Mohon tunggu...
Siti Suharni
Siti Suharni Mohon Tunggu... Editor lepas - Suka menulis

ibu rumah tangga yang suka baca dan film India

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Mengapa Editor Kalah Tenar dari Penulis Buku?

6 Juni 2024   06:59 Diperbarui: 6 Juni 2024   07:18 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Profesi editor masih kalah pamor dibanding penulis mungkin karena pekerjaannya lebih banyak di belakang layar. Tak banyak ulasan buku yang menghadirkan editor. Biasanya penulis saja dengan ditemani moderator. Kalaupun dilibatkan, kadang perannya kurang digali.

Selain itu, fee atau bayarannya terbilang belum menggembirakan. Bisa jadi karena anggapan bahwa: apa susahnya sih mencari tipo doang? Sehingga penulis amatir kadang merasa mampu melakukannya sendiri, padahal tugas editor jauh lebih kompleks seperti saya tuslis di atas. 

Dengan gaji UMR (malah ada yang belum), editor inhouse wajarlah belum jadi profesi idaman. Apalagi kalau sistemnya freelance, biasanya dihitung per halaman atau sesuai kesepakatan. Tentu sesuai juga dengan jam terbang. Lagi-lagi kembali pada penghargaan penulis atau penerbit indie pada jasa editor. Inilah masalahnya.

Jadi, jangan heran kalau anak sekarang jika ditanya tentang profesi di dunia perbukuan yang ingin digeluti. Kalau bukan penulis, penerjemah, atau minimal desainer grafis (layouter). Boleh jadi karena fee lebih besar atau kesempatan belajar tersedia lebih besar.

Optimistis 

Namun, Rudi optimistis bahwa profesi editor akan terus eksis. Ini merujuk kesadaran bahwa penulis dan editor sebenarnya adalah mitra, bukan atasan dan bawahan. Keduanya saling membutuhkan demi menciptakan buku yang bagus dan bermanfaat bagi pembaca. Semangat kolaborasi harus dijunjung tinggi, tanpa gengsi.

Si sulung baca buku di luar gedung book fair di Surabaya (Dok. pri)
Si sulung baca buku di luar gedung book fair di Surabaya (Dok. pri)

Ya, harapan memang selalu ada. Saya sebagai ibu rumah tangga yang suka membaca pun akan terus menularkan virus literasi kepada duo bocil di rumah. Bukan cuma agar menghargai profesi editor yang masih kalah pamor dibanding penulis, tetapi lebih dari itu mendorong mereka untuk melihat peluang di banyak bidang.

Belajar dan berkolaborasi, itu yang perlu saya tekankan kepada mereka supaya optimistis memandang masa depan lewat hobi yang mereka miliki dan skill yang harus dipenuhi. Semoga lewat acara IG Live ini profesi editor makin dikenal dan digemari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun