Ombak menantang manuju pulau, laia dikambang manantang angin. Maknanya, untuk mencapai suatu tujuan dan cita-cita senantiasa mengalami cobaan dan rintangan. Jika bukan karena kesabaran dalam melakukannya, mungkin usaha yang dilakukan Andespin itu sudah lama terkubur karena David menyesuaikan dengan dana dan tenaga yang terbatas. Kurangnya edukasi mengenai pelestarian lingkungan membuat masyarakat kehilangan banyak potensi alam membuat David terus berusaha mengobarkan semangat dan meniti kesabaran demi keberlangsungan dan masa depan masyarakat di daerahnya.
Berkat ketekunan dan keuletannya, di tahun 2019 Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sumatra Barat memberikan 9.000 bibit mangrove kepada Andespin untuk ditanam di Pantai Majunto. Sedikit demi sedikit, ada pula lembaga-lembaga swasta yang mau bekerja sama dengan memberikan 10.000 bibit Mangrove. Bahkan, ia pun menjalin kerja sama untuk menanam bibit kaliandra yang kayunya bisa mengantikan batu bara dan habitatnya menjadi tempat budidaya galo-galo, sejenis lebah tanpa sengat yang bermanfaat bagi ekosistem di sana.
Langkah berpasir yang mengukir anugerah di sepanjang pesisir
Ada peribahasa di negeri Minang: Nan mudo pabimbiang dunia, nan capek kaki ringan tangan, acang-acang dalam nagari. Maknanya, pemuda adalah harapan bangsa. Di tangan pemuda terletak maju mundurnya bangsa di masa depan.
David menyadari bahwa sebagai generasi muda, ia turut menjadi andalan masa depan negerinya. Oleh karena itulah, ia mulai bergerak dengan memberikan edukasi dan mendorong warga setempat untuk menanam kembali terumbu karang, mangrove, serta menangkar penyu dan membudidayakan rumput laut. Andespin yang saat itu hanya memiliki sepuluh orang anggota tentu saja kesulitan karena lahan yang akan dikonservasi sangat luas. Belum lagi proses pembibitan hingga penanaman mangrove sangat panjang dan bertahap.
David mengajak sekitar 70 ibu rumah tangga di Nagari untuk turut serta melakukan konservasi. Tentu saja David mengakui mendapatkan tantangan dari masyarakat terhadap upaya ini. Ia pun sempat dicurigai akan mengklaim lahan mangrove menjadi miliknya. Namun ia meyakinkan warga bahwa ia mengajak konservasi tersebut demi kebaikan dan masa depan mereka bersama.
Orangtua pun menentang usaha David pada awalnya. Mereka menginginkan David bekerja di kantor dan memakai seragam. Bagi sebagian orang di nagari (desa), hal tersebut masih sangat penting karena berkaitan dengan status sosial di masyarakat.
Kesejahteraan hidup sehari-hari para anggota yang belum sepenuhnya terjamin juga membuat upaya David bersama Andespin terus mengarungi jalan terjal. Ia selalu menyuntikkan semangat dan solusi yang mereka butuhkan bagi masyarakat.
Akan tetapi, David bersikap keras kepala dan meyakinkan orangtuanya bahwa jika bukan dia sebagai pemuda yang membangun kampung halamannya, maka siapa lagi yang akan melakukannya? Ia yakin bahwa ada banyak potensi yang bisa dikembangkan dari daerah tempat tinggalnya. Sebagai lulusan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta, David tentu sudah memahami “harta karun yang terpendam” di kampung halamannya.