"Penemuan Hukum Dan Terobosan  Progresif Oleh Hakim"
Baru-baru ini indonesia dihebohkan dengan mencuak kembali kasus bank sentury dan di ajukan praperadilan oleh lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam masyarakat anti korupsi (MAKI) terhadap KPK, proses praperadilan ini dimenangkan oleh masyarakat anti korupsi (MAKI) dengan amar putusan mahkama agung sebagai berikut :
1.Mengabulkan praperadilan pemohon sebagian;
2.memerintahkan Termohon untuk melakukan proses hukum selanjutnya sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku atas dugaan tindak pidana korupsi Bank Century dalam bentuk melakukan Penyidikan dan menetapkan tersangka terhadap Boediono, Muliaman D Hadad, Raden Pardede dkk, (sebagaimana tertuang dalam surat dakwaan atas nama Terdakwa BUDI MULYA) atau melimpahkannya kepada Kepolisian dan atau Kejaksaan untuk dilanjutkan dengan Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat;
3.Menolak Permohon Pemohon Praperadilan untuk selain dan selebihnya;
4.Membebankan biaya perkara kepada Termohon, sebesar NIHIL;
Dari hasil amar putusan mahkama agung poin no 2 yang kontroversi dibicarakan oleh publik baik di media sosial maupun di dunia akademisi. Persoalan yang paling mendasar dalam amar putusan ini adalah hakim menetapkan tersangka pada sidang praperadilan.?, tugas hakim itu apakah memutus perkara ataukah menetap orang sebagai tersangka.? Sehingga penulis beranggapan bahwa sejak kapan hakim memiliki peran ganda seperti itu dalam pengertian bahwa di satu sisi haklim menjadi hakim pada sisi yang lain menjadi penyidik.
Kewenangan Penetapan Tersangka
Berdasarkan kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHP) Pasal 1 angka 14 yang dimaksud dengan tersangka adalah orang yang  karena perbuatanya atau keadaanya berdasarkan bukti permulaan patut di duga sebagai pelaku tindak pidana. Selanjutnya dalam Pasal 66 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Kapolri No. 12 Tahun 2009 Pengawasan Dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkap 12/2009) disebutkan bahwa : pertama, Status sebagai tersangka hanya dapat ditetapkan oleh penyidik kepada seseorang setelah hasil penyidikan yang dilaksanakan memperoleh bukti permulaan yang cukup yaitu paling sedikit 2 (dua) jenis alat bukti. Kedua, Untuk menentukan memperoleh bukti permulaan yang cukup yaitu paling sedikit 2 (dua) jenis alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan melalui gelar perkara.
Bahwa untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka haruslah didapati bukti permulaan yang cukup yaitu paling sedikit 2 (dua) jenis alat bukti, dan ditentukan melalui gelar pekara. Sehingga harus ada proses terlebih dahulu dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.
Berdasarkan Pasal 1 angka 11 jo. Pasal 14 ayat (1) Perkap 12/2009, prosedur penyelesaian perkara termasuk penyidikan dan penetapan tersangka, harus dilakukan secara profesional, proporsional dan transparan agar tidak ada penyalahgunaan wewenang dan lebih jauh tidak semata-mata bertendensi menjadikan seseorang menjadi tersangka.
Dari penjelasan diatas bahwa yang berhak menetap tersangka terhadap tindak pidana  adalah kepolisian yang diberi tugas sebagai penyidik. Sedangkan KPK diberikan tugas  berdasarkan pasal 6 poin c  kewenangan melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi;, maka dapat disimpulkan bahwa yang berhak menetap tersangka atas tindak pidana umum maupun tindak pidana khusus adalah kewenangan penyidik. Jadi jelaslah bahwa hakim tidak memiliki kewenangan untuk menetap seorang sebagai tersangka sebab yang berhak dan punya kewenangan sebagaimana disebutkan sebelumnya adalah kewenangan penyidik.
PRAPERADILAN
Berdasarkan KUHAP, pengertian praperadilan adalah wewenang PN untuk memeriksa dan memutus menurut ketentuan yang diatur dalam undang-undang yakni:Â
a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;Â
b. Sah atau tidaknya penghentian penyelidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;Â
c. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan
Praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh Ketua PN dan dibantu oleh seorang panitera. Dalam penjelasan Pasal 80 KUHAP yang diberi komentar, pasal ini bermaksud menegakkan hukum, keadilan, dan kebenaran melalui sarana pengawasan secara horisontal. Praperadilan berdasrkan KUHAP adalah wewenang PN untuk memeriksa dan memutus:
 a. Sah/tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan (kecuali terhadap penyampingan perkara untuk kepentingan umum oleh Jaksa Agung) (Pasal 77);Â
b. Ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan (Pasal 77).Â
c. Sah atau tidaknya benda yang disita sebagai alat bukti (Pasal 82 ayat (1) ayat (3)). d. Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau karena kekeliruan mengenai hukum yang diterapkan yang perkaranya tidak diajukan ke PN (Pasal 95 ayat (2)).Â
e. Permintaan rehabilitasi oleh tersangka atas penangkapan atau penahanan tanpa alasan berdasarkan undang-undang atau kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan yang perkaranya tidak diajukan ke PN (Pasal 97 ayat (3)). Wewenang pengadilan untuk mengadili dalam praperadilan dalam Pasal 95 KUHAP dijadikan alasan bagi tersangka, terdakwa atau terpidana untuk menuntut ganti kerugian selain dari adanya penangkapan, penahanan, penuntutan, dan diadilinya orang tersebut. Alasan ini juga dikenakan "tindakan-tindakan lain" yang secara digunakan tanpa alasan atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkannya. Tindakan-tindakan lain yang dimaksud di sini adalah tindakan upaya hukum (dwangmiddel) seperti: (a) Pemasukan rumah; (b) Penggeledahan; dan (c) Penyitaan barang bukti, surat-surat yang dilakukan secara melawan hukum dan menimbulkan kerugian materiil. Hal-hal tersebut dimasukkan dalam Pasal 95, karena dipandang perlu bahwa hak terhadap harta benda dan hak atas privasi perlu dilindungi terhadap tindakantindakan yang melawan hukum.
