Rasulullah sendiri pun seorang wirausahawan. Bahkan, Beliau lebih lama berprofesi sebagai pengusaha (25 tahun ) dibandingkan sebagai rasul (23 tahun) dan Beliau tidak henti-hentinya pula mengimbau umatnya untuk menjalankan wirausaha. Apalagi bisnis yang dilakukan berjamaah. Rasulullah bersabda: “Berdua lebih baik daripada sendiri. Bertiga lebih baik daripada berdua. Berempat lebih baik daripada bertiga. Hendaklah kamu sekalian berjamaah, karena sesungguhnya tangan Allah bersama orang yang berjamaah” (H.R. Ibnu Asakir dari Abu Hurairah ra).Jadi, memang kewirausahaan menjadi sesuatu yang sangat dianjurkan di dalam ajaran agama Islam
Sebagaimana disampaikan para ahli, faktor-faktor yang mempengaruhi minat seseorang untuk menjadi wirausahawan, meliputi ekspektasi pendapatan, lingkungan keluarga, dan pendidikan kewirausahaan itu sendiri.
Dalam menguatkan peran perekonomian syariah, secara kualitas dan kuantitas perlu ditingkatkannya keberadaan para wirausahawan sebagai pelaku UMKM. Kepada calon wirausahawan, perlu dibangkitkan minatnya untuk berkiprah di dunia usaha. Sedangkan kepada mereka yang sedang menggeluti dunia wirausaha, semakin ditingkatkan kemampuan dan daya saingnya agar semakin yakin terhadap pekerjaannya sebagai wirausahawan. Hal tersebut dapat ditingkatkan melalui penyasaran minat berwirausaha, yang meliputi ekspektasi pendapatan, pengaruh lingkungan keluarga, dan pendidikan kewirausahaan itu sendiri.
Selain berperan menumbuhkan minat berwirausaha para pelaku UMKM, lembaga perbankan syariah berperan membangun bisnis para wirausahawan tersebut. Untuk membangun bisnis memerlukan dua proses utama, yaitu proses membangun mental berwirausaha dan proses manajerial bisnis (dimulai dari proses identifikasi gagasan bisnis, menyusun proposal bisnis, menyusun visi, misi, strategi bisnis hingga proses mengelola bisnis).
Proses yang paling penting (critical) adalah proses membangun mental. Dibutuhkan waktu dan pengalaman praktek bisnis yang lama untuk bisa memiliki mental baja dan naluri di dalam berbisnis. Itulah sebabnya mental bisnis ini perlu dibangun sejak muda. Orang muda masih banyak energi dan kreativitas untuk mengembangkan bakat dan bereksperimen di dalam bisnis, karena sangat mungkin, untuk bisa mencapai keberhasilan dalam bisnis harus melalui serangkaian kegagalan dan waktu yang lama.
Hal mendasar yang perlu dipersiapkan oleh wirausahawan muda adalah ilmu tentang prinsip-prinsip ekonomi di dalam Islam. Salah satu prinsipnya adalah sebagaimana pesan Khalifah Umar bin Khattab radhialllahu’anhu kepada kaum Muslimin: “Hendaklah tidak berdagang di pasar kita selain orang yang telah faham (berilmu), jika tidak, ia akan memakan riba (ucapan Beliau ini dengan teks demikian ini dinukil oleh Ibnu Abdil Bar Al Maliky). Prinsip terpenting lainnya adalah hukum asal setiap transaksi adalah halal. Sebagaimana kaidah fikih, “Hukum asal dalam segala hal adalah boleh hingga ada dalil yang menunjukkan keharamannya.” Kaidah ini sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 29 yang artinya: “Dialah yang menciptakan untuk kamu segala hal yang ada di bumi seluruhnya.”Sedangkan, sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mendukung kaidah tersebut adalah: “Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian.” (HR. Musim).
Prinsip yang ada di dalam konsep ekonomi Islam akan menjadi dasar pemilihan jenis dan aktivitas bisnis. Sebagai seorang muslim, tentu harus memiliki perbedaan dengan orang kafir di dalam berbisnis. Bisa jadi bisnis kita menjadi sarana dakwah kepada orang kafir. Demikian juga dengan keterpilihan perbankan syariah, apalagi produk dan jasa yang disediakan perbankan syariah sudah sama bagusnya, sama lengkapnya, sama modernnya sebagaimana produk jasa keuangan konvensional.
Dalam perannya membangun bisnis para wirausahawan, perekonomian syariah harus kembali pada kebermaknaan ekonomi Islam atau ekonomi berbasis syariah itu sendiri, yaitu sebuah sistem ekonomi yang memiliki tujuan utama untuk kesejahteraan umat. Sistem ekonomi syariah berpedoman penuh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Hukum-hukum yang melandasi prosedur transaksinya sepenuhnya untuk kemaslahatan masyarakat, sehingga tidak ada satu pihak yang merasa dirugikan. Kesejahteraan masyarakat dalam ekonomi Islam tidak hanya diukur dari aspek materilnya, namun mempertimbangkan dampak sosial, mental, dan spiritual individu serta dampak yang ditimbulkan bagi lingkungan.
Dalam Islam, berdagang atau bisnis atau wirausaha sangat dianjurkan, karena nabi kita pun seorang wirausahawan. Ada suatu nilai yang terkandung dalam Islam terkait wirausaha, yakni jujur dan amanah serta berbisnislah yang wajar dan tidak melampaui batas. Islam sendiri menganjurkan umatnya untuk menjadi kaya. Maka dari itu, dengan berwirausaha menurut risalah Nabi Muhammad SAW berarti kita mencintai suri tauladan kita.
Ekonomi Baik, Akhlak pun Baik
Ekonomi suatu bangsa akan baik, apabila akhlak masyarakatnya baik. Antara akhlak dan ekonomi memiliki keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan. Dengan demikian, akhlak yang baik berdampak pada terbangunnya muamalah atau kerja sama ekonomi yang baik. Rasulullah SAW tidak hanya diutus untuk menyebarluaskan akhlak, melainkan untuk menyempurnakan akhlak mulia, baik akhlak dalam berucap maupun dalam tingkah laku.