Mohon tunggu...
Harlinton Simanjuntak
Harlinton Simanjuntak Mohon Tunggu... Administrasi - Disciple

Gunung itu tempat terindah merefleksikan keagungan Sang Pencipta. Ayo daki gunung....

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Supremasi "Politik" Kebijakan BPJS Kesehatan

20 Mei 2020   08:00 Diperbarui: 20 Mei 2020   07:59 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam hal ini kebijakan ini patut diapresiasi karena ada itikad baik pemerintah untuk melaksanakan putusan MA meskipun ada kesan ‘sengaja menunda-nunda’ pelaksanaan putusan MA. (Mungkin ini merupakan strategi politik yang sedang dimainkan oleh penguasa.)

Meskipun pemerintah telah menetapkan bahwa iuran BPJS Kesehatan kembali pada ketentuan sebelumnya, tetapi pada  tanggal 5 Mei 2020 Presiden Joko Widodo kembali menandatangani Peraturan Presiden mengenai jaminan kesehatan yaitu Perpres 64/2020 yang pada intinya pemerintah tetap menaikkan iuran BPJS Kesehatan walaupun dengan ‘modifikasi skema iuran’ kebijakan yang membuat orang tertawa melihatnya bahkan ada juga yang bingung, bahkan sampai pening. (Kalau kata Kasino: “Gile lu Don”)

Supremasi ‘Politik’ Negara Hukum

Rasanya apa yang tertulis dalam UUD 1945 pasal 1 ayat 3 ‘Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum’ bagaikan ‘jargon’ untuk memikat hati orang banyak agar tertarik padanya. Apa yang sedang kita saksikan saat ini adalah wujud nyata carut-marut nya sistem hukum di negeri ini yang tunduk kepada kekuasaan politik.

Fakta hukum telah terpampang begitu nyata, bahwa kabijakan menaikkan iuran BPJS Kesehatan adalah cacat yuridis atau melanggar hukum, tetapi pada pelaksanaannya kita masih saja melihat bahwa politik lebih berkuasa di negeri ini ketimbang hukum, yang hanya sebagai gimmick semata.

Dengan diundangkannya Perpres 64/2020, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (dalam siaran pers nya) menilai bahwa Presiden Joko Widodo melakukan:

  • Pembangkangan terhadap hukum;
  • Membebankan kelalaian tata kelola BPJS Kesehatan kepada rakyat kecil;
  • Pengabaian terhadap kewajiban negara menjamin hak kesehatan;
  • Ketidakberpihakan kepada rakyat kecil di tengah pandemi.

Kendati dalam putusan hak uji materiil Perpres 75/2019 hakim majelis dalam pertimbangannya menyatakan bahwa untuk memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dan jaminan terhadap penyelenggaraan jaminan sosial agar dapat berjalan dengan baik, Mahkamah Agung menyatakan bahwa pengaturan lebih lanjut mengenai Perpres 75/2019 diatur oleh pemerintah secara transparan dan bijaksana.

Namun apa yang kita saksikan saat ini adalah bahwa Presiden sedang ‘mengadu’ kekuatan. Supremasi ‘politik’ vs supremasi hukum. Perpres 64/2020 adalah produk hukum yang dilegitimasi oleh supremasi ‘politik’. 

Penyusunan dan penetapan Perpres 64/2020 bukti bahwa tidak adanya prinsip ‘transparan dan bijaksana’ sebagaimana yang diamanatkan oleh Mahkamah Agung dalam pertimbangan putusannya. Kenaikkan iuran BPJS Kesehatan adalah kebijakan hukum yang ‘memperkosa’ HAM masyarakat.

Problematika BPJS Kesehatan pada prinsipnya murni kelalaian negara dalam mengelola BPJS Kesehatan. Tata kelola yang buruk membuat BPJS Kesehatan sebagai lembaga negara nir-laba mengalami defisit anggaran. 

Bila kelalaian itu dibebankan kepada masyarakat ini artinya negara lepas tanggung jawab dan abai terhadap amanat konstitusi bahwa perlindungan dan pemenuhan HAM adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun