Belum lagi sesi menampung buku atau majalah (baru/bekas) untuk didonasikan kepada Gubug Baca Medini, pameran wayang gaga (kreasi wayang kontemporer berbahan daun dan tumbuh-tumbuhan), bursa buku, dan pemberian buku kepada perpustakaan Dusun Medini—seluruhnya kian menambah atmosfer literasi dan gairah kesusastraan di sana. Kemah Sastra ini sudah terselenggara hingga kali keempat (terakhir tahun 2018 atau sebelum pandemi).
7. Wakul Pustaka (Pustaka Bergerak)
Alih-alih sibuk menyalahkan tentang rendahnya minat baca orang Indonesia, KLM berinisiatif membuat program Wakul Pustaka sebagai upaya jemput bola. Konsepnya sederhana: buku diletakkan di dalam wakul (bakul nasi dalam bahasa Jawa). Bakul-bakul ini lantas dititipkan di warung-warung warga yang mau menerima.
Agar tidak bosan, judul buku divariasi dengan buku lainnya setelah beberapa minggu berselang. “Daripada menunggu atau main HP, mari baca buku!” ujar Heri mempertegas slogan gerakan Wakul Pustaka.
Bakul dipilih sebagai simbol literasi sebab menyimpan nilai-nilai kearifan. Dalam budaya Jawa, bakul menjadi alat yang serbaguna di dapur keluarga. Bukan cuma menampung nasi setelah matang dari dandang, bakul juga kerap dipakai sebagai wadah bermacam benda, termasuk buah, sayur hingga umbi-umbian hasil pekarangan.
Sayangnya, keberadaan bakul kini mulai terkikis seiring penanak nasi (rice cooker) dan semacamnya kian menjadi primadona. Meminjam ungkapan Jawa, wakule ngglimpang (bakulnya terkapar), KLM seolah ingin menegaskan betapa keberadaan petani kini makin terpinggirkan, jadi pihak yang marginal akibat masifnya pembangunan hunian yang mencaplok tanah-tanah di desa yang menjadi tempat tumbuhnya aneka pangan.
Simbol kearifan dan perlawanan di tengah budaya serbadigital juga terwakili oleh bakul. Pemilihan bakul sebagai media menyiratkan pesan bahwa asupan gizi berupa ilmu pengetahuan melalui buku tak kalah penting dari gizi dan asupan makanan untuk mengenyangkan perut.
Kita sangat khawatir akan mengalami stunting (kekerdilan) pada tubuh atau jasmani akibat kekurangan gizi dan nutrisi makanan, tapi kita jarang peduli bahwa akal dan jiwa bisa mengalami kekerdilan akibat kurangnya asupan ilmu pengetahuan, imajinasi,dan budaya dalam pengertian seluas-luasnya.
Menyiapkan Generasi Muda Penjaga Budaya yang Mencintai Sastra
Sebagai organisasi sosial, KLM yang dikomando oleh Heri tak terlepas dari tantangan. “Regenerasi menjadi salah satu kendalanya,” ujarnya singkat. Namun, komunitas ini enggan diam atau mati. Meski terkendala minimnya sumber daya, KLM terus berupaya bergerak dan bertahan lewat berbagai gebrakan.
Adapun terbatasnya jumlah SDM pengurus, mereka siasati dengan menjalin berkolaborasi atau berjejaring dengan para pegiat sastra di Kendal dengan mengusung program-program yang bisa dikerjakan bersama.
Kendala lainnya adalah kuatnya gempuran televisi di rumah-rumah warga dan masifnya perkembangan teknologi, dalam hal ini gawai (gadget) yang sulit terlepas dari genggaman.