Ada juga pedagang muslim Gujarat yang setelah Malaka diambil alih Portugis pada 1511 mengalihkan perdagangannya ke Aceh karena mereka bisa mendapatkan komoditas seperti lada, bunga pala, cengkih, timah, emas, dan komoditas lainnya.
Pada akhir abad ke-16 para penguasa dan bangsawan Golkanda turut berinvestasi dalam pelayaran dan perdagangan. Hal ini yang kemudian mendorong para orang muslim khususnya orang Persia dan Golkanda menyediakan sumber daya untuk melakukan pelayaran dan perdagangan yang terbentang dari Koromondel Utara dan berpusat di Masulipatnam di pelabuhan-pelabuhan Asia Tenggara khususnya Aceh. Aceh pun menghargai arus perdagangan dari Golkanda dan mengirimkan agen permanen di Masulipatnam, begitu pula dengan Golkanda yang menempatkan agen di Aceh.
Daftar Pustaka:
Andaya, L. Y. (2019). Selat Malaka, Sejarah Perdagangan dan Etnisitas. Depok: Komunitas Bambu.
Cortesao, A. (2018). Suma Oriental Karya Tome Pires: Perjalanan dari Laut Merah ke Cina & Buku Francisco Rodrigues. (A. Perkasa, & A. Pramesti, Trans.) Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Muhzinat, Z. (2021). Perekonomian Kerajaan Aceh Darussalam Era Sultan Iskandar Muda. Tsaqofah dan Tarikh: Jurnal Kebudayaan dan Sejarah Islam, 5(2), 73--82.
Poesponegoro, M. D. (1984). Sejarah Nasional Indonesia Jilid III. Jakarta: Balai Pustaka.
Reid, A. (2011). Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450--1680 Jilid 2: Jaringan Perdagangan Global. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
--- --- --- --- , (2014). Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450--1680 Jilid 1: Tanah di Bawah Angin. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H