Masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, tentu tabu membicarakan tentang daging babi. Tetapi ingat bahwa lambang dasar Negara kita Pancasila, dimana sila pertama  "Berketuhanan Yang Maha Esa". Artinya pemeluk agama di Inonesia tidak satu golongan saja. Ada 6 agama yang diakui oleh bangsa kita yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu,Budha dan Khonghucu. Dengan perbedaan kepercayaan tersebut  maka sudah barang berbeda-beda pula ajarannya. Â
Jika orang muslim tidak memperbolehkan untuk mengkonsumsi daging babi dan seluruh komponen tubuh babi, tidak halnya dengan orang non muslim dalam ajarannya mereka diperbolehkan mengkonsumsi daging babi ini. Yang sangat mengejutkan, dari hasil penelitian ternyata kondumsi daging babi di Indonssia dalam beberapa tahun terakhir ini justru memperlihatkan peningkatan yang cukup pesat.
Memang sampai sekarang belum ada catatan resmi tentang berapa besar konsumsi daging babi selama ini. Kementrian Industri dan Perdagangan serta instransi yang terkait belum pernah menganalisa tentang hal ini. Setelah Ecbis Rescon telusuri, ternyata perdangan luar negeri dalam hal ini kegiatan ekspor impor daging babi ini tidak ada. Dalam catatan Badan Pusat Statistik (BPS) yang ada hanya transaksi impor, itupun relative kecil volume dan nilainya. Jadi tidak ada artinya jika dibandingkan dengan besarnya produksi di dalam negeri.
Dari laporan Statistik Perikanan dan Peternekan yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statisik, diperoleh angka bahwa produksi daging babi Indonesia dalam 5 tahun terakhir ini rata-rata mengalami kenaikan sebesar 5,25%. Pada tahun 2019 produksi daging babi Indonesia kurang lebih mencapai 236.277,3 ton, kemudian naik terus dan mencapai puncaknya menjadi 262.783,1 ton pada tahun 2022. Pada tahun 2023 mengalami peningkatan lagi menjadi 276.610,7 ton.
Untuk mengetahui berapa sesungguhnya volume konsumsi dagang babi, bisa ditempuh dengan jalan menjumlahkan antara produksi dengan impor kemudian dikurangi ekspor. Sementara seperti disebutkan selama ini dari catatan Badan Pusat Statistik (BPS) kegiatan ekspornya tidak ada, maka hasil penjumlah antara produksi dengan impor itulah angka perkiraan konsumsi di dalam negeri.
Dari hasil perhitungan tersebut maka dapat diketahui bahwa konsumsi daging babi di Indonesia pada tahun 2019 kurang lebih mencapai 236.277,35 ton naik terus hingga mencapai 262.783,46 ton pada tahun 2022. Sementara itu pada tahun 2023 diperkirakan akan mencapai 276.610,79 ton. Atau rata-rata setiap tahunnya mengalami kenaikan sebesar 5,25%.
Babi merupakan ternak monogastrik yang memiliki pasar tersendiri di Indonesia. Adapun konsumsi daging babi di Pulau Jawa dinilai cukup signifikan. Walaupun peternakan babi sedang digempur ASF (African Swine Fever) dan FMD (Foot and Mouth Disease), tidak kemudian berpengaruh terhadap permintaan daging babi.
Ketua Umum Asosiasi Monogastrik Indonesia (AMI), Sauland Sinaga menyingkap fakta bahwa pengonsumsi tetap daging babi adalah di Pulau Jawa. Sementara wilayah produksi tetap babi ada di luar Pulau Jawa. "Ini artinya kita kurang kontinental, kita adalah negara kepulauan. Diharap kedepannya pemerintah berpikir bagaimana mempertahankan ketahanan pangan kita, sebab babi tidak bisa digantikan.
Saat ini terdapat 12-13 provinsi di Indonesia yang populasi babinya di atas 500 ribu ekor. Adapun kantong-kantong penyedia ternak babi yang paling tinggi adalah Nusa Tenggara Timur (NTT), Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Papua, Sulawesi Selatan, Bali dan sedikit di Jawa Tengah seperti Solo dan Karanganyar yakni normalnya sekitar 450 ribu ekor namun sekarang tinggal seperempatnya.
"Konsumsi daging babi paling tinggi tetap di Jabodetabek terutama di Jakarta. Ini yang memakan babi mengalahkan Singapura. Kebutuhan babi di Sumatera Utara rata-rata sekitar 60 ribu ekor pertahun, sementara di Jakarta bisa 120 ribu ekor pertahun. Ini menjadi masalah karena di daerah tersebut tidak ada babi.
Setelah Jakarta, terdapat Jawa Timur, Bali dan Sulawesi Utara yang konsumsi daging babinya banyak. Uniknya, supply babi khusus Pulau Jawa tetap dari luar Jawa. Tidak dapat dipungkiri bahwa konsumsi daging babi masyarakat Indonesia cukup tinggi, hanya saja kini terkendala oleh outbreak ASF.bella
Dari hasil survey diketahui seluruh bagian tubuh dari pada babi ternyata juga sangat bermanfaat. Mulai dari kuku, kulit, bulu, usus, jantung bahkan kotoran babipun juga bisa dimanfaatkan. Boleh dikata 99% lebih babi bermanfaat bagi kebutuhan manusia.
Tidak kita sadari selana ini hampir seluruh produk yang kita pakai dan kita konsumsi sudah mengandung babi. Mengapa demikian? produk kosmetik yang kita pakai, produk farmasi yang kita konsumsi diantaranya ada kandungan babi, sikat gigi yang kita pakai setiap hari itu terbuat dari bulu babi. Tidak saja pada industri kosmetik dan farmasi, industri furniture, tekstil bahkan sampai komponen elektronik dan otomotif juga ada kandungan babi.
Itulah sebabnya pemerintah dalam hal ini Kementrian Peternakan dan juga Kementrian Perindustrian ikut memfasilitasi dalam pengembangan industri peternakan babi. Sehingga dalam beberapa tahun terakhir ini populasi ternak babi di Indonesia tampak terus mengalami peningkatan. Dan pada gilirannya produksi daging babi di Indonesia setiap tahunnya juga terus mengalami peningkatan.
Sebenarnya peningkatan konsumsi daging babi ini tidak saja didukung oleh meningkatnya permintaan dari hasil industri pengolahan makanan, seperti misalnya sosis, nugget, abon, bakso, burger dan masih banyak produk makanan lainnya, tetapi juga disebabkan karena adanya upacara-upacara adat yang sering dilakukan oleh daerah-daerah atau wilayah yang  beragama non muslim.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H