Mohon tunggu...
Harry Purnama
Harry Purnama Mohon Tunggu... -

Trainer & coach mature leadership, listening wisdom dan work and life balance [WLB] tinggal di Depok, Jawa Barat, Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Listening, Neglected but Important Skill

3 Desember 2015   09:52 Diperbarui: 3 Desember 2015   10:16 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengambilan keputusan yang efektif, juga diawali dengan proses mendengarkan data dan fakta terlebih dahulu.  Lee Iacocca, ex CEO Chrysler Corp era 1978-1992 dan Michael D. Ruslim ex CEO Astra 2005-2010, dua-duanya pernah mengatakan,  “I only wish I could find an institute that teaches people how to listen. Business people need to listen at least as much as they need to talk. Too many people fail to realize that real communication goes in both directions.”  Jika dokter salah diagnosa, biasanya salah obat. Jika arsitek salah design, biasanya salah bangun.  Jika pemimpin salah mendengar, biasanya salah memutuskan.  Jika agency salah membaca brief, biasanya iklan tidak pas.  Jika pacar salah membaca gelagat, biasanya salah pilih.  Jika interviewer salah membaca sikap calon karyawan, biasanya yang diterima karyawan jelek (karyawan bagus jutru dilepas).

Komunikasi yang efektif dan belajar yang efektif, selalu diawali dengan mendengarkan yang baik. Dan mendengarkan bisa dilatih dan dikembangkan, sama dengan komunikasi dan belajar.

 

Contoh aplikasi listening skill yang paling sering kita lihat di televisi adalah gaya kepemimpinan Jokowi.  Ia selalu pertama-tama mendengarkan keluhan masyarakat, melihat situasi dan mempelajari opportunity (“blusukan”). Kemudian baru mengambil keputusan dan keputusannya selalu tepat. Tentu dibarengi dengan analisa mendalam, pengetahuan umum dan logika (common-sense) yang masuk akal.

Makna praktis dari mendengar adalah memahami dan mengerti (sebagai key word). Dengan mendengar baik-baik, manusia faham dan mengerti bahwa Tuhan itu Maha Kaya diatas segalanya (bukan dijadikan ATM).  Dengan mendengar kewajiban rakyat baik-baik, pejabat harusnya faham dan mengerti bahwa negara milik bersama yang harus dijaga (bukan disedot ramai-ramai).  Dengan mendengar bawahan, atasan faham bahwa bawahan adalah penghasil kinerja (bukan diperas habis-habisan dan haknya dibatasi).

Berbicara dan mendengar itu esensinya tentang “keseimbangan” (balance). Ada saatnya berbicara, ada saatnya mendengar. Jika keseimbangan itu dirusak, maka komunikasi rusak pula.  Tugas komunikator dan pemimpin menjaga keseimbangannya.       

 

Paling tidak ada 4 (empat) kerugian finansial, kesempatan pertumbuhan dan psikologis jika kita terus mengabaikan listening skill.

 

1.  Salah paham, misunderstandings

Salah faham (misunderstanding) berbeda dengan salah karena rekayasa. Salah faham disebabkan oleh salah mengerti. Dan salah mengerti diakibatkan oleh tidak menyimak dengan baik (misheard). Harap abaikan dulu instruksinya yang kurang jelas. John P. Kotter, guru managemen perubahan dunia penulis Leading Change 1996 (Harvard Business School Press) yang melegenda sampai hari ini,   mengatakan   “Without credible communication, and a lot of it, the hearts and minds of others are never captured.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun