Mohon tunggu...
Harnita Rahman
Harnita Rahman Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Rumah Tangga

Senang Menulis, senang berbagi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tatapan Ayi - Sebuah Cerita Fabel yang Pilu

7 Januari 2021   07:36 Diperbarui: 7 Januari 2021   07:51 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Iya. Sudah hampir 3 bulan. Walau diatur manusia, tempat ini tidak kurang apapun" Kataku sedikit sinis.

"Pasti kamu juga punya pengalaman yang sama denganku." Katanya terus terang. Ia semakin mendekat, melangkah pelan, dan kelihatan sangaat, anggun? Aku heran, dia kan jantan. Tapi..

"Bukan aku, betinaku" kataku cepat. Dia mengangguk, dalam dan mengerti. Lalu kami terdiam.

Hari demi hari, kami melewati banyak pagi bersama. Ayi kelihatan selalu lemah, mungkin luka-luka masih tersisa di bagian dalam. Dia tidak bergerak terlalu aktif. Kehadirannya, membuatku bersemangat. Pagi menjadi tidak begitu sunyi karenan nyanyiannya sungguh indah.

Dia tidak cerewet seperti Parmo, tapi dia menyenangkan diajak cerita. Walau tubuhnya kecil, dia suka makan apapun. Segala biji tumbuhan dia makan dengan lahap. Semakin hari, dia pun menggelantung dengan gembira.

Hari 47


Si Ayi di bawa ke ruang observasi. Sudah 2 Hari di sana. Perban di selangkangannya akan dibuka hari ini, katanya. Hampir dua minggu perban itu diganti, dibalut lagi. Semoga dia bisa bebas bergerak dengan bebas setelah itu.

Lalu, saya liat beberapa manusia datang mengantar seekor owa. Biasanya kalau yang datang cukup banyak, mereka mengantar betina untukku. Jika dipikir-pikir hampir sebulan, mereka tidak memperkenalkan satu betina pun padaku.  Aku bersiap. Aku rasa kali ini aku pun akan menolak.

Tapi, langkah itu aku kenal. Semakin dekat, semakin jelas. Dia Ayi. Dia ternyata betina, dan pagi ini dia terlihat begitu menarik.

Aku luluh pada Ayi. Jika ingat, aku mungkin luluh sejak hari pertama melihatnya. Tatapannya adalah tatapan yang sama, yang mestinya saya selamatkan.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun