Bila malam Jumat Kliwon tiba, di dalam candi banyak warga yang “nyepi” dengan menggaungkan secara perlahan doa bersama dipimpin seseorang yang biasa disebut Juru Kunci. Pembacaan doa secara bersamaan sehingga mengiring alunan senada yang perlahan pula membahana di sekitar candi sepanjang malam.
Menurut cerita yang berkembang, dahulu kala ada peristiwa unik yang terjadi di antara peziarah, di antaranya ada seorang laki-laki yang pingsan usai keluar dari arena nyepi. Di halaman depan lelaki tersebut terkapar di jalanan, lalu ditolong warga.
Setelah siuman, lelaki itu ditanya mengapa dirinya pingsan?
Lelaki itu menggigau bahwa di dalam candi tadi dirinya menyobek kelambu di dalam makam untuk dibawa pulang. Lalu sobekan kelambu itu dikembalikan di bawah tempat semula, setelah itu lelaki tadi kembali sadar.
Peristiwa lain juga berlangsung di sini, peristiwa unik yang tergelar dari ritual nyepi yang berlangsung. Seorang wanita hamil pingsan di dalam candi. Setelah dibawa masuk ruang juru kunci dan siuman, lalu ditanya juru kunci mengapa dirinya pingsan? Dijawab olehnya: “Suami saya ngomongnya tidak sopan. Pan apa mene-mene, njaluk maring wong mati kuwe dosa!” Artinya, mau apa ke sini dan minta-minta seperti mohon-mohon kepada orang yang sudah mati itu dosa!. Usai mengatakan begitu, saya melihat wajah lelaki Arab yang besar sekali persis nampak di depan saya sambil marah-marah dan saya kaget sekali dan juga takut bukan main karena suami saya berkata tidak sopan. Lalu saya menjadi tak sadar. Pingsan.
Di sisi lain, sepanjang jalan menuju lokasi candi, kemeriahan dan keramaian warga berdatangan tetap terjaga hingga tengah malam. Bila azan Subuh terdengar, para peziarah bersama-sama menuju mesjid untuk solat Subuh berjamaah sebelum mereka beranjak pulang.
Matahari bersinar di ufuk timur. Pagi menjelang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H