1371 DAUN KAMBOJA DI ATAS KOLAM
Daun kamboja terapung di atas kolam. Sesekali bergoyang, ditiup angin semilir. Daun kamboja di atas kolam, kisah apakah yang kau simpan?
Adakah kisah seorang encek tua pemilik toko kain di Pecinan yang bertanya pada seorang pria yang membeli sepotong kain hitam, lalu si pria meminta kain dipotong-potong menjadi untaian tali untuk diikatkan di pergelangan tangan kiri, dan si encek tua bermata sipit bertanya lugu, "Ini untuk apa?," dan dijawab si pria, "Untuk peringatan Peristiwa Mei...," dan si encek menatap si pria dengan wajah penuh tanda tanya, "Ada apa dengan Mei?"
Seorang encek bermata sipit pemilik toko kain di Pecinan lupa apa yang terjadi di bulan Mei 1998. Memasang pita hitam di pergelangan tangan kiri adalah upaya melawan lupa.
Atau gugat kecewa seorang perempuan berambut perak, berkulit terang, saat mencicipi rujak pare di acara peringatan Tragedi Mei '98, di mana disajikan kudapan rujak pare sambel kecombrang. Rujak pare simbol kepahitan yang harus ditelan, sambel kecombrang simbol wanita Tionghoa yang dianiaya.
"Saya kecewa, rujak pare nya ndak pahit sama sekali! Malah enak..." ujarnya sambil tersenyum penuh arti.
Saya ikut tersenyum. "Lha kalo rujak pare nya pahit dan ndak enak, tahun depan yang mau datang siapa???" Ya, toh?
Bukankah di ujung kepahitan, manis tercecap, bukankah di ujung kemanisan, pahit tercecap? Bukankah yang manis-manis membuahkan kenangan pahit, yang pahit-pahit menumbuhkan pengalaman manis?
Daun kamboja di atas kolam, mengambang ragu, menepi bisu, menyapa dinding beku
Mei, 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H