Mohon tunggu...
Harry Wiyono
Harry Wiyono Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Hamba Tuhan

Sebagai : 1. Wakil Gembala GGP Betesda Pamulang 2. Sebagai wartawan sejak tahun 1984 3. Researcher di MRI (Market Riset Indonesia) 4. Researcher di Ecbis Rescons 5. Researcher di CDMI

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mungkinkah dan Kapankah Kita Memposisikan Diri Kita Sebagai Tuhan?

11 Oktober 2023   08:26 Diperbarui: 11 Oktober 2023   08:51 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

 

Majelis Ulama Indonesia melarang sekte baru ini untuk mengajar Quran palsu. Pada tahun 2006, Eden dijatuhi hukuman dua tahun penjara karena penodaan agama. Pada tahun 2009, ia sekali lagi dihukum selama dua tahun penjara untuk kasus yang sama.

 

Itulah orang-orang yang pernah mengaku dan mengklain bahwa dirinya sebagai Tuhan. Memang kita tidak seperti orang-orang tersebut diatas, yang mengklain dimuka umum bahwa diri kita sebagai Tuhan, tetapi secara tidak sadar kitapun juga sering memposisikan diri sebagai Tuhan. Kita telah menggeser kedudukan Tuhan.

 

Sebagai contoh ketika istri saya mengalami pendarahan karena adanya penyakit kanker pada kantong kemih atau bahasa kedokteran disebut "tumor buly" sudah barang tentu saya menempatkan Tuhan diposisi paling atas Tuhan diatas segala-galanya, kaerena saya berharap Tuhan dapat menolong dan menyembuhkan penyakit istri saya. Setiap saat setiap waktu saya berdoa, tiada hari tanpa doa. 

 

Seminggu dua minggu, tiga minggu, saya berdoa tiada hentinya, bahkan sampai berbulan-bulan semakin kencang doa yang saya panjatkan , karena kemurahan Tuhan pada akhirnya doa saya dijawab istri saya sembuh tanpa operasi. Namun tidak berapa lama kemudian istri saya mengalami pendarahan kembali. Sudah pasti posisi Tuhan saya angkat dan tempatkan yang paling tinggi. Sekali lagi saya berdoa tidak henti-henti, setiap saat setiap waktu saya berdoa. Namun kali ini Tuhan tidak menyembuhkan penyakit istri saya akhirnya istri saya meninggal dunia.

 

Lengkaplah suddah penderitaan saya. Anak pertama dipanggil Tuhan, kemudian disusul anak kedua, kemudian yang terakhir istri saya. Yang menjadi pertanyaan dalam kondisi seperti ini masihkah saya menempatkan dan memposisikan Tuhan diatas segala-galanya. Ketika Tuhan menyembuhkan penyakit istri saya, masuk akal kalau saya menempatkan Tuhan diatas segala-galanya. Tetapi kalau saya sudah menjerit minta pertolongan, sudah kehabisan kata-kata untuk mengungkapkan permohonan doa, sudah tidak terhitung curahan air mata, tetapi ternyata Tuhan tidak menolong saya, apakah saya masih mempercayai Tuhan dan masih bisa menempatkan dan memposisikan Tuhan diatas segala-galanya? 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun