Dulu aku berpikir bahwa cinta itu haya sekadar rasa ingin memiliki atau mengagumi sesuatu. Tapi ternyata tidak. Cinta lebih dari itu, bahkan lebih dari sekadar memberi. (David Hidayat)
Pandangan matanya tajam memandang pantai di sekelilingnya. Pancaran wajahnya menyiratkan berbagai paduan rasa; rasa syukur menjadi salah satu putra yang terlahir pada 28 Austus 1987 di tempat seindah pesisir pantai Nagari Sungai Pinang. Pantai yang dekat dengan Pulau Mandeh itu memikat wisatawan sehingga sering mendapat julukan Raja Ampat-nya Sumatra Barat.
Akan tetapi, pandangannya sesekali redup karena terselip pula rasa khawatir melihat rusaknya lahan pantai akibat abrasi. David Hidayat merasa ia tak mungkin bisa berdiam diri jika ingin tanah tempat kelahiran yang sangat dicintainya tetap indah dan terus menghadirkan beragam anugerah.
Jika hari ini ia tidak segera menyusun langkah, maka masa depan pantai di pesisir barat Nagari Sungai Pinang, Kecamatan Koto XI Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatra Barat akan tinggal kenangan. Ya, kerusakan hutan mangrove dan terumbu karang di sekitar tempat tinggalnya itu sudah demikian masif dan mulai mengikis pantai, hal yang mengancam masa depan kehidupan para penduduknya.
David melihat banyak masyarakat yang masih mengeksploitasi mangrove untuk kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Belum lagi penggunaan alat tangkap ikan yang tidak ramah lingkungan sehingga turut memicu rusaknya terumbu karang yang pada akhirnya berpengaruh pada kehidupan biota laut. Bagaimana jika laut dan pantai yang indah dan penuh harta terpendam itu rusak, baik karena abrasi ataupun lahannya menjadi kritis akibat kelalaian atau ketidakpedulian manusia?
Menerjang ombak rintangan demi merawat nagari
Hati kecil David mulai terpanggil. Tahun 2009 hingga 2015 menjadi tahun-tahun penuh pergulatan dan perjuangan untuk mulai menata kembali lingkungan pantai di Nagari Sungai Pinang. Ia mengajak teman-temannya sesama mahasiswa melakukan kegiatan konservasi dan pengabdian masyarakat.
Pada tahun 2015 inilah Andespin Deep West Sumatera didirikan. Andespin itu merupakan akronim dari Anak Desa Sungai Pinang, sebuah klub selam yang memiliki aktivitas antara lain menyelam, menanam mangrove serta menanam dan transplantasi terumbu karang.
Ombak menantang manuju pulau, laia dikambang manantang angin. Maknanya, untuk mencapai suatu tujuan dan cita-cita senantiasa mengalami cobaan dan rintangan. Jika bukan karena kesabaran dalam melakukannya, mungkin usaha yang dilakukan Andespin itu sudah lama terkubur karena David menyesuaikan dengan dana dan tenaga yang terbatas. Kurangnya edukasi mengenai pelestarian lingkungan membuat masyarakat kehilangan banyak potensi alam membuat David terus berusaha mengobarkan semangat dan meniti kesabaran demi keberlangsungan dan masa depan masyarakat di daerahnya.
Berkat ketekunan dan keuletannya, di tahun 2019 Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sumatra Barat memberikan 9.000 bibit mangrove kepada Andespin untuk ditanam di Pantai Majunto. Sedikit demi sedikit, ada pula lembaga-lembaga swasta yang mau bekerja sama dengan memberikan 10.000 bibit Mangrove. Bahkan, ia pun menjalin kerja sama untuk menanam bibit kaliandra yang kayunya bisa mengantikan batu bara dan habitatnya menjadi tempat budidaya galo-galo, sejenis lebah tanpa sengat yang bermanfaat bagi ekosistem di sana.
Langkah berpasir yang mengukir anugerah di sepanjang pesisir
Ada peribahasa di negeri Minang: Nan mudo pabimbiang dunia, nan capek kaki ringan tangan, acang-acang dalam nagari. Maknanya, pemuda adalah harapan bangsa. Di tangan pemuda terletak maju mundurnya bangsa di masa depan.
David menyadari bahwa sebagai generasi muda, ia turut menjadi andalan masa depan negerinya. Oleh karena itulah, ia mulai bergerak dengan memberikan edukasi dan mendorong warga setempat untuk menanam kembali terumbu karang, mangrove, serta menangkar penyu dan membudidayakan rumput laut. Andespin yang saat itu hanya memiliki sepuluh orang anggota tentu saja kesulitan karena lahan yang akan dikonservasi sangat luas. Belum lagi proses pembibitan hingga penanaman mangrove sangat panjang dan bertahap.
David mengajak sekitar 70 ibu rumah tangga di Nagari untuk turut serta melakukan konservasi. Tentu saja David mengakui mendapatkan tantangan dari masyarakat terhadap upaya ini. Ia pun sempat dicurigai akan mengklaim lahan mangrove menjadi miliknya. Namun ia meyakinkan warga bahwa ia mengajak konservasi tersebut demi kebaikan dan masa depan mereka bersama.
Orangtua pun menentang usaha David pada awalnya. Mereka menginginkan David bekerja di kantor dan memakai seragam. Bagi sebagian orang di nagari (desa), hal tersebut masih sangat penting karena berkaitan dengan status sosial di masyarakat.
Kesejahteraan hidup sehari-hari para anggota yang belum sepenuhnya terjamin juga membuat upaya David bersama Andespin terus mengarungi jalan terjal. Ia selalu menyuntikkan semangat dan solusi yang mereka butuhkan bagi masyarakat.
Akan tetapi, David bersikap keras kepala dan meyakinkan orangtuanya bahwa jika bukan dia sebagai pemuda yang membangun kampung halamannya, maka siapa lagi yang akan melakukannya? Ia yakin bahwa ada banyak potensi yang bisa dikembangkan dari daerah tempat tinggalnya. Sebagai lulusan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta, David tentu sudah memahami “harta karun yang terpendam” di kampung halamannya.
Jagalah alam, maka alam akan menjagamu!
Kini mereka sudah tergugah kesadaran untuk menyelamatkan Nagari setelah melihat upaya tak kenal lelah dari David bersama Andespin. Menurut David, para penduduk kini sudah menyaksikan sendiri bergeliatnya kehidupan dari lingkungan yang semakin sehat dan memperoleh manfaat yang luar biasa dari upaya konservasi yang dilakukan. Bahkan, mereka kini sudah mulai takut untuk merusak hutan, suatu kearifan yang mulai tumbuh untuk menjaga kelestariannya.
Banyak manfaat dan keuntungan, termasuk dalam bidang ekonomi dari upaya konservasi hutan mangrove dan terumbu karang yang dilakukan David bersama Andespin. Banyak hewan yang kembali ke habitat aslinya, seperti kepiting dan ikan. Hal ini membuat hasil tangkapan para nelayan dari Nagari Sungai Pinang semakin melimpah.
Para penduduk juga memiliki produk turunan dari hutan mangrove, seperti batik yang menggunakan pewarna alami dari kulit kayu mangrove dan kopi dari buah mangrove, khususnya dari spesies Rhizopora mucronata dan Rizhopora apiculata. Mereka juga kedatangan banyak turis karena wisata pantai indah di Nagari semakin menarik.
David mengajak para turis asing untuk menanam mangrove dan menyelam bawah laut, meski sayangnya peralatan menyelam milik Andespin masih terbatas. Mereka sangat senang dengan kegiatan tersebut. Para anggota Andespin juga banyak belajar bahasa Inggris dari interaksi mereka dengan wisatawan mancanegara itu.
Satu hal yang juga cukup menarik terkait kegiatan Andespin, yaitu bermain seluncur di pantai dengan papan surfing. Hal itu menarik dan menjadi rebutan di kalangan anak-anak dan remaja. David memberi izin mereka untuk meminjam papan surfing, tetapi dengan satu syarat, yaitu membaca buku lebih dulu selama 30-60 menit di taman baca yang sudah dikelolannya sejak masih kuliah. Tujuannya untuk meningkatkan minat baca yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesadaran literasi anak dan remaja di lingkungannya.
David juga berjejaring dan melakukan sinergi dengan kelompok-kelompok konservasi di nagari. Mereka sering melakukan kegiatan bersama dan saling berbagi pengetahuan seputar konservasi dan ekosistem di wilayah pesisir. David juga sering diminta berbagi pengalaman di kampus maupun di komunitas lainnya melalui seminar atau lokakarya.
Satu Indonesia Awards bagi David, si penjaga laut dari pesisir selatan
Kiprah David dengan Andespin-nya menyelamatkan pantai Nagari Sungai Pinang membuatnya dijuluki si penjaga laut dari pesisir selatan. Hal itu pun membuatnya memperoleh apresiasi dari Astra dan menjadikannya sebagai salah satu Penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards ke-13 tahun 2022 dalam bidang lingkungan.
Ia merasa bersyukur sekaligus mengakui mendapat beban berat karena memiliki tanggung jawab lebih besar daripada sebelumnya. Namun melihat laut dan pantai di Nagari Sungai Pinang yang memiliki keistimewaan dan pendukung kelestariannya, termasuk dari masyarakat, David yakin bahwa ia akan mampu menjaga dan mengembangkan lagi kekayaan alam demi kesejahteraan mereka bersama.
Salah satu hal yang masih menjadi cita-citanya adalah menjadikan hutan mangrove sebagai laboratorium hidup untuk penelitian maupun wisata di Sumatra Barat serta memiliki taman bawah laut untuk mencegah kepunahan biota dan keanekaragaman hayati di Nagari Sungai Pinang. Mereka masih membutuhkan lahan konservasi mangrove yang lebih luas untuk mencapai impian tersebut.
Sebagai generasi muda, David dianggap memiliki pengaruh besar bagi kemajuan untuk bangsa ini, termasuk memberi manfaat dan kontribusi untuk masyarakat di sekitarnya. Melalui kegiatan Andespin, David Hidayat berhasil menjadi salah satu generasi muda yang mampu menjaga semangat untuk hari ini dan masa depan Indonesia dengan merawat salah satu anugerah alam, yaitu laut dan pantai beserta mangrove dan terumbu karang yang menjadi kehidupan bagi biota di dalamnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H