Mohon tunggu...
Harry Purnama
Harry Purnama Mohon Tunggu... -

Trainer & coach mature leadership, listening wisdom dan work and life balance [WLB] tinggal di Depok, Jawa Barat, Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Listening, Neglected but Important Skill

3 Desember 2015   09:52 Diperbarui: 3 Desember 2015   10:16 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada yang pernah menghitung total kerugian ekonomi, material dan jiwa ketika manusia saling salah faham?  Contoh kesalahfahaman biasa,  suami menceraikan istrinya karena salah faham.  Contoh sehari-hari, salah dengar instruksi terbang,  salah baca jadwal service, salah baca resep dokter, salah dengar aba-aba, salah dengar kritik/saran pasangan, dst.  Kesalahfahaman lainnya, kalau berjumpa orang berdasi, pasti dikira orang baik, pandai dan kaya (belum tentu). Kalau disayang Tuhan pasti boleh melakukan apa saja (justru tidak boleh).  Kalau kaya lantas boleh menindas orang (justru tidak boleh), dst. Kesalahfahaman yang paling legendaris adalah pengeboman 2 kota Jepang, Hiroshima dan Nagasaki.

Kesalahfahaman yang berikutnya adalah keteledoran yang nampak dari perilaku seenaknya, misalnya buang sampah, bakar hutan, korupsi, tinggal di bantaran kali, dagang di trotoar, dst. Mereka fikir, buang sampah di jalanan itu boleh (pasti ada petugas yang akan membersihkan).  Mereka fikir, membakar hutan adalah hak hidup (bebas karena hutan milik siapa saja). Mereka fikir, korupsi uang negara tak dosa (bebas karena negara milik semua orang).   Mereka fikir, tinggal di bantaran kali hak para homeless (bebas dipakai karena kali milik warga kota). Mereka fikir, dagang di trotoar hak rakyat miskin (bebas karena trotoar tak bertuan).  Sumber dari kesalahfahaman itu satu, keliru mendengar, salah mengerti, tidak menyimak dengan baik.  Jika kesalahfahaman diminimalisir, maka kerugian yang amat besar, bisa dihindari, bukan?

 

2.   Perasaan tersakiti, hurt feelings

Peribahasa Argentina, “who speaks, sows; who listens, reaps.”  Kebanyakan dari kita si mulut besar dari pada si pendengar, sehingga kita lebih sering  membuat orang frustrasi, tersakiti, malu dan terabaikan.   Empat (4) hal ini adalah kerugian psikologis yang diderita oleh orang-orang terdekat kita, misalnya: pasangan, anak, orang tua, rekan kerja, rekan bisnis dan pelanggan, jika kita tidak mau mendengarkan mereka.  Jika kita suami, istri langsung berhenti bicara, cemberut dan jutek. Tak lain karena curhatnya atau ceritanya langsung kita cut atau interupsi. Jika itu anak kita atau rekan kerja, kita main hp atau corat coret kertas, saat mereka bicara. Kita tidak memberi perhatian apalagi empati. Mereka merasa tidak didengarkan dan dimengerti, lalu percuma bicara.  Komunikasi terhenti, tidak dihargai.
Harvey Mackay, businessman dan kolumnis terkenal, percaya bahwa listening adalah cara mendapatkan respect yang alami.  “You learn when you listen. You earn when you listen—not just money, but respect.”
Tanpa respect, lama kelamaan rusaklah hubungan.     Sehingga mereka mencari cara untuk menjalin relasi ke  orang lain, kelain hati, service provider lain atau pindah ke lain produk yang mau mendengar. Ini adalah mekanisme penyembuhan alami akibat dari perasaan “tidak didengar dan tidak dimengerti.”

Kebanyakan  kita ingin lebih didengar dari pada mendengar, sehingga kita lebih sering  membuat orang frustrasi dan terabaikan (harry purnama)

 

3.  Kehilangan informasi yang penting, loss of  important information

Sering Anda kehilangan informasi/ data penting? Karena Anda tidak mendengarkan atau mencatat dengan baik.   Instruksi dan petunjuk sudah jelas, tapi si pendengar atau penerima pesan, tidak/kurang jelas karena tidak menyimak atau tidak mendengarkan dengan baik dan benar.  Atau sebaliknya, petunjuk dan instruksi kurang jelas, samar atau sulit dilihat/ didengar/ dibaca.  Dua-duanya akibat dari tidak mendengarkan dengan baik (miskomunikasi). Robert H. Schuller,  salah satu pastor besar Amerika dan penulis buku positive thinking, mengatakan sesuatu yang sangat pas tentang ego, “big egos have little ears.”  Stephen Covey dalam the 8th Habit, memberikan gambaran tentang “execution gap,” hanya 15% karyawan yang disurvey di Amerika, tahu tentang visi dan goal (informasi penting) dari perusahaannya. Penyebabnya bervariasi, terlalu banyak visi, visi tidak jelas dan karyawan tidak peduli. Artinya, lebih banyak karyawan bekerja tanpa arah, karena kehilangan informasi penting. Gagal mengeksekusi rencana dan hanya fokus pada diri sendiri.

Di tempat kerja atau di ruang publik, sering miskomunikasi (ambiguity) terjadi karena orang tidak mendengarkan dengan baik. Misalnya: Orang paling sering salah minum obat karena tidak membaca etiket petunjuk cara minum. Orang sering terlambat membayar tagihan kartu kredit karena mengabaikan petunjuk pada billing statement.  Orang kehilangan proyek karena salah memasukkan tender.  Orang paling sering tersesat karena salah membaca petunjuk arah jalan. Orang sering salah mendengar jam keberangkatan pesawat atau kereta (akibatnya tertinggal pesawat atau kereta). Orang tidak memperhatikan petunjuk ada lantai basah (lalu terpeleset dan jatuh).  Ketika kebakaran orang tidak mendengarkan instruksi dari tim penyelamat (lalu orang terluka karena panik). Orang malas membaca petunjuk escape plan (akibatnya tersesat di tangga ketika emergency case). Orang malas membaca petunjuk parkir (akibatnya ditilang).  Manajemen mall paling malas membuat petunjuk toilet dan lift ke tempat parkir dengan jelas (akibatnya visitor kurang mau membaca dan bingung).  Pegawai malas membaca petunjuk pemakaian safety-wear (akibatnya kecelakaan kerja meningkat).  Orang paling malas membaca petunjuk kapasitas lift (akibatnya overload, lalu lift stuck/macet).   Karyawan salah mendengarkan instruksi atasan bahwa barang A jangan dikirim digantikan dengan barang B (sebaliknya barang A tetap terkirim). Tim produksi salah menempatkan barang reject/ retur di tempat barang in-progress karena tidak mendengarkan instruksi supervisor (akibatnya barang bagus tercampur barang tidak bagus).   Orang marketing salah mendengarkan brief iklan dari klien, obat untuk bayi muntah jadinya obat bayi sakit perut, iklan apartmen dekat kampus/terminal padahal jauh, dst.  Agency paling senang (jalan termudah) memakai model wanita sexy padahal produknya tidak berhubungan dengan wanita. Konsumen (pendengar) melototin si sexy, bisa kehilangan informasi penting dari produknya.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun