Mohon tunggu...
Harja Saputra
Harja Saputra Mohon Tunggu... profesional -

http://www.harjasaputra.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Membongkar Kecurangan pada Pemilu (2)

4 Juni 2014   00:31 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:44 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah kegiatan pencoblosan, tiba giliran penghitungan suara. Di sinilah banyak kecurangan. Penghitungan suara di TPS bahkan bisa molor karena banyaknya protes.

Setelah penghitungan, KPPS akan menulis rekapitulasi suara di formulir C1. Patokannya adalah penghitungan pada C1 Plano (kertas putih besar yang dipampang untuk penghitungan dan disaksikan oleh masyarakat). Jika tidak punya saksi, maka rekap C1 yang dibikin oleh KPPS akan berbeda dengan C1 Plano. Saksi harus diberikan pengarahan untuk memfoto C1 Plano, karena jika tidak demikian, jika data di C1 Rekap dirasakan terdapat perbedaan dengan data pada saksi, akan sulit untuk dibuktikan. C1 Rekap mudah dipermainkan tetapi C1 Plano tidak bisa.

Modus kecurangan pada C1 Rekap diantaranya menambah angka 0. Awalnya suaranya 10 bisa menjadi 100. Atau dengan angka lain yang mirip. Misalnya awalnya angka 18 menjadi 81. Jika kemudian diprotes KPPS tinggal bilang: "salah catat, atau ngantuk". Beres perkara. Semudah itu alasannya.

2. Kecurangan di PPS

Setelah rekapitulasi suara di TPS, C1 Rekap, bukti Surat Suara dan C1 Plano diserahkan ke PPS (desa) untuk direkapitulasi. Umumnya, PPS hanya akan melihat C1 Rekap, adapun C1 Plano dan Surat Suara tetap di dalam kotak suara. Kecuali jika ada protes dan meminta untuk membuka kotak suara, baru dibuka.

Di setiap TPS ada dua jenis C1 Rekap: C1 Rekap yang berhologram dan yang tidak berhologram. Yang berhologram dikirim langsung ke KPU Pusat melalui KPUD. Adapun yang tidak berhologram diserahkan ke PPS. Tujuannya agar data dari awal sampai akhir sama dengan yang ada di TPS. Namun kenyataan di lapangan, tidak demikian. KPUD yang bermain akan mengarahkan petugas di PPK dan PPS sesuai dengan pesanan. C1 Rekap yang berhologram menjadi tidak berguna. Yang dijadikan patokan justru laporan B1 (rekap dari desa/kelurahan) dan D1 (rekap dari kecamatan). Selain itu, seperti sudah disebutkan bahwa C1 Rekap, baik yang berhologram maupun yang tidak berhologram, bukan bukti kuat. Bukti kuat adalah C1 Plano sebagai rekap resmi yang disaksikan oleh masyarakat pada saat penghitungan suara.

Modus kecurangan di PPS adalah merubah atau menambah angka dengan imbalan uang di rekap B1. Jika di rekap B1 angka berubah, PPS juga akan merubah C1 Rekap. Jika tidak demikian akan berbahaya bagi si PPS yang bersangkutan. Makanya, C1 Rekap itu, sekali lagi, rentan untuk diubah-ubah sesuai dengan pesanan. Jika sudah dalam kondisi terdesak, alasan yang digunakan sama dengan alasan di atas, "salah catat atau ngantuk". Beres. Dagelan pokoknya demokrasi di republik ini.

3. Kecurangan di PPK

Setelah rekapitulasi suara di tingkat PPS (desa/kelurahan) maka rekap B1 akan dibawa ke kecamatan, dan PPK akan mengeluarkan rekap D1. Di sini juga permainan kencang. Caleg umumnya bermain di tingkat ini. Terutama Caleg DPR-RI dan DPD. Karena biayan lebih efisien. Daripada harus membom PPS atau KPPS yang jumlahnya banyak, mending dipakai untuk membom PPK (tingkat kecamatan) dengan hasil yang diharapkan sama. Namun, bagi yang teliti dan punya rekap C1 asli dari TPS dan bukti C1 Plano, bermain di PPK sangat berbahaya. Ini ditempuh karena biasanya saksi dari partai fokus hanya pada suara Caleg DPRD II dan I, adapun untuk DPR-RI tidak diperhatikan. C1 Rekap pun kadang tidak diberikan untuk saksi DPR-RI dengan alasan saksi individu tidak punya mandat dari partai.

Kecurangan di tingkat PPK juga umumnya dilakukan dengan modus pengalihan suara di antara internal partai yang sama. Suara untuk Caleg A dari Partai A akan diambil dan dialihkan ke Caleg B dari partai yang sama. Tidak mungkin mengambil dari suara partai lain, karena resikonya sangat besar. Namun ada juga yang nekad mengambil dari suara partai lain, terutama dari partai yang sudah "karam" (tidak tembus PT).

Sesungguhnya pertarungan yang sengit adalah di antara internal partai, karena sesama caleg pada partai yang sama saling mencurigai dan saling sikut kanan-kiri. Apapun caranya bagi pihak yang haus kekuasaan akan ditempuh, meskipun mencuri dari suara teman sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun