Mohon tunggu...
Harlinton Simanjuntak
Harlinton Simanjuntak Mohon Tunggu... Administrasi - Disciple

Gunung itu tempat terindah merefleksikan keagungan Sang Pencipta. Ayo daki gunung....

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Supremasi "Politik" Kebijakan BPJS Kesehatan

20 Mei 2020   08:00 Diperbarui: 20 Mei 2020   07:59 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Politik sejatinya adalah seni dalam mencapai tujuan. Seni yang diartikan sebagai upaya-upaya yang dapat dilakukan. Namun ketika upaya-upaya yang dilakukan tersebut menggunakan cara-cara yang tidak etis dan mempermainkan hukum.

Hal ini menandakan bahwa negeri ini tidak akan dapat menikmati kepastian hukum yang adil dan bijaksana. Negeri ini bukan saja sakit tetapi sudah kritis akhir (ibarat orang sakit napasnya sudah ngorok-ngorok).

[Negeri ini sedang bermain ‘dagelan’ dalam sebuah panggung politik hukum dengan menjadikan BPJS Kesehatan sebagai sarana bermain. (Seperti wahana bermain anak-anak aja)].

Produk hukum secara sadar memang merupakan bagian dari produk politik. Produk politik yang cacat hukum hanya akan menghasilkan pro dan kontra yang kontraproduktif. (Untuk saat ini kesannya mustahil pengusasa dapat menghasilkan produk hukum yang ‘sempurna’). Pembangunan yang berkelanjutan hanya akan jalan ditempat atau mengalami keterlambatan pertumbuhan bilamana kebijakan hukum dipengaruhi oleh kebijakan politik yang cacat hukum.

Perpres 64/2020 menambah daftar produk-produk hukum yang dilahirkan oleh proses politik yang keliru dan melecehkan supremasi hukum itu sendiri. Kebijakan ini merupakan pertunjukan ‘perpeloncoan hukum’. 

Pemerintah tidak menunjukkan kepatuhan hukum terhadap substansi putusan MA Nomor 7 P/HUM/2020. Pemerintah tidak menerapkan prinsip “Audi et Alteram Partem” yaitu ‘Dengarkan sisi lain’. 

Prinsip ini tidak hanya berlaku dalam praktik persidangan semata, tetapi dalam pelaksanaan kebijakan politik pemerintah juga harus bisa melihat ‘sisi lain’ yang menjadi pihak yang berkepentingan sebelum menetapkan suatu keputusan atau kebijakan.

Kebijakan yang ditetapkan atas dasar ‘pembangkangan hukum’ hanya akan menghasilkan proses-proses politik yang buruk. Proses politik yang buruk sudah pasti menghasilkan produk politik yang buruk bahkan berbahaya terhadap suatu proses pembangunan yang berkelanjutan.

Konstitusi telah jelas dan tegas menyatakan bahwa pemenuhan pelaksanaan HAM adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. Kewajiban mutlak bagi negara untuk melaksanakan amanat konstitusi. 

Namun apa yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini Presiden dengan menerbitkan Perpres 64/2020 adalah bentuk penghianatan negara terhadap amanat konstitusi.

“Supremasi ‘Politik’ pada prinsipnya harus tunduk kepada Supremasi Hukum, bukan kebalikannya meskipun hukum adalah produk suatu politik. Karena politik punya etika hukum sebagai standar dalam melaksanakan politik praktis”

Oleh: Harlinton Simanjuntak, S.H.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun