Karena sudah menerima suap, DPRD DKI Jakarta ingin kontribusi tambahan diturunkan dari 15 persen menjadi 5 persen saja dikali nilai jual objek pajak dikali lahan yang bisa dikomersilkan.[8] Padahal kontribusi ini pada wawalnya cukup diatur dalam Peraturan Gubernur, seperti dikisahkan Aguan dan sejalan dengan usulan DPRD DKI Jakarta sebelumnya. [9]
Seperti dilaporkan Tempo.co.id, Sanusi menjadi penghubung dengan empat kaki, pertama menjadi penghubung antara Sanusi dan Ahok, kedua, Sunny juga menjadi penghubung Paguyuban pengembang reklamasi 17 pulau buatan ini diteluk Jakarta, Ketika, paguyuban penyembang menanyakan kepada Sunny, ia, Sunny langsung mengkomunikasikan pesan itu kepada anggota DPRD DKI Jakarta.[10] Sebagai tambahan, Sunny mengakui pernah berbicara dengan Aguan beberapa kali. “Kadang di kantor, kadang sambil makan pempek,” katanya. Dalam satu kesempatan, Aguan meminta agar kontribusi tambahan diatur dalam Peraturan Gubernur saja agar pembahasan Raperda tak berlarut-larut. [11]. Selain itu, Sunny juga menjadi penghubung antara Ahok dan Aguan, alias Kesuma Wijaya. [12]
Seperti diketahui untuk memuluskan mega proyek reklamasi, Pemprov DKI dan DPRD tengah membahas Raperda Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dan Raperda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (ZWP3K). Pembahasan itu sudah dilakukan pada Maret 2015 lalu. [13]
Dilain pihak dalam operasi tangkap tangan ini, KPK menemukan uang satu milyar rupiah sebagai pelicin atas permintaan penurunan kontribusi dari reklamasi pantai itu menjadi lebih rendah dari 15%. Sumber dana suap ini berasal dari Aguan, direktur Agung PT. Agung Podomoro Land, salah satu pengembang yang ikut dalam proyek reklamasi. [14]
Dari kicuan Sunny Widjaya terungkap bahwa Sanusi telah menjalin lama dengan Ariesma, bos Agung Podomoro Land itu diper-kirakan sejak tahun 2004, lebih dari 10 tahun lalu.
Disisi lain, dari kicauan Ahok, terungkap, alasan DPRD mengenai pengaturan reklamasi dalam Perda tata rung, katanya meneruskan keinginan para pengembang dengan usul pada Februari lalu agar kontribusi tersebut dikeluarkan dari Rancangan Peraturan Daerah Tata Ruang Strategis Pantai Utara Jakarta dan diatur dalam peraturan gubernur. Namun, propoal dewan ini. Basuki menolaknya.
Ahok—sapaan Basuki, belakangan mencurigai rencana dewan ini, ada hubungannya dengan target jangka panjang mengenai pendanaan dalam pemilihan gubernur yang akan digelar tahun depan. Bila Gubernur lain terpilih, maka menurut Ahok, Perda tata ruang masih dapat di amandemen.
Siapa yang tidak tergiur. Kalkulasi kontribusi tambahan 15 persen x nilai jual obyek pajak x luas lahan yang bisa dijual, dari 17 pulau, menurut Ahok bernilai total Rp 48,8 triliun. Di luar itu, pengembang tiap pulau wajib menyediakan 40 persen lahan untuk ruang terbuka hijau, jalan, dan taman, plus 5 persen untuk fasilitas umum, seperti rumah susun.[15]
Kesimpulan dari gambaran di atas, kita dapat membuktikan, bahwa korupsi terjadi bukan saja karena hubungan politisi, pelaku bisnis atau pelaku usaha, pejabat negara, setingkat gubenur, tetapi juga terjadi dalam dalam hubungan kekerabatan baik sedarah maupun tidak sedarah atau hubungan kawan, suku dan lainnya. Apa yang disebutkan Chamblis adalah benar. Apa yang disebutkan Aditjodoro, hubungan sedarah, maupun bukan sedarah juga menjadi jalan terjadinya korupsi.
Sampai sejauh ini, meski belum ada bukti kuat, hubungan klas karena berada dalam satu kran kekuasaan entah melalui partai atau hubungan lain, penyebab korupsi ini juga terjadi. Hal dapat dilihat bagaimana Ahok menuding dibalik perubahan yang semula penetapan mengenai kontribusi ditaur diatur dalam Pergub, lalu kemudian diubah menjadi diatur dalam Perda. Jika benar kata, Ahok, maka korupsi karena klas, yang mengatur kepentingan kelompoknya terakomodasi dalam kebijakan Perda.
Sedangkan korupsi yang terjadi pada tingkat pemegang keputusan tertinggi pada hubungan produksi juga terjadi, bagaimana Aguan ditetapkan sebagai tersangka, predien direktur Agung Podomoro Land, karena semua keputusan di tangan majikan, tanpa melibatkan buruh==dalam hubungan produksi. Dengan kata lain, buruh tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan ini, melainkan majikan.