.
Yang kedua level knowing mengenali dirinya sendiri di level ini baru bisa merefleksi dan berintropeksi diri. Orang orang begini bisa mencari di mana sebab kesalahan dalam dirinya. Â Dia tidak melemparkan kesalahan pada orang lain, tidak menyalahkan orang lain dan keadaan
Yang ketiga adalah level aktualisasi. Orang di level ini sudah bisa menerima dirinya sendiri, bisa memperbaiki dirinya sendiri, tapi dia tidak mengharapkan hasil yang perfect. Mereka selalu menjaga hatinya tetap stabil. Hatinya tetap bisa memaklumi orang lain, bisa mengontrol emosi dan menjaga sikapnya. Di level ini sudah sangat tinggi ya, jadi kalau di level selanjutnya akan lebih menakjubkan.
Level keempat adalah level maksimal di level ini orang bisa fokus simple dan maksimal. Orang yang sudah mencapai level ini, mereka sudah benar benar melupakan ego dalam dirinya dan mereka larut pada apa yang mereka kerjakan. Hidupnya sederhana tidak lagi mengejar uang dan kekayaan materi, tapi lebih mengejar kekayaan mental dan spiritual, mengorbankan seumur hidupnya. Demi kepentingan orang banyak.
Yang kelima adalah level misi Agung. Orang yang sudah berada di level kelima ini memiliki cinta kasih yang besar dan sikap altrisme menguntungkan orang banyak. Mereka ini sudah melampaui segala materialisme.
Dari uraian diatas maka boleh saya simpulkan bahwa orang yang termasuk dalam kelompok level 1 adalah kelompok orang yang belum mengenal Tuhan. Orang yang belum mengenal Tuhan pasti tidak memiliki kasih. Oleh karena itu mereka umumnya gampang marah, dalam hatinya penuh dengan kebencian, pendendam dan kebohongan. Â Oleh karena itu tidak salah orang yang masih berada dalam level ini penuh dengan ego, iri hati, dan yang paling parah orang semacam ini tidak tahu diri.
Orang yang berada di level 2 adalah orang yang sudah kenal Tuhan tetapi masih dalam tahap ikut-ikutan atau bisa disebut Kristen KTP. Datang ke gereja bukan karena ingin beribadah tetpi hanya  sekedar rutinitas atau kebiasaan.
Orang yang berada di level 3 ini adalah orang Kristen yang sudah tahu akan kasih  karunia Tuhan. Oleh karena itu setiap hari minggu pasti datang untuk beribadah, bahkan setiap ada kegiatan gereja selalu mengikutinya. Orang yang termasuk dalam kelompok ini umumnya mereka sudah terjun dalam pelayanan, atau bahkan sudah masuk dalam kemajelisan.
Siapa yang masuk dalam kelompok level 4, orang yang sudah masuk dalam level 4 adalah orang yang memiliki perhatian khusus kepada gereja. Bisa jadi orang-orang yang masuk dalam level ini adalah para hamba Tuhan atau gembala siding. Mereka yang bertanggungjawab untuk memenuhi kebutuhan makanan rohani bagi jemaat. Mereka juga yang memonitor perkembangan jemaat.
Orang yang berada di level 5 adalah orang-orang yang sepenuh hidupnya diperuntukan untuk kemuliaan nama Tuhan. Mereka ini sudah tidak mementingkan diri sendiri, keegoannya sudah hilang karena sudah ditelan oleh roh Allah yang menghidupinya.
Seluruh hidup dan tubuhnya sudah dipersembahkan sebagai persembahan yang hidup bagi Tuhan  Artinya visi misinya sudah sesuai dengan misi Tuhan yaitu mencari dan menyelamatkan jiwa-jiwa yang terhilang.
Yang menjadi pertanyaan sekarang kita berada di level mana? Tentunya kita sebagai orang yang menyadari akan kasih karunia Tuhan dimana Tuhan telah rela menyerahkan nyawaNya
 Untuk menebus dosa kita selayaknyalah kita juga harus mempersembahkan hidup kita kepada Tuhan. Seperti halnya Abraham dia sudah tidak mempertahankan haknya Ketika Tuhan meminta.
Jika kita sudah mencapai level 5 ini, artinya sudah menjadi sahabat karib Tuhan.  Berbicara tentang persahabatan dengan Allah, mungkin kita hanya sering mendengar bahwa Abraham adalah bapa orang percaya, tetapi kita jarang mendengar sebutan  bahwa Abraham adalah SAHABAT ALLAH YANG PALING SETIA Coba kita melihat dari pengalaman hidup dari Abraham.Â
Dari pengalaman Abraham ini apakah berarti  Allah terlalu berlebihan mencobai Abraham?Â
Apakah kita semua harus seperti Abraham? Kita semua sangat akrab dengan Yoh 3:16. Di sini dikatakan bahwa Allah begitu mengasihi dunia ini sampai ia memberikan kepada kita satu-satu anak-Nya kepada barangsiapa yang percaya kepada-Nya. Kita semua sangat suka kepada ayat ini, khususnya ketika berbicara mengenai bagaimana Allah mengasihi kita, bahkan memberikan kepada kita anak-Nya yang tunggal.
Perhatikan bahwa penekanan pada anak tunggal Allah di ayat ini sama seperti di dalam Kejadian 22, yang berarti yang paling berharga. Yoh 3:16 ingin memberitahu kepada kita bahwa Allah tidak mempertahankan suatu apapun dari pada kita dan itulah cara bagaimana Allah mengambil inisiatif untuk menunjukkan persahabatan-Nya kepada kita. Apakah ada syarat untuk persahabatan semacam ini?Â
Yoh 3:17 berkata kepada kita dengan jelas bahwa ada sebuah syarat, yaitu, kita harus percaya kepada-Nya. Apa artinya percaya? Kita harus memilih untuk menjadi sahabat karib-Nya.
Dalam kitab Roma 5:10. Paulus berkata di sini bahwa sewaktu kita masih menjadi musuh Allah, anak-Nya mati bagi kita supaya kita diperdamaikan dengan-Nya. Apa artinya? Biarkan saya menyebutkan sebuah contoh: Jika suatu hari, Anda jatuh ke dalam laut dan hampir tenggelam dan mati.
 Seorang yang tidak Anda sukai melompat ke dalam laut dan menyelamatkan Anda, bagaiman Anda meresponinya? Ia sudah menunjukkan persahabatannya lewat tindakannya, apakah Anda tidak akan menerima dia sebagai sahabat karib Anda dengan segenap hati dan menjadi sahabatnya yang setia tanpa syarat?
Setelah kita menjadi orang Kristen, namun hati, pikiran, dan sikap kita masih melawan Allah, bukankah jelas bahwa kita menolak persahabatan-Nya? Bukankah kita secara terang-terangan menjadi musuh Allah. Allah memiliki pengharapan atas kita. Ketika kita menjadi musuh-nya.Â
Ia mengutus Yesus untuk mati bagi kita, ini merupakan ekspresi terbesar yang nyata yang Ia tunjukan pada kita dari persahabatan-Nya. Ia juga berharap agar kita menanggapi-Nya tanpa syarat, inilah arti "percaya pada-Nya" sebagaimana yang dimaksudkan oleh Alkitab. Jika kita menolak ajakan Allah ini betapa nistanya kita ini.
Abraham dipanggil Bapa kepada semua yang beriman, ini menunjukkan bahwa dia adalah contoh untuk orang Kristen. Jika kita mengambil iman Abraham sebagai contoh kita, kita juga tidak harus mempertahankan suatu apapun dari Allah, sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh Yesus. Jika imanmu adalah iman yang tanpa tindakan yang nyata dalam memilih Allah sebagai sahabatmu, maka itu bukanlah iman yang dibicarakan oleh Alkitab.
Lebih tepatnya, imanmu tidak akan menyelamatkanmu kerena Anda hanya akan menjadi seseorang yang menginginkan keuntungan dari Allah tetapi tidak rela memberikan diri Anda pada Allah. Inilah tipe orang Kristen yang memilih dunia sebagai sahabat mereka, karena mereka hanya memikirkan diri sendiri. Bagaimana kita meresponi Allah akan menentukan bagaimana kita berelasi dengan sesama.