Uraian di atas memberikan pandangan, eksistensi dan kehadiran praperadilan bukanlah lembaga tersendiri. Praperadilan hanya wewenang dan fungsi tambahan yang dilimpahkan KUHAP kepada PN. Sehingga, wewenang dan fungsi pokok PN untuk mengadili dan memutus perkara pidana dan perkara perdata sebagai tugas pokok ditambah dengan menilai sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penyitaan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan yang dilakukan penyidik atau penuntut umum yang wewenang pemeriksaannya diberikan kepada praperadilan.
Bahwa sejak KPK dipimpin oleh Saut Situmorang sebagai Wakil Ketua KPK maka tidak ada perkembangan perkara korupsi Century. Hal ini haruslah dimaknai karena sejak awal termasuk fit and proper test di DPR dan setelah dilantik , Saut Situmorang menyatakan secara tegas tidak akan meneruskan dan tidak memproses perkara Century, yang pada saat ini dapat dipastikan berhenti dan tidak akan berlanjut. Untuk ini sudah semestinya Saut Situmorang didengar langsung keterangannya dalam persidangan praperadilan aquo berdasar ketentuan KUHAP Pasal 82 ayat (1) huruf B ;
Dengan berlarut-larutnya perkara korupsi Century menjadikan pihak-pihak yang diduga terkait dan atau terlibat malah mendapat status bersih sehingga sekarang ini menduduki jabatan-jabatan strategis misalnya Heru Kristiyana menjadi Dewan komisioner OJK dan Muliaman D Hadad menjadi Duta Besar, pada aspek lain KPK tidak menjalankan amanah Hakim dalam Putusan Perkara Praperadilan nomor : 12/Pid.Pra/2016/PN.Jkt.Sel. Tertanggal 10 Maret 2016, pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dari urain di atas dapat  disimpulkan bahwa dengan pertimbangan hakim sewalaupun Dalam konteks praperadilan tidak ada kewenangan hakim untuk menetapkan tersangka sebagaimana dijelas diatas, Kewenagan untuk menetapkan seorangan sebagai tersangka adalah tugas dan kewengan penyidik. Jadi yang dilakukan oleh Hakim pada pengadilan negeri jakarta selatan yang memutuskan kasus praperadilan kasus budiono adalah merupakan satu tindakan terobosan baru menuju penegakan yang progresif, dengan pertimbangan hukumnya bahwa KPK tidak serius melakukan proses penyidikan, dan penyelidikan terkais sasus bank century.
Dengan mengulur waktu dan tidak ada perkembang tentang kasus itu yang dilakukan oleh KPK, selama dua tahun dan beralasan bahwa KPK sedang mendalami dan melakukan pengkajian serta mengumpulkan bukti-bukti baru.Â
Padahal sesungguhnya sudah ada keputusan pengadilan yang ingkrah  di tahun 2015 yang menetap tersangka kepada Budi Mulya. Dalam putusan tersebut dimuat dakwaan Budi Mulya bersama-sama Boediono, Muliaman D Hadad, Raden Pardede dkk, fakta hukum pertimbangan hakim perbuatan Budi Mulya bersama-sama Boediono, Muliaman Dkk, juga di sebutkan.
Dengan adanya putusan yang inkrah terhadap budi mulya justru sebagai instrumen bagi KPK untuk menetapkan budiono dkk sebagai tersangka, sewalaupun tidak segampang itu KPK menetap seorang sebagai tersangka, dan sekurang-kurang dua alat bukti baru bisa ditetapkan budiono dkk sebagai tersangka.
Dua tahun setelah diputuskan budi mulya kasus bank century dan nama-nama yang di sebutkan belum juga ada perkembang sehingga kepasiatn hukum terkait budiono dkk tidak ada atau menggantungkan nasib seseorang. Hakim melihat bahwa selama 2 tahun itu merupakan proses pendiaman kasus centrury dan harus di maknai bahwa KPK telah melanggar. Ingin memberhentikan proses hukum dengan cara mengulur-ngulur waktu sehingga kasus bank century akan masuk dalam kategori kadaluarsa, oleh karena KPK tidak punya kewenangan untuk menghentikan penyidikan (SP3).Â
Dengan beberapa pertimbangan di atas bahwa hakim praperadilan jakarta selatan memerintahkan kepada KPK untuk melakukan proses penyelidikan dan menetapkan budiono dkk sebagai tersangka, maka keputusan ini adalah sebuah penemuan hukum baru yang dilakukan oleh hakim dalam memutuskan kasus praperadilan dan merupakan suatu terobosan yang progresif dalam menegakkan hukum untuk menuju kepastian hukum.
Penulis :Harmoko M. Said
Ketua IMM cabang Bima priode 2016-2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H