Di menit 29:44 -- 29:51, Yerry berkata: "Tetap datang ke Yesus sekalipun lo belum bisa datang ke gereja ... itu masalah progresif."
Pemikiran Yerry ini liar dan berbahaya. Amsal 29:18a berkata "Bila tidak ada wahyu, menjadi liarlah rakyat." Bagaimana seseorang dapat mengalami pertumbuhan di dalam Yesus sementara dia tidak mau bersekutu di dalam gereja yang adalah karya Yesus di dalam Roh Kudus. Ini suatu pemikiran yang "dungu" dan "sesat" serta "liar".
Di menit 30:22 -- 30:44, Yerry berkata: "Kalau menurut gua Yesus itu, Dia lebih memilih percaya dibanding ngontrol ... itu yang sulit diterima tuh, karena buat banyak orang control lebih penting dari percaya, makanya harus memastikan semua berjalan seragam, semua berjalan harus ada tokoh sentral baru pertumbuhan bisa terjadi."
Yerry kembali memperlihatkan "kedunguan" nya dalam berpikir. Allah di dalam Yesus bukan saja menghendaki manusia percaya akan tetapi Dia juga mengendalikan atau mengontrol segala sesuatu yang terjadi di bawah kolong langit ini. Allah juga bukan menghendaki keseragaman di dalam gereja-Nya melainkan di dalam keberagaman tercipta kesatuan dan persatuan. Pernyataannya bahwa "Semua berjalan harus ada tokoh sentral baru pertumbuhan bisa terjadi" adalah pernyataan yang sesat dan gagal nalar.Â
Dia menunjukkan sendiri bahwa sesungguhnya dia yang gagal dalam memahami peran seorang gembala, pendeta, atau mentor di dalam gereja. Dari pemahaman dia ini justru dia menunjukkan bahwa dia mengkultuskan jabatan di dalam gereja. Yang pada dasarnya Alkitab tidak mengajarkan demikian. Para pendeta, gembala, mentor hanyalah alat Tuhan dan bukan menjadi sumber pertumbuhan di dalam gereja.
Berdasarkan apa yang telah saya uraikan di atas dapat disimpulkan bahwa pengajaran mengenai Kristen progresif adalah pengajaran yang sesat dan gagal nalar memahami dasar iman Kristen yang sejati. Kekristenan progresif seharusnya dipahami sebagai suatu kemajuan di dalam pertumbuhan iman bukan "kemajuan" di dalam menginterpretasikan Alkitab sehingga menjadi liar dan tidak alkitabiah.
Referensi:
[1] Andreas Untung Wiyono dan Sukardi, Manajemen Gereja: Dasar Teologis dan Implementasi Praktisnya, ed. oleh Saur Hasugian (Bandung, Jawa Barat: Bina Media Informasi, 2010), 39.
[2] Yakub B. Susabda, Prinsip-Prinsip Pertimbangan Utama Dalam Administrasi Gereja, 9 ed. (Malang, Jawa Timur: Gandum Mas, 2006), 24–25.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H