Bagaimana kita menjadi sahabat Allah? Mari kita membaca Yak 4:8. Yakobus mendorong kita untuk bertobat dan menjauhi dosa. Mungkin Anda akan berkata, Allah ini sangat diktatoris, yang selalu memaksa orang-orang untuk tidak mempertahankan suatu apapun daripada-Nya dan untuk menjadi sahabat-sahabat-Nya. Ia adalah seorang diktator.
Â
Jika Anda berpikir demikian, Anda tidak memahami persahabatan seperti yang ingin dibangun Allah dengan kita. Dalam hubungan ini, Allah tidak mendapat keuntungan apapun dari kita. Yang memperoleh keuntungan ialah kita. Lewat persahabatan dan kasih-Nya, Allah ingin menarik kita untuk menjauh dari dosa, supaya kita dapat mengejar kebenaran dan hidup kudus.
Orang seperti apa yang merupakan musuh Allah? Yaitu mereka yang hidup dalam dosa dan menjalani kehidupan yang berpusat pada diri sendiri. Oleh karena itu, Yakobus menghimbau Gereja untuk bertobat. Apakah hati dan tangan kita bersih? Karena persahabatan kita dengan Allah harus dibangun di atas dasar kekudusan. Ini adalah poin pertama.
Dalam Yak 4:8, Rasul Yakobus mengingatkan kita tentang "pikiran yang mendua". Dalam Yak 1:8, Ia memunculkan sebuah pertanyaan. Apa artinya mendua hati? Itu berarti tidak memiliki hati yang tunggal, tidak setia, di mana hal ini merujuk kapada sikap hati kita kepada Allah.Â
Jika kita mau membangun persahabatan dengan Allah, kita harus memutuskan untuk setia kepada-Nya. Kesetiaan ini harus ditunjukkan melalui ketaatan kita kepada perintah-Nya. Karena itu, poin kedua adalah kita harus setia kepada Allah
Satu point lagi jika kita mau menjadi sahabat Allah, kita juga harus memiliki ketetapan hati untuk berbagi beban dari hati Allah. Dua orang sahabat harus memiliki satu hati atau harus sehati sebelum mereka dapat berjalan bersama. Jika kita tidak peduli dangan apa yang menjadi kepedulian Allah, bagaimana kita menjadi sahabat Allah?
Inilah yang dikatakan Yesus di dalam Yoh 15. Ia sangat senang untuk membagi hati dan beban-nya. Apa yang menjadi beban Yesus? Yaitu, Ia berharap seluruh bangsa diselamatkan. Apakah ini menjadi beban Anda? Di antara semua hal yang Anda pedulikan setiap hari, selain dari hal pribadi Anda dan pengejaran untuk memenuhi keinginan Anda yang egois, kapan Anda akan pedulikan apa yang menjadi kepedulian Allah?
Dari uraian diatas ,ala dapat kita simpulkan bahwa kita harus menjauh dari dosa dan hal-hal yang jahat dan kita mengejar kebenaran dan kekudusan. Yang kedua kita harus memiliki hati yang tunggal atau yang tak berbagi di hadapan Allah, dan dengan setia mengikuti perintah-perintah-Nya.
Yang ketiga atau yang terakhir adalah kita harus memiliki beban yang sama dengan apa yang menjadi beban dan kepedulian Allah, yang secara khusus merupakan keselamatan seluruh bangsa-bangsa. Bagaimana Kita Bisa Menjadi Sahabat Allah?
Mumpung belum terlambat, ini waktunya kita ambil sikap. Memang tidaklah mudah menjadi sahabat Allah, seperti telah diuraikan diatas, yang paling berat bagi kita adalah Ketika kita harus menaggalkan keegoin kita. Yang lebih berat lagi Ketika kita harus menyerahkan hak keistimewaan kita, seperti Abraham lakukan.
Jika Abraham disuruh memilih untuk mempersembahkan harta, istrinya atau bahkan dirinya sendiri pasti Abraham akan memilih ketiga yang dia punya itu. Karena harta masih bisa dicari, demikian pula dengan istri masih bisa diganti.Â
Tetapi yang Tuhan pinta adalah sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan Abraham, karena yang Tuhan pinta adalah anak perjanjian. Bagaimana dengan kita, mampukah kita bisa mencapai level ke 5 seperti Abraham sudah lakukan?
******
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H