Akan tetapi pendapat Marx mengenai korupsi hanya didasarkan pada gerakan sosial, pemimpin gerakan  berpeluang melakukan korupsi. Tetapi Marx tidak menjelaskan bagaimana korupsi terjadi dalam sebuah pemerintahan yang berkuasa—yang membentuk jaringan keriminal. Dengan kata lain korupsi yang sistemik
Â
Menurut William J Chamblis di kutip dalam Aditjondro (2016) menyebutkan
 korupsi terjadi karena hubungan antara pengusaha, politisi dan
 pejabat negara. Hubungan ini terjadi karena pemenuhan kepentingan
 secara bersama. Ini merupakan saudara tiga serangkai abadi dalam
 korupsi sistemik. [4]
Dalam pendapat Chamblis di atas hanya terfokus pada korupsi yang terjadi di kekausaan, dimana sekelompok oligarchy menguasai kekuasaan dan sumber daya yang lebih, dan menyalah gunakan wewenang untuk kepentingan pelestarian oligarik mereka.
 Akan tetapi George Aditjordon mengembangkan pendekatan Chamblis ini dengan membagi bentuk dan lapisan korupsi. Menurut Aditjondro  (2006: 402) dalam bukunya, Korupsi Kepresidenan: Reproduksi Oligarki Berkaki Tiga: Istana, Tangsi dan Penguasa yang diterbikan oleh LKIS, menyebutkan tiga bentuk korupsi, yang memiliki krakter yang berbeda. Ketiga bentuk korupsi itu didasarkan pada theory korupsi yang dikembangkan oleh Chamblis, Milovan Djelas dan Heusen Alatas.
Pertama, korupsi terjadi antara warga negara, dan aparatur negara, yang dapat dibedakan atara suap, pemerasan. Kedua, korupsi yang berada dalam satu lingkaran pusat kekuasaaan pemerintahan, yang meliputi Nepotisme, Kroni dan Klas baru.
Bila nepotisme terjadi antara orang yang menerima dan memberi kemudahan—pejabat negara  dalam hubungan darah, maka kroni antara orang menerima dan memberi –pejabat negara tidak dalam hubungan pertalian darah, melainkan ikatan teman teman dan kedekatan lain.
Sementara kelas baru, orang yang mengambil kebijakan dan orang memperoleh keuntungan dari kebijakan itu, menjadi satu kesatuan, organik, dan berkuasa dalam satu negara.
Ketiga, korupsi yang terjadi karena jaringan terbentuk antara pemerintah yang berkuasa, perusahaan, birokrat, politisi dan lembaga negara, pendidikan dan penelitian. [5]
###
Bagaimana Korupsi Di DKI Jakarta
Korupsi mengenai reklamasi 17 pulau teluk Jekarta terungkap ke public setelah Sanusi, Anggota DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019 dari partai Gerindra, anggota Badan Legislatif DPRD DKI Jakarta tertangkap tangan di ruang kerjanya oleh KPK, . Dari penangkapan Sanusi, terungkap bahwa Anggota DPRD DKI Jakarta itu meminta penurunan pajak reklamasi dalam rancangan Perda tata ruang itu pihak pemerintah menambah 15 persen kontribusi dibebankan pada pengembang, yang diajukan pemerintah DKI Jakarta, dalam hal ini Ahok. Permintaan Sanusi ini, dikomunikasikan melalui Sunny Tanuwidjaya, seorang straf ahli Gubernur DKI Jakarta sebagai penghubung.[6] Seperti yang disampaikan, hukum Sanusi, Krisna Murti, yang menyebut, Sunny dituding sebagai penghubung antara Sanusi dan Ariesman Widjaja, Presiden Direktur  PT Agung Podomoro Land yang ditangkap KPK terkait suap tersebut. Sunny juga disebut kerap bertanya ke Sanusi soal Raperda Tata Ruang dan Zonasi Reklamasi yang tak kunjung beres.[7]