Mohon tunggu...
Harli Muin
Harli Muin Mohon Tunggu... Pengacara - Pemerhati Sosial

Saya mulai tertarik dengan masalah-masalah sosial, anti korupsi pembangunan, lingkungan hidup dan keamanan masyarakat, ketika saya masih kecil menyaksikan kampung di sulawesi tengah, terpencil, dimana saya lahir dan besar terkena banjir bandang dan saya menyaksikan bagaimana bencana itu menghancurkan semuanya dalam hitungan jam. Kehadiran sejumlah perusahaan HPH dan tambang menambah beban terhadap dampak yang disebabkan atas kemarahan alam itu. Kami kehilangan banyak sekali. Padahal kampung ini sebelumnya damai, tenteram jauh dari hiruk pikuk kota. Pilihan inilah yang kemudian menjadi karier saya dan menulis pesan damai yang berhubungan masalah-masalah tersebut di atas. Semoga kita bisa berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Reklamasi Teluk Jakarta, Korupsi Terjadi Karena Hubungan Politisi, Pelaku Bisnis dan Pejabat Negara Setingkat Gubernur

20 April 2016   01:05 Diperbarui: 20 April 2016   01:29 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akan tetapi pendapat Marx mengenai korupsi hanya didasarkan pada gerakan sosial, pemimpin gerakan  berpeluang melakukan korupsi. Tetapi Marx tidak menjelaskan bagaimana korupsi terjadi dalam sebuah pemerintahan yang berkuasa—yang membentuk jaringan keriminal. Dengan kata lain korupsi yang sistemik
 

Menurut William J Chamblis di kutip dalam Aditjondro (2016) menyebutkan
 korupsi terjadi karena hubungan antara pengusaha, politisi dan
 pejabat negara. Hubungan ini terjadi karena pemenuhan kepentingan
 secara bersama. Ini merupakan saudara tiga serangkai abadi dalam
 korupsi sistemik. [4]

Dalam pendapat Chamblis di atas hanya terfokus pada korupsi yang terjadi di kekausaan, dimana sekelompok oligarchy menguasai kekuasaan dan sumber daya yang lebih, dan menyalah gunakan wewenang untuk kepentingan pelestarian oligarik mereka.

 Akan tetapi George Aditjordon mengembangkan pendekatan Chamblis ini dengan membagi bentuk dan lapisan korupsi. Menurut Aditjondro  (2006: 402) dalam bukunya, Korupsi Kepresidenan: Reproduksi Oligarki Berkaki Tiga: Istana, Tangsi dan Penguasa yang diterbikan oleh LKIS, menyebutkan tiga bentuk korupsi, yang memiliki krakter yang berbeda. Ketiga bentuk korupsi itu didasarkan pada theory korupsi yang dikembangkan oleh Chamblis, Milovan Djelas dan Heusen Alatas.

Pertama, korupsi terjadi antara warga negara, dan aparatur negara, yang dapat dibedakan atara suap, pemerasan. Kedua, korupsi yang berada dalam satu lingkaran pusat kekuasaaan pemerintahan, yang meliputi Nepotisme, Kroni dan Klas baru.

Bila nepotisme terjadi antara orang yang menerima dan memberi kemudahan—pejabat negara  dalam hubungan darah, maka kroni antara orang menerima dan memberi –pejabat negara tidak dalam hubungan pertalian darah, melainkan ikatan teman teman dan kedekatan lain.

Sementara kelas baru, orang yang mengambil kebijakan dan orang memperoleh keuntungan dari kebijakan itu, menjadi satu kesatuan, organik, dan berkuasa dalam satu negara.

Ketiga, korupsi yang terjadi karena jaringan terbentuk antara pemerintah yang berkuasa, perusahaan, birokrat, politisi dan lembaga negara, pendidikan dan penelitian. [5]

###

Bagaimana Korupsi Di DKI Jakarta

Korupsi mengenai reklamasi 17 pulau teluk Jekarta terungkap ke public setelah Sanusi, Anggota DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019 dari partai Gerindra, anggota Badan Legislatif DPRD DKI Jakarta tertangkap tangan di ruang kerjanya oleh KPK, . Dari penangkapan Sanusi, terungkap bahwa Anggota DPRD DKI Jakarta itu meminta penurunan pajak reklamasi dalam rancangan Perda tata ruang itu pihak pemerintah menambah 15 persen kontribusi dibebankan pada pengembang, yang diajukan pemerintah DKI Jakarta, dalam hal ini Ahok. Permintaan Sanusi ini, dikomunikasikan melalui Sunny Tanuwidjaya, seorang straf ahli Gubernur DKI Jakarta sebagai penghubung.[6] Seperti yang disampaikan, hukum Sanusi, Krisna Murti, yang menyebut, Sunny dituding sebagai penghubung antara Sanusi dan Ariesman Widjaja, Presiden Direktur  PT Agung Podomoro Land yang ditangkap KPK terkait suap tersebut. Sunny juga disebut kerap bertanya ke Sanusi soal Raperda Tata Ruang dan Zonasi Reklamasi yang tak kunjung beres.[7]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun