Mohon tunggu...
Harlinton Simanjuntak
Harlinton Simanjuntak Mohon Tunggu... Administrasi - Disciple

Gunung itu tempat terindah merefleksikan keagungan Sang Pencipta. Ayo daki gunung....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Media Sosial: Membangun Interaksi Melalui Narasi

11 Juni 2020   14:32 Diperbarui: 11 Juni 2020   14:22 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Media sosial yang digunakan sebagai media membangun narasi propaganda yang di framing sedemikian rupa telah mampu membuat para pengguna menjadi sulit membedakan mana fakta atau dusta. Argumentasi yang dibangun diatas narasi dusta sudah patut dipastikan memiliki agenda politis yang hendak merusak suasana kerukunan sesama anak bangsa. Narasi-narasi seperti ini harus diantisipasi dan diwaspadai. Oleh karenanya, perlu adanya filterisasi di dalam menerima informasi yang disebarluaskan melalui media sosial. Media sosial tidak bisa dipungkiri dewasa ini telah banyak digunakan sebagai basis pergerakan kelompok-kelompok rasis, separatis, dan teroris, bahkan komunis untuk melakukan konspirasi-konspirasi politis untuk memuaskan syahwat politiknya. Menyikapi persoalan dengan sikap yang apatis terhadap situasi yang terjadi di media sosial saat ini tentulah bukan tindakan yang bijak melainkan sikap yang bodoh. Apatisme justru hanya akan membuat proses-proses pembangunan bangsa dan iklim demokrasi menjadi terganggu.

Media sosial seharusnya dijadikan sebagai media interaksi sosial yang membangun. Para pengguna media sosial seharusnya menjadikan media sosial sebagai sebuah entitas personalitas dan kepribadian yang bernilai luhur dan mulia. Yang mana media sosial digunakan dengan rasa tanggung jawab dan membangun sesama pengguna media sosial. Menjadikan media sosial sebagai entitas rumah perubahan dalam perkembangan peradaban manusia merupakan tanggung jawab pemerintah sekaligus pengguna.

Kelompok elit politik, influencer, dan buzzer yang telah menggunakan media sosial sebagai bagian dalam kehidupannya hendaknya menjadi mitra pemerintah sebagai garda depan untuk membangun kehidupan sosial masyarakat melalui media sosial dengan narasi-narasi kehidupan yang membawa perubahan dan pembaharuan yang positif. Pemerintah bersama masyarakat harus membangun sinergitas dalam mengupayakan membangun narasi-narasi perdamaian dan persatuan untuk melawan narasi-narasi propaganda yang menginginkan perpecahan di tengah-tengah anak bangsa.

Berdasarkan data survei penetrasi pengguna internet di Indonesia pada tahun 2018 yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menampilkan bahwa ada 171,17 juta pengguna internet di Indonesia pada tahun 2018. Penetrasi pengguna internet berdasarkan segmen umur adalah usia 15-19 tahun mencapai 91%, berikutnya usia 20-25 tahun sebanyak 88,5%, selanjutnya usia 25-29 tahun sebesar 82,7%, lalu usia 30-34 tahun berjumlah 76,5%, dan usia 35-39 tahun dengan 68,5%. Dari data ini dapat diartikan bahwa generasi muda menjadi kelompok pengguna media sosial yang dominan di Indonesia.

Generasi muda merupakan pilar utama dalam memerangi narasi-narasi propaganda yang dilakukan di media sosial. Generasi muda harus memiliki kepekaan dan sensitifitas yang tinggi terhadap ancaman bahaya penggunaan media sosial terhadap proses pembangunan bangsa Indonesia yang berkelanjutan. Generasi muda diharapkan dapat mampu mengembangkan penggunaan media sosial untuk hal-hal yang secara substantif bertujuan untuk membangun bangsa Indonesia melalui interaksi sosial yang dilakukan di media sosial dengan narasi-narasi kebangsaan.

Generasi muda memiliki peranan untuk membangun nalar-nalar pengguna media sosial untuk peduli terhadap pemerintahan dan pembangunan bangsa yang berkelanjutan. Iklim demokrasi harus dibangun dengan narasi sosial yang ideal dan konstruktif. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa media sosial merupakan bagian dari iklim demokrasi di negara kita Indonesia dengan slogan zamrud khatulistiwanya. Hal ini merupakan tanggung jawab sosial yang melekat dalam diri generasi muda Indonesia. Identitas keindonesiaan yang dimiliki oleh generasi muda harus senantiasa digelorakan dan digaungkan agar menjadi sebuah entitas kebanggaan yang melekat dalam personalitas dan kepribadian generasi muda Indonesia.

Interaksi sosial yang terjadi di media sosial perlu disikapi oleh generasi muda dengan mengedepankan prinsip-prinsip kemanusiaan, kesetaraan, kesemestaan, dan idealisme yang kuat. Membangun persatuan ditengah keberagaman merupakan suatu keniscayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Dengan demikian, menggunakan media sosial secara arif dan bijaksana adalah jalan menuju kesempurnaan pembangunan bangsa Indonesia. Generasi muda menjadi bagian dari bonus demografi, dengan demikian menjadikan media sosial sebagai media pemersatu dan media pembangun merupakan keharusan yang tak dapat diabaikan atau diremehkan.

Dukungan pemerintah juga perlu diberikan kepada generasi muda untuk dapat mengunakan dan memberdayakan media sosial dengan memberikan berbagai fasilitas dan kemudahan untuk dapat mengakses penggunaan media sosial dengan penyediaan fasilitas internet yang memadai bahkan mampu menjangkau seluruh wilayah kesatuan yang tersembunyi di pedalaman.

Pemerintah pula tidak boleh hanya meminta dukungan kepada masyarakat khususnya generasi muda untuk bijak menggunakan media sosial namun tidak memberikan layanan ketersediaan akses media sosial yang mudah dan terjangkau oleh semua kalangan.

Membangun interaksi melalui narasi di media sosial adalah tanggung jawab kita bersama. Diperlukan kebijaksanaan dan hikmat dalam menggunakan media sosial. Menghindari diri terjerumus terhadap konten-konten narasi yang negatif diperlukan adanya kecerdasan dalam menerima berbagai informasi. Mampu mengidentifikasi narasi-narasi propaganda adalah keharusan dan menjadi tanggung jawab personal tiap-tiap pengguna media sosial. Generasi muda secara khusus tidak boleh kalah atau dikalahkan oleh kelompok-kelompok politis yang menggunakan media sosial sebagai media perang untuk menciptakan kegaduhan dan perpecahan.

Progresifitas media sosial juga harus diimbangi dengan kemauan untuk mengisi diri dengan berbagai ilmu pengetahuan agar tidak menjadi korban keganasan media sosial. Keterbukaan untuk menerima ilmu pengetahuan tentang media sosial menjadi kunci dalam mewujudkan peradaban sosial yang berkemanusiaan sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di tengah masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun