Mohon tunggu...
Hariyanto ID
Hariyanto ID Mohon Tunggu... Desainer - Creative Preneur

Catatan Perjalanan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jejak Sayid Syarif Abdurachman di Candi Suro Pagiyanten Tegal

18 September 2023   14:29 Diperbarui: 22 September 2023   14:17 568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Candi/makam Suro Pagiyanten (foto: Hary)

Candi Suro Pagiyanten atau sering disebut juga Makam Suroponolawen adalah komplek pemakaman kuno yang biasa digunakan untuk “nyepi” (berkhalwat) bagi para peziarah dengan tujuan untuk bertafakur kepada Tuhan sang pencipta. Hari pasaran nyepi jatuh pada malam Jumat Kliwon. 

Acara nyepi itu dijalani dengan melakukan ritual zikir dengan harapan agar mendapatkan “petunjuk” perihal keberuntungan seseorang di masa depan.

Ritual nyepi atau berkhalwat diawali sejak Sayid Syarif Abdurachman  bin Sulthon Suleman dari Bagdad (Irak) berkelana menyebarkan agama Islam sekitar abad ke-13 M dan mendarat di Desa Pagiyanten yang kala itu masih berupa pesisir. Letak Candi Suro ini sejauh 500 m dari Kantor Balai desa Pagiyanten, Kec. Adiwerna, Kabupaten Tegal.

Sebagaimana dituturkan oleh Ust. Abdul Khaq sang juru kunci Candi Suro Pagiyanten, Sayid Syarif Abdurachman setiap hari menyebarkan agama Islam di lingkungan sekitar sehingga syiar agama Islam kemudian semakin luas dan melebar di wilayah itu. Adiknya,  Sayid Syarif Abdurrochim menyusul tak lama kemudian, lalu mereka berdua mendirikan Tajug (Sunda, yang artinya mushola) bersama warga sekitar di tempat itu. Para warga sekitar bergabung menjadi santrinya.

Mereka berdua setiap hari  tetap melakukan syiar Islam ke luar daerah yang dibantu oleh para santri. Persebaran agama Islam ke segenap penjuru sekitarnya hingga mencapai persebaran yang luas dan merata, sebagaimana disyaratkan oleh semua penyebar agama Islam pada wilayah yang semula belum menerima syiar agama Islam. 

Mengingat jumlah santri semakin banyak lalu diputuskan mendirikan bangunan tambahan untuk asrama para santri dan ruang penyimpanan barang bawaan dari Irak yang dipajang di bagian atas ruang tengah.

Ketika Sayid Syarif Abdurachman dan Sayid Syarif Abdurochim meninggal dunia dikuburkan di tengah bangunan candi - yang semula tempat tidur kakak beradik itu -, dan dua pusara dikelilingi kelambu terletak di tengah bangunan candi.

Halaman di luar bangunan candi bagian kanan dan kiri serta belakangnya digunakan untuk pemakaman para santri yang meninggal dan lambat laun jika warga sekitar meninggal juga dimakamkan di tempat itu, sehingga bangunan candi tetap terlihat rapih dikelilingi berderetan makam yang terjaga pemeliharaannya. Di lokasi ini banyak kubur para pemuka agama dan santri berupa sederetan nisan yang mengelilingi bangunan utama.

Sebagai pembatas wilayah candi, sekeliling bangunan candi dipagar bata merah telanjang mengelilingi candi, yang hingga kini masih kokoh. Lambat laun santri di tempat ini semakin banyak lalu Asrama para santri diperluas lagi, masjid pun dibangun di luar tembok keliling candi. Pemakaman warga di sekitar candi juga semakin luas.

Candi Suro Pagiyanten ini hingga sekarang masih tetap menjadi tempat “nyepi” para peziarah. Hari pasaran untuk nyepi jatuh pada malam Jumat Kliwon.

Tiap hari pasaran nyepi - malam Jumat Kliwon - , warga berduyun-duyun mengikuti ritual nyepi di Candi Suro Pagiyanten. Peziarah datang pula dari luar kota, disamping warga sekitar sehingga dapat dikatakan pengunjung membludak nyaris berdesakan sepanjang jalan menuju candi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun